Jumat, 22 Agustus 2008

Profil Masjid "Kanas" Jami Tuhfaturroghibin Alalak Tengah Banjarmasin


Mari bangun dan makmurkan masjid kitaProfil
Masjid Jami Tuhfaturroghibin
(KANAS)
Alalak Tengah Kecamatan Banjarmasin Utara
Banjarmasin Kalsel
Telp: 0511-3302378

Pelindung: Lurah Alalak Tengah
Penasehat: Gr. H. Abdul Malik M.
H. Muhammad Taha
H. Asyikin Asil
H. Ismail

Ketua Umum: KH. M. Jahri Simin
Ketua I: Ust. Syamsuni Abdullah
Ketua II: H. Muksin H. Mahmud
Sekretaris Umum: Ahmad Jumirin Asyikin
Sekretaris I: Ust. Ahmad Jazuli S.
Sekretaris II: Sayyid Akil Sadad
Bendahara I: Mugeni
Bendahara II: H. Asrani

Dilengkapi beberapa seksi :
Seksi Ibadat dan Hari Besar Islam, Seksi Dana, Seksi Keamanan, dan Pembantu Umum


Masjid Jami Tuhfaturroghibin (Kanas)
Sejarah Singkat

Masjid Jami Tuhfaturroghibin Alalak Tengah Banjarmasin

Masjid merupakan tempat ibadah umat Islam bagi kaum muslimin di seluruh penjuru dunia. Oleh karena itu, masjid hendaknya menjadi pusat dan tempat kegiatan dalam membina dan membangun umat, sesuai dengan tuntunan Al Qur’an dan Sunah Rasulullullah SAW.

Demikian pula masyarakat di sekitar Sungai Alalak (Alalak Besar), telah menyadari betapa pentingnya arti sebuah masjid. Sehingga sekitar tahun 1900-an, pada mulanya atas swadaya murni masyarakt dibangunlah sebuah masjid di Muara Tatah Masjid Kecamatan Alalak Kabupaten Barito Kuala (dulu). Bangunan ini semuanya berkonstruksi kayu ulin dengan arsitek berbentuk limas, mirip dengan Masjid Sultan Suriansyah Kuin Utara Banjarmasin. Bangunan inilah yang menjadi cikal bakal masjid yang ada sekarang.


Karena pada masa dulu, penduduknya masih jarang dan lokasi masjid yang dinilai jauh dari pemukiman penduduk. Akhirnya atas kesepakatan pengelola bersama-sama masyarakat maka masjid ini dipindahkan ke pinggir pantai Muara Ulak (Alalak Tengah) atau dulu dikenal Kampung Alalak Besar. Masjid ini dibangun kembali, pada tanggal 11 Muharram 1357 H. Dengan konsturksi kayu ulin dan tetap mempertahankan bentuk aslinya. Lokasi tanah ini dipilih karena tanah waqaf dan dinilai cukup strategis, sebab berada dipertigaan sungai arah ke Marabahan, Kapuas dan Kuin (Banjarmasin).


Masjid ini terbilang unik, karena hiasan kubahnya yang berundak-undak di puncanknya diletakkan Tajau Belanga yang berbentuk Buah Kanas (Nenas). Unik dan kokohnya masjid ini, tak lepas dari jasa para pendiri. Diantaranya adalah H. Marwan bin HM. Amin. Beliau dikenal sebagai ulama sufi merupakan keturunan ke-4 dari Sekh Muhammad Arsyad Al Banjari atau Datuk Kalampayan.

Dilihat dari sejarah pendiriannya, banyak mengundang kagum warga Alalak. Karena Kayu Ulin yang begitu besar dan panjang, dapat didirikan konon hanya dengan 2 buah batang bambu. Teknologi yang digunakan pun pada masa itu masih sangat sederhana.
Untuk membangun dan mendirikan Masjid ini, dilakukan dengan cara gotong royong. Dimana laki-laki, perempuan, tua muda, turun semua, bersatu untuk membersihkan lahan dan membangun masjid ini. Adapun kayu ulin sebagai bahan utama konstruksi bangunan ini, diperoleh dari pedalaman hutan Kalimantan Tengah dan diangkut dengan sampan. Untuk memudahkan mengangkut ulin ini ke daratan maka dibuatlah kanal kecil. Dalam acara pendirian dilakukan melalui dengan ritual khusus dan dibantu dengan alat “takal” dan bambu. Atas upaya yang keras, akhirnya soko guru ulin pun dapat didirikan dengan tegak. Dari sinilah awal pendirian masjid kanas di Alalak Besar dimulai.

“Pada awalnya, kubah masjid tidak berbentuk bundaran. Bentuknya limas lancip (tahun 1934). Setelah diadakan perubahan desain (tahun 1972), akhirnya bentuk Masjid Kanas diidentikkan dengan Masjid Jami Sungai Jingah. Hal tersebut dilakuan (perubahan terakhir) pada tahun 1980 hingga sekarang.”

Bila ditilik dari sejarahnya peletakan Buah Kanas di puncak Masjid (songkol) belum ada. Pada masa itu dipuncaknya dipasang Bintang Bulan. Namun karena suatu hal (ditiup angin kencang), songkol masjid tersebut patah dan jatuh. Sehingga sebagai gantinya dipasanglah Tajau Belanga sumbangan dari H. Jumain yang dipasang terbalik. Setelah itu, ternyata dinilai tidak artistik, sehingga akhirnya disepakati dibuat daun Nenas yang terbuat dari seng tebal dan dipasang menyerupai daun Nenas (Buah Kanas).
Dari sinilah nama Masjid Kanas diabadikan. Dipilihnya nama buah Nenas pun tidak lepas dari jasa para pendiri dan masyarakat setempat kala itu. Karena songkol dengan simbol Buah Kanas memiliki filosofis yang mendalam, yaitu agar orang yang masuk ke masjid ini hatinya bisa bersih, sebersih nenas menyapu karat. Kanas diambil dari bahasa Arab , artinya “pembersih”. Ditinjau dari usianya, di masa pendudukan Jepang, konon Masjid Kanas termasuk tertua ke-empat, setelah Masjid Sultan Suriansyah (Masjid pertama di Kalsel) di Kuin Utara, Masjid Al Qaromah Martapura dan Masjid Jami Sei Jingah Banjarmasin.
Masjid ini telah beberapa kali mengalami perbaikan dan rehabilitasi. Termasuk lokasi yang semula di tepi pantai kemudian diundur agak ke belakang hingga ke lokasi sekarang. Demikian pula pengurus masjid, telah beberapa kali mengalami pergantian. Nama Tuhfaturroghibin- pun sebagai nama resmi masjid ini diambil dari judul sebuah buku karangan ulama besar kita (Sech Muhammad Arsyad Al Banjari) usulan dari KH. Muhammad Jahri Simin. Pemberian nama ini, dilakukan pada masa kepengurusan Guru H. Abdul Malik Marwan (Tahun 1980). Nama ini dipilih, setelah diberikan beberapa alternatif nama yang diusulkan. Penentuan dan pemilihan nama dilakukan secara musyawarah mufakat.
Pada saat itu, kemudian dilakukan pemilihan kepengurusan yang baru. Akhirnya atas kesepakatan telah dipilih dan ditetapkan Al Muqarram KH. Muhammad Jahri Simin sebagai Ketua Umum hingga sekarang. Atas usaha keras beliau dan pengurus lainnya serta dukungan masyarakat, akhirnya Masjid ini mampu direnovasi dan dipercantik dengan dibangunannya sebuah Menara terletak di posisi sebelah kanan (tahun 1996) dan dua buah Gapura (Pintu Gerbang) pada tahun 2007.
Sejak berdirinya hingga sekarang sudah terjadi penggantian 11 kali petugas/kaum Masjid (Penjaga Masjid) dan Susunan Badan Pengelola (pengurus). Pada masa kepengurusan Guru H. Abdul Malik Marwan dan KH. M. Jahri Simin, proses rehabilitasi dan renovasi dilakukan terus menerus. Sebagian dana berasal dari pengusaha Alalak yang sukses di Surabaya. Telah banyak perubahan bentuk dan desain. Namun, pengurus dan masyarakat tetap mempertahankan bentuk aslinya. Agar amal jariah pendahulu dapat dipertahankan dan terus mengalir. Hingga usia ke-72 tahun sekarang, Masjid ini tetap berdiri kokoh dan identitas masjid tetap dipertahankan hingga sekarang. Bentuk asli bangunan itu seperti; mimbar berukir, tiang utama dan songkol buah kanas tetap dipertahankan.
Semoga masjid kebanggaan warga Alalak ini tetap dapat dipertahankan dan akan ditambah dengan fasilitas lainnya yang belum dimiliki (al. perpustakaan, kendaraan operasional, dan sekretariat yang baik). Kita berharap hal ini dapat dipenuhi pada masa mendatang. Semoga memakmurkan masjid menjadi kebutuhan yang utama bagi kita, amiin ya rabbal ‘alamin.
Terima kasih. Wassalam.

Selasa, 12 Agustus 2008

TEORI AKUNTANSI 2008

Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
1
BAB I
PERUMUSAN TEORI AKUNTANSI
PENDAHULUAN
Teori adalah sekumpulan konsep (hipotesis) yang dihasilkan dari kegiatan atau
penelitian baik secara terstruktur maupun insidentil. Karena itu teori tersebut bersifat
umum dan berlaku sama di setiap waktu dan tempat. Teori umumnya berkenaan dengan
suatu ketentuan yang telah teruji namun bersifat dinamis. Sehingga kebenaran teori
adakalanya tidak kekal karena setelah adanya teori hasil penemuan yang baru dengan
sendirinya teori dengan konsep lama akan gugur. Demikan pula halnya dalam praktik
akuntansi, bahwa fungsi dan peran teori sangat penting terutama dalam merumuskan
konsep, dalil, dan postulat maupun hipotesis lainnya agar tercipta konsistensi internal.
Yang dimaksudkan adalah adanya konsep yang mendasari suatu praktik akuntansi. Sebab
teori tanpa adanya praktik maka akan cenderung tidak konsisten. Demikian pula praktik
(akuntansi) tanpa didasari konsep teori yang jelas maka akan menyulitkan dalam
penerapannya. Oleh karena itu, pada pembahasan awal ini, fokus uraian adalah bagaimana
kita mampu memahami konsep teori yang jelas dan sesuai dengan praktik yang ada. Yang
merupakan hasil kajian dari pakar di bidangnya, khususnya dalam dunia bisnis.
A. APA YANG DIMAKSUD DENGAN TEORI?
Istilah teori sering digunakan secara berbeda. Teori sering kali dinamakan dengan
hipotesis atau proposisi. Proposisi adalah kalimat indikatif (pernyataan tentang
konsep) yang memiliki nilai kebenaran jika dikaitkan dengan fenomena (misalnya,
benar, salah, dan mungkin benar). Jika proposisi dikaitkan dengan pengujian empiris,
maka proposisi tersebut disebut hipotesis. Proposisi merurut jenisnya terdiri dari dua
macam yaitu proposisi a priori dan proposisi a posteriori. Proposisi a priori adalah
pernyataan yang nilai kebenarannya dapat ditentukan dengan penalaran murni atau
dengan mengalisis dari kata-kata yang digunakan (misalnya 2+2=4; segitiga memiliki
3 sisi ). Proposisi a posteriori adalah pernyataan yang nilai kebenarannya hanya dapat
ditentukan setelah diketahui adanya realitas di dunia nyata. Misalnya: lampu lalu lintas
menyala merah berarti berhenti. Bentuk yang paling sederhana dari teori adalah
pernyataan terhadap suatu keyakinan dalam bahasa. Dalam buku KBBI (Kamus Besar
Bahasa Indonesia), teori adalah pendapat yang didasarkan penelitian dan penemuan
yang didukung oleh data dan argumentasi atau peneyelidikan eksprimental yang
m,ampu mengahsilkan fakta berdasarkan ilmu pasti, logika, metodologi dan
argumentasi. Sehinggga rumusan teori itu, hendaknya berlaku umum dan bersifat
dinamis, karena didasarkan pada hasil penelitian atau temuan. Bila secara khusus
makna atau pengertian teori tersebut, dapat kita perhatikan pernyataan beberapa pakar
tentang teori tersebut antara lain sebagai berikut:
Braithwaite (1968, 22) menyatakan: “Teori ilmiah merupakan sistem deduktif
dimana konsekuensi yang diobservasi secara logis mengikuti hubungan antara fakta
yang diobservasi dengan seperangkat hipotesis dari sistem tersebut. Oleh karena itu,
studi mengenai scientific theory merupakan studi tentang sistem deduktif yang
digunakan dalam teori tersebut”.
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
2
Popper (1968) yang lebih menekankan pada sifat empiris dari teori, yaitu teori
merupakan area yang digunakan untuk menangkap apa yang kita namakan “dunia”,
untuk merasionalkan, dan menjelaskan. Atas dasar definisi tersebut, teori dapat
dikatakan sebagai argumen logis, sedang pernyataan terhadap keyakinan baik berupa
penjelasan, prediksi atau preskripsi, merupakan suatu hipotesis. Teori semacam itu
terdiri dari seperangkat premis atau pernyataan yang dihubungkan secara logis untuk
menghasilkan suatu hipotesis.
B. PENGERTIAN TEORI AKUNTANSI
Dalam praktik akuntansi sangat diperlukan sebagai media untuk penyedia
informasi bagi manajemen dalam pengambilan keputusan ekonomi. Namun dalam
konsep teoritis terkadang masih banyak pihak yang belum memahami apa akuntansi
itu? Bagaimana kedudukannya dalam teori akuntansi? Apakah akuntansi tersebut
memang didukung oleh dasar atau konsep teoritis yang ilmiah. Namun secara umum
para peneliti, praktisi dan akademisi telah sepakat bahwa akuntansi tersebut cukup
kuat bukti dan didukung oleh berbagai hasil penelitian dan kajian yang dapat
digunakan sebagai dasar ilmu yang ilmiah. Selain itu akuntansi tersebut sebenarnya
berkaitan erat dengan apa yang dilakukan oleh para akuntan, dunia usaha maupun
dunia pendidikan, karena pada pengertian mula-mula dinyatakan bahwa akuntansi
adalah seni (art) mencatat, mengklasifikasikan dan meringkas atas peristiwa atau
kejadian yang dilakukan sedemikian rupa dalam bentuk uang, atau paling tidak sifat
keuangan dan menginterpretasikan hasilnya dalam laporan keuangan. Dalam
pendekatan lain untuk dapat mengidentifikasikan akuntansi sebagai pendekatan
komunikasi, seperti yang diungkapkan oleh American Accounting Association (AAA,
1960), menyatakan bahwa akuntansi adalah proses mengidentifikasi, mengukur, dan
mengkomunikasikan informasi untuk membantu pemakai dalam membuat keputusan
atau pertimbangan yang benar. Sementara itu, menurut APB No. 4 tahun 1970,
akuntansi adalah kegiatan jasa. Fungsinya adalah untuk memberikan informasi
kuantitatif, terutama yang bersifat keuangan, tentang entitas ekonomi yang
diharapkan bermanfaat bagi pengambilan keputusan ekonomi.
Hendriksen, (1999) merumuskan pengertian teori adalah sebagai seperangkat
prinsip-prinsip yang saling terkait (coherent), bersifat hipotetis, konseptual dan
pragmatis, dan membentuk rerangka referensi umum untuk bidang pengetahuan
tertentu (a field of inquiry). Sehingga atas dasar tersebut Hendriksen (1999),
mendefinisikan teori akuntansi adalah sebagai penalaran logis dalam bentuk
seperangkat prinsip-prinsip yang luas (a set of broad principles) yang memberikan
rerangka referensi umum untuk mengevaluasi praktik akuntansi dan memberikan
pedoman dalam mengembangkan praktik dan prosedur akuntansi yang baru. Sehingga
dengan demikian teori akuntansi tersebut memiliki karakteristik sebagai berikut:
a) Memiliki bentuk (body of knowledge);
b) Konsisten secara internal;
c) Menjelaskan dan atau memprediksi fenomena;
d) Menyajikan hal-hal yang ideal;
e) Sebagai referensi yang ideal untuk mengarahkan praktik akuntansi; dan
f) Membahas masalah-masalah dan dapat memberikan solusi.
Praktisi dan akuntan sering juga dihadapkan pada berbagai masalah yang
menyangkut transaksi dan memerlukan interpretasi atau analisis khusus seperti
analisis ekonomi, sosial, hukum, statistika dan politik. Misalnya dalam akuntansi
terdapat karakteristik kualitatif dari informasi yang disajikan dalam laporan keuangan
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
3
secara obyektif. Namun demikian, tidak ada ukuran yang pasti terhadap kualitas
tersebut, karena akuntansi bukan bersifat matematis yang memiliki sifat mutlak benar.
Ditambah lagi dalam akuntansi banyak ditemukan konsep yang diajukan oleh para
pakar secara teoritis yang bersifat kontradiktif bahkan tidak saling menguntungkan.
Oleh karena itu, tidak mengherankan bila sampai sekarang banyak terdapat
interpretasi (penafsiran) yang berbeda terhadap teori dan praktik akuntansi. Godzali
dan Chariri (2003), beberapa interpretasi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Akuntansi sebagai catatan historis
Teori ini menganggap akuntansi sebagai kegiatan pencatatan transaksi suatu
perusahaan. Hal ini didasarkan pada anggapan konservatisme, obyektivitas,
konsistensi dan observasi tindakan akuntan masa lalu.
2. Akuntansi sebagai bahasa
Akuntansi sering dianggap sebagai media atau sarana bahasa untuk menyampaikan
karena manajemen harus mengkomunikasikan informasi yang diperoleh dan
diolahnya kepada pihak lain, seperti pemegang saham, investor, masyarakat,
pemasok, pelanggan maupun pemerintah.
3. Akuntansi sebagai politik antar perusahaan
Teori menyatakan bahwa sistem akuntansi merefleksikan dan mendukung nilai-nilai
dan kebutuhan kelompok tertentu. Dan informasi akuntansi dirancang dan
digunakan sebagai sumber untuk membuat kebijakan perusahaan, khususnya dalam
proses pengambilan keputusan ekonomi. Misalnya perusahaan menggunakan
estimasi dan realisasi anggaran yang dicanmtumkan dalam laporan eksternal sebagai
dasar kebijakan perusahaan.
4. Penentuan standar akuntansi adalah proses politik
Atas dasar teori ini seringkali pemerintah melobi pembuat standar (standard setting
body) dengan maksud agar standar akuntansi yang dirancang dan dihasilkan dapat
melayani dan menguntungkan kebutuhan pemerintah. Sehingga kadangkala untuk
merumuskan dan menetapkan suatu standar akuntansi memerlukan waktu yang
cukup panjang.
5. Akuntansi sebagai mitologi
Teori ini menganggap sistem akuntansi sebagai sumber-sumber yang bersifat sosial
untuk mempertahankan mitos rasionalisasi. Dengan demikian akuntansi akan
digunakan sebagai alat untuk kepentingan justifikasi, rasionalisasi dan legitimasi
keputusan yang akhirnya melayani kepentingan individu lainnya.
6. Akuntansi sebagai informasi komunikasi dan keputusan
Teori ini memandang akuntansi sebagai sesuatu yang berorientasi tindakan seperti
mengkomunikasikan pengaruh inflasi terhadap kebutuhan para pemakai, dan
pengaruh inflasi terhadap perilaku manajer dan investor dalam mengambil
keputusan ekonomi.
7. Akuntansi sebagai barang ekonomi
Teori ini menganggap akuntansi sebagai seperangkat informasi yang memiliki unsur
biaya dan mafaat.
8. Akuntansi sebagai komoditas sosial
Atas dasar teori ini akuntansi dipandang mempengaruhi kesejahteraan atau
kemakmuran kelompok tertentu dalam masyarakat. Melalui lembaga/badan yang
ditunjuk dan ditetapkan oleh pemerintah secara musyawarah dan mufakat.
9. Akuntansi sebagai ideologi dan eksploitasi
Akuntansi merupakan ideologi dari masyarakat kapitalis yang menjembatani
pemakaian teknik-teknik tertentu untuk mengeksploitasi kekayaan demi kepentingan
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
4
kelompok elit tertentu. Bila terjadi beban/kerugian menjdi beban masyarakat luas
dan karyawan. Namun sebaliknya, bila terjadi laba/untung, sebagian besar menjadi
milik investor, dan atau manajemen perusahaan.
10. Akuntansi sebagai klub sosial.
Teori ini menganggap bahwa prinsip-prinsip, standar, dan teknik akuntansi muncul
untuk mempromosikan kepentingan kelompok tertentu dan sesuai dengan tujuantujuan
akuntansi tersebut.
11. Akuntansi sebagai kebutuhan.
Bahwa akuntansi merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi entitas bisnis,
dalam rangka mendukung kegiatannya. Jadi, fungsi dan peran akuntansi sangat
dominan untuk kelancaran operasional perusahaan.
Di sisi lain, dalam praktik akuntansi umumnya bersifat dinamis dan berkaitan
dengan masalah praktis profesional. Maka dalam perkembangannya kita perlu
memperhatikan fenomena baru yang terjadi. Misalnya selisih (rugi) kurs valuta asing,
apakah dapat dijadikan biaya ataukah dikapitalisasi? Ataukah kalau selisih itu
mengunutungkan dapat diperlakukan sebagai pendapatan operasional? Bagaimanakah
kriteria kapitalisasi sewaguna usaha yang seharusnya di Indonesia? Bagaimana pula
perlakuan terhadap virtual market, intellectual capital dan masalah lainnya sehubungan
dengan fenomena baru dan perkembangan teknologi informasi. Dalam aspek
kebahasaan, apakah isitilah yang tepat untuk expenses: beban, biaya ataukah kos?
Income: penghasilan atau kah pendapatan? Karena semua istilah tersebut mempunyai
makna yang berbeda.
Untuk menjawab permasalahan di atas dan berbagai masalah lainnya dalam praktik
akuntansi maka hendaknya tidak hanya didasarkan pada penalaran yang makul (sound
theory) tetapi juga harus didasarkan taktik cerdik (shrew tact). Dengan demikian,
penalaran yang makul dalam teori akuntansi dapat dijadikan sebagai landasan untuk
memecahkan masalah akuntansi secara beralasan atau bernalar secara ilmiah dan dapat
dipertanggungjawabkan. Sementara taktik cerdik sangat memadai untuk menangani
masalah yang lukap dan berimplikasi luas, yang tergantung pada kearifan (wisdoms)
dan tilikan (insights). Sebab pemecahan masalah akuntansi dengan taktik yang cerdik
berdasarkan pengalaman saja dapat menghambat kemajuan profesi akuntansi. Apalagi
kalau praktisi tersebut mempunyai kekuasaan untuk memutuskan sesuatu (misalnya:
standar akuntansi). Oleh karena itu, praktik akuntansi yang baik dan maju hanya dapat
dilandasi oleh adanya landasan teori akuntansi yang baik pula disertai dengan penalaran
yang makul. Penalaran ini harus didasakan pada sains yang telah dirumuskan secara
jelas dan ilmiah. Sehingga jelas domain akuntansi, apakah ilmu ini sebagai sains atau
teknologi. Hal ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini (Suwardjono, 2005, 93):
Gambar 1
AKUNTANSI DAN SAINS
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
5
Akuntansi dan Teori Akuntansi: Sains atau Teknologi?
Akuntansi
Sains Teknologi
Pengertian
Akuntansi
Ilmu sosial: mempelajari
gejala sosial/manusia
Penjelasan ilmiah
dengan metoda ilmiah
induktif/empiris
Teori atau penjelasan ilmiah
sebagai generalisasi
Perekayasaan suatu sistem
Pelaporan
Penalaran logis dengan
pertimbangan
nilai/lingkungan
Rerangka konsep
sebagai justifikasi dan
kebijakan
Pengertian
TeoriAkuntansi
Hasil
Taksonomi
Selanjutnya dalam pengembangan dan perumusan teori akuntansi yang
berhubungan dengan praktiknya, tidak dapat lepas dari teknologi. Sebab teknologi
tersebut diperlukan dalam penentuan cara yang terbaik (tool of the best) untuk
mengerjakan atau mencapai suatu tujuan. Untuk itulah diperlukan perekayasaan
(engineering), yaitu proses terencana dan sistematis yang melibatkan pemikiran,
penalaran, dan pertimbangan untuk memilih dan menentukan teori, pengetahuan,
konsep, metoda, dan pendekatan. Yaitu untuk menghasilkan suatu produk secara
konkrit. Sehingga dalam menentukan dan memilih teori, metoda ataupun teknik mana
yang dipakai harus memperhatikan pada kondisi dan kebutuhan masing-masing entitas.
Sebab dalam membuat suatu pelaporan tidak terlepas dari perekayasaan, khususnya
teknik yang tepat dan wajar. Untuk itu, diperlukan suatu kebijakan akuntansi yang
relevan. Perekayasaan dalam akuntansi adalah berkaitan dengan sistem pelaporan
keuangan umum yang melibatkan kebijakan umum akuntansi. Hal ini tidak terlepas
dari berbagai disiplin ilmu lainnya, sebagaimana dilihat pada gambar berikut:
GAMBAR 2
STRUKTUR PEREKAYASAAN AKUNTANSI
Ilmu Murni
Ilmu Terapan
Nilai dan
Tata Sosial
Teori Ekonomi
Sosiologi
Psikologi
Matematika
Manajemen
Akuntansi
Matematika
Komputer
Komunikasi
Ekonomi, lainlain
Nilai sosial
Tujuan sosial
Sistem politik
Sistem hukum
Sistem ekonomi,
lain-lain
↓ ↓ ↓
PEREKAYASAAN AKUNTANSI
Sumber: Sudibyo, 1987, 13
Dalam perekayasaan pelaporan keuangan, akuntansi akan memanfaatkan
pengetahuan dan ilmu berbagai disiplin. Karena akuntansi dapat menjadi sebagai salah
satu pengarah untuk merekayasa pelaporan agar mempunyai kebermanfaatan (utility)
dan keefektifan produk yang dihasilkan. Pada tingkat makro produk perekayasaan
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
6
tersebut berupa ‘konstitusi akuntansi’ yang disebut rerangka konseptual (conceptual
framework).
Bagaimana proses perekayasaan akuntansi tersebut dapat dilakukan berkaitan
dengan praktik akuntansi? Proses ini dimulai dari adanya konsep pemikiran makul dan
obyektif dalam membangun suatu struktur dan mekanisme pelaporan keuangan dalam
suatu entitas (perusahaan dan wilayah/negara) untuk menunjang tercapainya tujuan
suatu entitas atau negara tersebut. Kemudian berdasarkan kebijakan yang diambil maka
ditentukan sistem dan media penyampaian tentang segala kondisi dan kinerja keuangan
perusahaan. Dalam lingkup makro, perekayasaan akuntansi ditemukan dalam sistem
pelaporan keuangan nasional. Misalnya dalam sistem akuntansi dan keuangan
pemerintah pusat. Secara garis besar, hal ini dapat dilihat dari gambar di bawah ini.
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
7
GAMBAR 3
PROSES PEREKAYASAAN PELAPORAN KEUANGAN
Tujuan ekonomik dan sosial negara (entitas bisnis)

Tujuan pelaporan keuangan:
Menyediakan informasi keuangan untuk dasar
Pengambilan keputusan ekonomik dan sosial

Konsep-konsep dasar apa yang relevan?
Siapa subyek pelaporan (entitas pelapor)?
Siapa yang dituju oleh informasi?
Informasi apa yang dilaporkan?
Simbol atau elemen apa yang digunakan untuk melaporkan?
Dasar pengukuran apa untuk mengkuantifikasi?
Apa saja kriteria pengakuan hasil pengukuran?
Media apa yang digunakan untuk melaporkan?
Bagaimana informasi disajikan dalam media tersebut?

Rerangka konseptual
Dijabarkan standar akuntansi dan acuan lainnya sehingga membentuk PABU

Media pelaporan (bentuk, isi, dan jenis) dalam bentuk informasi akuntansi
Sumber: didaptasi dari Suwarjono, 2005, 102
Sehingga dalam membuat suatu pelaporan tidak terlepas dari perekayasaan dan
konsep maupun teknik yang dipakai. Konsep dan teknik ini dapat ditemukan dalam
suatu teoritis yang jelas, ilmiah namun tetap dinamis. Artinya kebenaran suatu teori
hanya bersifat sementara, sebelum adanya temuan konsep atau ilmu baru. Maka
berdasarkan pembahasan tersebut, teori akuntansi dapat disimpulkan sebagai
seperangkat konsep yang makul dan dinamis sebagai acuan dalam menjelaskan dan
menyajikan hal ideal berkaitan perumusan rerangka konseptual (standar akuntansi)
yang berhubungan dengan praktik akuntansi bagi suatu entitas.
C. SIFAT DAN STRUKTUR TEORI AKUNTANSI
Teori akuntansi bersifat umum, komprehensif, terbuka, dan dinamis terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan, dan teknologi. Oleh karena itu, teori akuntansi
digunakan sebagai dasar dalam pertimbangan nilai untuk praktik akuntansi. Sebagai
dasar pertimbangan nilai dalam praktik maka teori akuntansi dapat digunakan sebagai
acuan atau pedoman bila dalam praktik belum dirumuskan dalam pernyataan standar
akuntansi-nya.
Sedangkan elemen hirarkis teori akuntansi terdiri dari empat tingkatan sebagai
berikut:
1. Tujuan Laporan Keuangan; sebagai struktur paling atas dan memrupakan tujuan
akhir yang akan dicapai dalam praktik akuntansi. Secara umum dan secara khusus
dalam laporan keuangan untuk kepentingan pemakai.
2. Pernyataan Dalil dan Konsep Teoritis Akuntansi; hal ini berkaitan dengan
anggapan-anggapan lingkungan dan sifat satuan akuntansi. Dalil dan konsep ini
teoritir ini diperolah dari tujuan yang telah dinyatakan dalam laporan keuangan di
atas.
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
8
3. Prinsip Akuntansi; menjelaskan tentang prinsip dasar akuntansi sebagai pedoman
umum yang didasarkan pada dalil dan konsep teoritis.
4. Teknik Akuntansi: merupakan kumpulan pelaksanaan dan kegiatan yang
merupakan aturan khusus dan berasal dari prinsip akuntansi untuk mengakui
transaksi dan kejadian khusus yang dihadapi dalam kesatuan akuntansi.
Elemen hirarkis teori akuntansi dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 4
HIRARKIS TEORI AKUNTANSI
Dari gambar tersebut, jelas terlihat bahwa teori akuntansi mempunyai struktur yang baku
dan berfokus pada penyediaan informasi. Terutama bagi pemakai yang berkepentingan
laporan keuangan. Sedangkan dalil akuntansi, konsep teoritis, dan prinsip akuntansi pada
hirarkis yang kedua dan ketiga masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 1
DALIL, KONSEP TEORITIS, DAN PRINSIP AKUNTANSI
DALIL AKUNTANSI KONSEP TEORITIS
AKUNTANSI
PRINSIP
AKUNTANSI
Kesatuan (entity)
Teori Kepemilikan (proprietory theory):
assets – liabilities = Modal pemilik
Harga Pokok
Penghasilan
Mempertemukan
Going Concern atau Continuity
Teori Kesatuan (entity theory):
assets = equity
Obyektivitas
Konsistensi
Satuan Moneter (unity of measure)
Teori Dana (fund theory)
assets = Pembatasan Aset
Pengungkapan
Konservatisme
Periodik Akuntansi
(accounting periodic)
Materialitas
Keseragaman dan
dapat diperbandingkan
Dalil Akuntansi:
Apakah dalil tersebut? Menurut Webster Third International Dictionary, dalil adalah
suatu alasan awal yang diakui kebenarannya atau dijadikan aksiomatis berupa hipotesis
atau asumsi pokok dalam lingkupan praktik akuntansi. Sedangkan menurut KBBI, 2005;
TUJUAN LAPORAN KEUANGAN
DALIL AKUNTANSI
PRINSIP AKUNTANSI
TEKNIK AKUNTNASI
KONSEP TEORITIS AKUNTANSI
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
9
dalil adalah keterangan yang dijadikan bukti atau alasan suatu kebenaran atau pendapat
yang dikemukakan dan dipertahankan sebagai suatu kebenaran. Oleh karena itu, dalil
disebut pula sebagai pernyataan atau aksioma yang terbukti dengan sendirinya dan
berterima umum sesuai dengan laporan keuangan yang menggambarkan lingkungan
ekonomi, sosial, dan hukum. Dalil tersebut meliputi:
1) Kesatuan usaha, dalil ini menyatakan bahwa perusahaan dianggap sebagai suatu
kesatuan usaha atau badan usaha ekonomik yang berdiri sendiri, kedudukannya terpisah
dari pemilik dan pihak lainnya yang menanamkan modalnya dalam perusahaan.
2) Keajekan, bahwa perusahaan akan berlangsung terus sampai batas waktu yang tidak
terbatas. Dalil ini menjadi salah satu pertimbangan dalam penyusunan laporan
keuangan.
3) Satuan moneter, adalah merupakan pengukuran yang tepat (paling obyektif) dalam
mengakui, mencatat, mengukur, dan melaporkan setiap transaksi, berupa kegiatan
pertukaran, terhadap pendapatan maupun biaya atau beban. Karena fungsi akuntansi
adalah menyediakan informasi yang umumnya bersifat kuantitatif berdasarkan realitas
perusahaan.
4) Periodik akuntansi, berkaitan dengan periodik (jangka waktu) dalam pembuatan
laporan. Umumnya periodik (siklus) akuntansi berlangsung dalam satu tahun, dengan
perbandingan informasi tahun sebelumnya. Kadangkala untuk menilai kinerja internal
dibuat laporan keuangan interim (bulanan, triwulan, caturwulan maupun semesteran).
Konsep Teori Akuntansi
Konsep merupakan idea atau pengertian yang yang diabstrakkan dari peristiwa nyata.
Sehingga konsep teori akuntansi merupakan pengertian yang dirumuskan dalam suatu
susunan kalimat dan berlaku umum dalam suatu perekonomian yang bebas dengan
bercirikan pada kepemilikan swasta atau pihak lainnya.
1) Teori Kepemilikan, terdapat pemisahan kepemilikan antara pemilik dengan pemegang
saham atau investor. Dengan tujuan untuk memberikan informasi seberapa besar
kekayaan bersih yang dimiliki pemilik. Dikenal dengan persamaan: Aset-Utang = Hak
Pemilik. Berdasarkan persamaan ini maka pendapatan bersih adalah kenaikan kekayaan
pemilik yang ditambahkan pada modal. Konsep teori ini, paling cocok digunakan untuk
perusahaan dengan kepemilikan terbatas, seperti kemitraan. Ada dua bentuk teori ini,
yaitu:
a) pemegang saham biasa merupakan bagian dari kelompok pemilik (pemegang saham
preferen bukan bagian dari pemilik); dan
b) pemilik adalah pemegang saham biasa dan preferen.
2) Teori Kesatuan, sebagai suatu yang terpisah dan berbeda investor dan hak pemilik
maupun kreditur. Teori ini lebih tepat diterapkan pada perusahaan yang berbentuk
perseroan. Dan berbeda dari pemiliknya. Persamaan akuntansi yang dipakai dalam teori
ini adalah: Aset = Hak Milik atau Aset = Utang + Hak Pemegang Saham (Modal).
Konsep teori ini sangat tepat diterapkan untuk perusahaan bisnis yang berorientasi pada
keuntungan. Memilik relevansi yang tinggi dalam praktik akuntansi, terutama terhadap
pengakuan beban/biaya dan pendapatan. Sehingga pajak dan bunga pinjaman dianggap
sebagai distribusi pendapatan bukan sebagai beban/biaya. Meskipun secara umum
ditafsirkan bahwa pajak dan bunga pinjaman dikategorikan sebagai beban/biaya.
Namun dalam pelaporannnya akun tersebut cenderung tidak dimasukkan sebagai
bagian beban/biaya operasional, tetapi langsung mengurangi laba bersih (income).
3) Teori Dana, ini bermanfaat bagi organisasi yang bertujuan tidak mencari laba. Dasar
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
10
akuntansinya adalah adalah sekelompok aset atau pun kewajiban yang bersangkutan
berdasarkan batasan-batasan tertentu, yang disebut Dana. Teori ini memandang satuan
usaha sebagai satuan yang terdiri dari sumber ekonomi dan kewajiban yang disertai
batasan. Teori ini berorientasi pada aset. Fokus utamanya pada administrasi dan
penggunaan dana secara memadai. Sebab setiap dana harus disertai dengan laporan
sumber dan penggunaan dana yang dikelola secara terpisah dengan menggunakan
sistem akuntansi yang telah disusun. Dimana jumlah dana dalam pengelolaan ini
tergantung pada aktivitas atau kegiatannya sesuai dengan restriksi hukum aturan yang
menyertainya. Ada delapan jenis dana yang dikenal dalam teori ini, yaitu:
a) The general fund (dana umum), digunakan untuk mencatat semua transaksi
keuangan yang tidak dapat di kelompokkan dalam dana lainnya.
b) Special revenue fund (dana penerimaan khusus), digunakan untuk mencatat hasil
atas penerimaan yang bersifat khusus atau untuk aktivitas dana tertentu yang
didasarkan pada hukum dan aturan tertentu.
c) Debt service fund (dan jasa pinjaman), dana yang disediakan untuk membayar
pokok pinjaman dan bunganya dalam jangka panjang selaian dari dana khusus dan
dana utang obligasi.
d) Capital project fund (dana proyek modal), untuk mencatat penerimaan maupun
pengeluaran uang dan untuk memperoleh fasilitas modal selain yang dibiayai oleh
iuran khusus perusahaan.
e) Enterprises fund (dana perusahaan), untuk mencatat pendanaan jasa bagi masyarakat
umum, untuk semua biaya yang dikeluarkan.
f) Trust and agency funds (dana perwalian dan agen), digunakan untuk mencatat asset
atau harta kekayaan yang dimiliki oleh pemerintah (pusat dan daerah) sebagai
bendahara maupun individual, oragnisasi swasta, dan unit instansi pemerintahan
lainnya (misalnya; kantor, biro, dinas, BUMN/BUMD).
g)Intragovermental service funds (dana jasa antar pemerintah), digunakan untuk
mencatat aktivitas pendanaan khusus dan jasa yang dilakukan oleh unit organisasi
yang ditunjuk seusai dengan kewenangannya, dan
h) Special assessment funds (dana iuran khusus), untuk mencatat iuran khusus yang
dipungut guna mendanai perbaikan fasilitas bagi masyarakat dan jasa yang
bermanfaat bagi kekayaan sebagai dasar pemungutan iuran tersebut, (Belkaoui,
1985, 143-144).
Prinsip Akuntansi
Prinsip merupakan aturan dasar (kebenaran yang dijadikan pokok dasar bertindak atau
berfikir). Jadi prinsip akuntansi merupakan aturan dasar yang bersifat umum, diperoleh
dari tujuan dan konsep teori akuntansi. Dan berdasarkan teknik dan praktik akuntansi yang
diterapkan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan.
1) Prinsip harga pokok, menggambarkan informasi biaya yang dikeluarkan dan dapat
diverifikasi berdasarkan nilai tukar barang atau jasa pada saat diperoleh oleh
perusahaan. Sehingga informasi yang disajikan mempunyai daya banding yang lebih
baik. Namun dalam prinsip ini seringkali tidak memberikan informasi yang relevan
bagi pemakai eksternal laporan keuangan, karena pada dasarnya biaya atau kos diukur
dengan nilai sekarang untuk pelaporan keuangan. Apalagi dalam kondisi tertentu,
misalnya inflasi, deflasi, likuidasi ataupun hal lainnya yang memerlukan penilaian.
2) Prinsip penghasilan, meliputi pengakuan dan pengukran seluruh hasil kegiatan usaha
baik bersifat utama maupun sampingan. Penghasilan ini diukur dengan nilai barang
atau jasa yang dipertukarkan dalam suatu perdagangan yang bebas. Pengakuan
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
11
penghasilan dilaporkan berdasarkan prinsip realisasi dari kejadian kritis yang telah
dilakukan, melalui kegiatan transaksi yang sah. Kejadian kritis ini berdasarkan siklus
operasional perusahaan dapat dikelompokkan dalam tiga bagian, yaitu: 1) saat
penjualan, 2) saat selesainya produksi, bila harga dan kondisi stabil, dan 3) penerimaan
pembayaran setelah penjualan (dasar tunai).
3) Prinsip mempertemukan, adalah proses penandingan antara pendapatan dan
beban/biaya dalam periodik yang sama, agar dapat ditentukan besarnya laba/rugi. Ada
tiga dasar penandingan yang sering digunakan dalam praktik akuntansi, yaitu, 1)
Hubungan sebab akibat, adalah proses penandingan antara pendapatan dan beban/biaya
secara langsung berdasarkan hubungan fisik. 2) Alokasi sistematis dan rasional, adalah
proses penandingan tidak langsung antara pendapatan dengan beban/biaya berdasarkan
ukuran periodik, dan 3) Pembebanan segera, dasar ini dipakai bila dasar yang pertama
dan kedua tidak dapat dipakai. Kas/pengeluaran berupa beban atau biaya, langsung
dibebankan pada periodik tahun yang bersangkutan.
4) Prinsip obyektivitas, berkaitan dengan penyajian informasi yang dapat dipercaya dan
relevan bagi pemakai laporan keuangan. Artinya pengukuran tersebut didasarkan pada
bukti-bukti yang dapat dipercaya (dapat diuji kebenarannya), verfiabel dan sesuai
system dan prosedur yang dijalankan perusahaan tersebut.
5) Prinsip keajekan, adalah berhubungan dengan penerapan prinsip yang sama
(konsisten) dari satu periodik ke periodik berikutnya. Penyimpangan dari prinsip ini
dapat dibenarkan, bila terdapat dua atau lebih prosedur atau metoda yang serupa dan
sah untuk diterapkan. Dan bila terjadi perubahan tersebut maka harus diungkapkan
dalam laporan keuangan sesuai dengan tujuan perubahan tersebut.
6) Prinsip pengungkapan sepenuhnya, menghenmdaki pengungkapan yang wajar (fair),
lengkap (full) dan cukup atau mermadai (adequate). Wajar berarti adanya batas yang
etis yang mengatur perlaksanaan secara layak. Lengkap berarti pernyajian informasi
yang menyeluruh dan komplit. Sedangkan pengertian memadai adalah informasi
minimal yang harus dilaporkan. Pengungkapan ini menghendaki konsep yang lukap
sehingga tidak mernimbulkan pernafsiran yang kaprah.
7) Prinsip konservatisme, merupakan konsep yang baik dipakai namun juga sangat
lemah terutama dalam memperlakukan eksistensi ketidakpastian dalam penilaian
pendapatan. Oleh karena itu, informasi yang disajikan dengan menggunakan konsep ini
tidak dapat dijadikan pokok interpretasi yang tepat. Karena konsep ini cenderung ke
arah mengurangi daya banding sebab tidak ada standar yang seragam dalam
pelaksanaannnya.
8) Prinsip materialitas, adalah berhubungan dengan penyajian informasi tertentu yang
harus disajikan dalam laporan keuangan. Karena berkaitan dengan signifikansi terhadap
pengambilan keputusan yang akan dipilih. Namun permasalahanya adalah, bagaimana
suatu informasi dapat dikatakan materialitas dan tidak. Oleh karena itu, untuk
menyajikan informasi dalam laporan keuangan akhirnya hanya didasarkan pada
pertimbangan profesional (judgment professional)
9) Prinsip keseragaman dan dapat diperbandingkan, sebagai bentuk keseragaman
dalam penyajian laporan keuangan, meliputi; konsep pengukuran, klasifikasi, metoda
dan bentuk laporan. Sehingga memudahkan bagi pemakai dalam melakukan estimasi
dan pengambilan keputusan yang tepat dalam melakukan perbandingan terhadap
kinerja manajemen.
D. KLASIFIKASI PERUMUSAN TEORI AKUNTANSI
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
12
Pembentukan suatu teori umumnya berawal dari fenomena yang terjadi dalam
kehidupan manusia. Fenomena tersebut menimbulkan suatu pernyataan yang
membutuhkan jawaban. Jawaban tersebut terletak pada bidang tertentu, sering disebut
dengan epistemology, atau studi tentang penciptaan suatu pengetahuan.
Akuntansi mungkin dapat dipandang sebagai “social science“, karena memerlukan
proses pengukuran, interpretasi, masalah praktik dan teknik akuntansi. Oleh karena itu,
dalam merevieu suatu teori ilmiah (scientific theory), maka perlu menguji asumsi yang
dibuat dengan menggunakan metoda ilmiah dan sudut pandang ilmu yang lain.
Namun, masalah utamanya terletak pada metoda yang digunakan apakah metoda
ilmiah (scientific) atau metoda alamiah (naturalistic/interactive)? Karena pendekatan
ilmiah lebih bersifat terstruktur dan terencana dalam hal perancangan risetnya, dimana
masalah, hipotesis dan teknik penelitiannya dapat dinyatakan secara jelas.
Sebaliknya metoda alamiah menolak penggunaan prosedur yang terstruktur.
Karena hanya didasarkan pada keadaan atau hukum alam yang berlaku. Baik metoda
ilmiah maupun metoda alamiah, keduanya sangat diperlukan dalam pengembangan
suatu teori, khususnya teori akuntansi. Berdasarkan kedua metoda tersebut, secara
garis besar rumusan teori akuntasi dapat dikelompokkan ke dalam tiga bagian yaitu:
berdasarkan metoda penalaran yang digunakan, sistem bahasa yang digunakan, dan
tujuan perumusan, sebagai berikut:
1. Klasifikasi menurut Metoda Penalaran.
Atas dasar metoda ini maka teori akuntansi dapat dirumuskan dari berbagai
pendekatan yang berbeda yaitu:
a. Pendekatan Deduktif (deduktive approach)
Pendekatan ini dimulai dari proposisi akuntansi dasar sampai dihasilkan prinsip
akuntansi yang rasional sebagai pedoman dan dasar untuk mengembangkan
teknik-teknik akuntansi. Secara umum langkah yang digunakan dalam
merumuskan teori akuntansi adalah sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan laporan keuangan;
2. Memilih postulat akuntansi yang sesuai dengan kondisi ekonomi, politik,
dan sosiologi;
3. Menentukan prinsip akuntansi; dan
4. Mengembangkan teknik akuntansi, (Belkoui, 1993).
Keuntungan lain dari pendekatan ini adalah kemampuan untuk merumuskan
struktur teori akuntansi yang konsisten, terkoordinasi, lengkap, dan setiap
tahapan dapat berjalan secara logis.
b. Pendekatan Induktif (induktive approach)
Bahwa dalam akuntansi, proses induktifg melibatkan kegiatan observasi
mengenai data keuangan dengan berbagai unit usaha. Dari hasil observasi
tersebut, kemudian dilakukan generalisasi dan dirumuskan dalam prinsipprinsip
akuntansi sesuai dengan hubungan yang ada. Pendekatan ini
menggunakan pola dari khusus ke umum.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pendekatan ini adalah:
1. Mencatat semua observasi;
2. Menganalisis dan mengklasifikasikan hasil observasi, sehingga dapat
dirumuskan berbagai kesamaan dan ketidaksamaan;
3. Hasil observasi kemudian digeneralisasi; dan
4. Pengujian terhadap generalisasi, (Belkoui, 1993).
Tujuan yang melandasi pendekatan ini adalah untuk merumuskan
konklusi teoritis dan bersifat abstrak dan rasionalisasi dalam praktik akuntansi.
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
13
Keuntungan yang dapat diperoleh bila menggunakan pendekatan ini adalah
dalam penggunaaannya pendekatan ini berdasarkan pada kebebasan dimana
dalam perumusan teori akuntansi tidak dibatasi oleh struktur atau model yang
telah diyakini atau disiapkan sebelumnya. Namun pendekatan ini paling tidak
memiliki dua kelemahan, yaitu:
1. Seringkali pengamat (observer) dipengaruhi oleh ide-ide yang tidak
disadari tentang jenis hubungan yang diamati dan jenis data yang
dikumpulkan.
2. Data yang digunakan dalam pengamatan cenderung berbeda antara satu
perusahan dengan perusahaan yang lain.
c. Pendekatan Etika (ethics approach)
Dalam pendekatan ini sebagai dasar utama adalah pada konsep kebenaran
(truth), keadilan (justice), kewajaran atau kejujuran (fairness). Hal ini lebih
pada penekanan moral karena dalam merumuskan teori akuntansi harus benarbenar
memperhatikan unsur tersebut bukan semata-mata pad kepentingan
praktik akuntansi (bisnis) semata.
d. Pendekatan Sosiologi (sosiology approach)
Pendekatan ini menekankan pada pengaruh sosial yang timbul akibat dari
teknik-teknik akuntansi terhadap kesejahteraan sosial di lingkngan tempat
akuntansi digunakan. Akuntansi sosial yang dilandasi oleh kepentingan
ekonomi yang dikembangkan, bertujuan untuk mendorong perusahaan agar
dapar mempertanggungjawabkan kegiatan usahanya pada lingkungan sosial
yang dinamis. Melalui pengukuran, internalisasi, dan pengungkapan dampak
sosial dari kegiatan perusahaan dalam laporan keuangan tersebut.
e. Pendekatan Ekonomi (economic approach)
Pemilihan terhadap teknik akuntansi tergantung pada pengaruhnya terhadap
ekonomi nasional secara umum, dan lokal secara khusus. Dalam pendekatan
ini kriteria yang digunakan adalah:
1. Kebijakan dan teknik akuntansi hendaknya dapat merefleksikan pada
realitas ekonomi yang terjadi.
2. Pemilihan teknik akuntansi sangat tergantumg pada konsekuensi ekonomi
yang timbul dari penerapan teknik akuntansi tersebut.
f. Pendekatan Eklektik (eclectical Approach)
Pendekatan ini bertujuan untuk mengembangkan akuntansi dengan cara
menggabungkan berbagai pendekatan yang selama ini digunakan.
2. Klasifikasi menurut Sistem Bahasa
Teori harus diekspresikan dalam bentuk bahasa, baik yang bersifat verbal atau
matematis. Pengembangan teori itu sendiri biasanya berasal dari abstraksi dunia
tidak nyata (imaginative), yaitu yang terdapat dalam alam pikiran manusia. Agar
abstraksi itu bermanfaat, teori akhirnya harus dihubungkan atau diwujudkan dalam
dunia nyata.
Selain itu, teori dapat pula dinyatakan dalam bentuk kata atau tanda (simbol).
Studi tentang simbol, dalam filsafat pengetahuan dikenal dengan istilah semiology.
Secara garis besar semiologi terdiri dari tiga bagian, yang dapat dikatakan sebagai
unsur teori, yaitu: Pendekatan Sintaktik, Semantik, dan Pragmatik.
a. Pendekatan Sintaktik.
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
14
Sintaktik adalah studi tentang tata bahasa atau hubungan antara simbol dengan
simbol. Pertanyaan utama dalam unsur ini ada apakah kata-kata atau simbol
digunakan sacara konsisten dan logis? Sintaktik atau hubungan logis
menghubungkan konsep-konsep dasar (diwujudkan dengan simbol
lingkungan). Hubungan kelogisan dalam sintaktik berkaitan dengan aturan
bahasa yang digunakan. Unsur sintaktik dapat dianalisis dengan menggunakan
metodologi analitik yang didasarkan pada silogisme, yang memiliki
seperangkat pernyataan dan konklusi. Misalnya:
Penyataan 1 : Semua anak laki-laki adalah berjenis kelamin pria
Pernyataan 2 : Boy adalah berjenis kelamin pria
Konklusi : Susi bukan berjenis kelamin pria.
Silogisme tersebut membentuk proposisi analitik. Dalam hubungan ini
untuk membuktikan kebenaran proposisi tersebut, arti sebenarnya dari “jenis
kelamin” tidak perlu diketahui. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa
sintaktik berhubungan dengan aliran logika, bukan keakuratan proporsisi
argumen dari dunia nyata. Oleh sebab itu, evaluasi sintaktik terhadap suatu
teori melibatkan evaluasi validitas (logika) suatu argumen yang membentuk
teori tersebut. Jika suatu argumen adalah valid, maka pernyataannya adalah
benar, dan konklusinya pasti benar. Sebaliknya logika akan tetap valid
meskipun pernyataannya atau konklusinya tidak benar. Misalnya:
Pernyataan 1 : Semua rekening pasiva adalah bersaldo kredit.
Pernyataan 2 : Akumulasi depresiasi berkaitan dengan aset.
Konklusi : Akumulasi depresiasi memiliki saldo kredit.
Dari contoh di atas logikanya (hubungan sintaktik) adalah valid karena jika
kedua pernyataan tersebut benar, otomatis konklusinya juga akan benar.
b. Pendekatan Semantik
Semantik menunjukkan makna atau hubungan antara kata, tanda atau
simbol dengan obyek yang ada di dunia nyata. Pernyataan yang berkaitan
dengan unsur semantik adalah, apakah arti dari setiap kata atau simbol yang
digunakan dalam teori? Persamaan akuntansi Aset = Utang + Modal pada
awalnya abstrak. Namun demikian apabila kita mengkaitkannya dengan obyek
dunia nyata, persamaan tersebut menjadi realistis. Kebenaran nilai atau
keakuratan semantik suatu pernyataan ditentukan oleh keakuratan deskriptif
yang ada di dunia nyata. Kebenaran tersebut didasarkan pada pernyataan atau
konklusi individual, bukan pada aliran logika (argument). Misalnya:
Pernyataan 1 : Semua pasiva dan rekening kontranya bersaldo kredit.
Pernyataan 2 : Utang bukan rekening aset.
Konklusi : Utang dagang bersaldo kredit.
Pernyataan pertama adalah salah dan aliran logika yang berawal dari
pernyataan ke konklusinya adalah tidak valid. Oleh karena itu, tidak ada
pernyataan yang jelas apakah rekening non aset bersaldo debit atau kredit,
maka secara sintaktik konklusi juga akan akan mengikuti pernyataan
sebelumnya. Meskipun demikian dari hubungan semantik (dunia nyata),
konklusinya adalah benar bahwa utang dagang bersaldo kredit. Atas dasar
hubungan semantik hipotesis atau teori mengandung dua unsur empiris dan
sintaktis.
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
15
c. Pendekatan Pragmatik
Hubungan pragmatis menunjukkan pengaruh kata-kata atau simbol
terhadap seseorang. Aspek pragmatis berkaitan dengan bagaimana konsep dan
praktik akuntansi mempengaruhi perilaku seseorang. Hal ini beralasan karena
salah satu tujuan dari pelaporan keuangan adalah menyediakan informasi yang
bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan untuk membantu pengambilan
keputusan ekonomi. Pendekatan populer yang digunakan untuk merumuskan
teori adalah model keputusan (decision model). Dasar pemikiran utama dari
model keputusan adalah akuntansi harus memenuhi kebutuhan informasi para
pemakai. Pendekatan pragmatis yang lain adalah dengan cara mengamati
reaksi seseorang terhadap pesan yang sama dengan menggunakan cara yang
berbeda.
3. Klasifikasi Perumusan menurut Tujuan
Atas dasar tujuannya, teori akuntansi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu
Teori Akuntansi Normatif (TAN) yang memberikan rumusan terhadap praktik
akuntansi, dan Teori Akuntansi Positif (TAP) yang berusaha menjelaskan dan
memprediksi fenomena yang berkaitan dengan akuntansi.
a. Teori Akuntansi Normatif (normative accounting theory).
Teori ini berusaha menjelaskan bagaimana seharusnya akuntansi dipraktikkan,
dan berusaha membenarkan tentang apa yang seharusnya dipraktikkan. Teori
Akuntansi Normatif bukan dihasilkan dari penelitian empiris tetapi dihasilkan
dari kegiatan “semi penelitian”. Teori ini hanya menyebutkan hipotesis
bagaimana akuntansi seharusnya dipraktikkan tanpa harus menguji hipotesis
tersebut. Beberapa teori akuntansi normatif ini antara lain: True Income dan
Decision-Usefulness.
True income berkonsentrasi pada penciptaan pengukur tunggal yang unik
dan benar untuk aset dan laba. Sedangkan decision-usefulness mempunyai
tujuan dasar agar dalam praktik akuntansi mampu untuk membantu proses
pengambilan keputusan dengan cara menyediakan data akuntansi yang relevan
dan bermanfaat. Teori ini pada dasarnya merupakan teori pengukuran
akuntansi. Terori tersebut bersifat normatif karena didasarkan pada anggapan
berikut:
1) Akuntansi seharusnya merupakan sistem pengukuran;
2) Laba dan nilai dapat diukur secara tepat;
3) Akuntansi keuangan bermanfaat untuk pengambilan keputusan ekonomi;
4) Pasar tidak efisien (dalam pengertian ekonomi); dan
5) Ada beberapa pengukuran laba yang unik.
b. Teori Akuntansi Positif (positive accounting theory)
Aliran ini pada awalnya dikenalkan oleh akademisi di University of Chicago
USA dan meluas ke berbagai universitas seperti Rochester, California, Barkley,
Stanford, dan New York. Aliran positif didasarkan pada anggapan bahwa
kekuasaan dan politik merupakan sesuatu yang tetap dan sistem sosial dalam
organisasi merupakan fenomena empiris konkrit dan bebas nilai atau tidak
tergantung pada manajer dan karyawan yang bekerja dalam entitas tersebut.
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
16
Watts dan Zimmerman (1986) berpendapat bahwa perumusan teori harus
betul-betul pertimbangan nilai dan menekankan pada kebutuhan akan
pendekatan baru. Diungkapkan bahwa: tujuan dari PAT adalah untuk
menjelaskan (to explain) dan memprediksi (to predict) praktik akuntansi.
Menjelaskan berarti memberikan alasan terhadap praktik akuntansi yang
diamati. Misalnya teori akuntansi nilai historis dan mengapa perusahaan
tertentu mengubah teknik akuntansinya. Prediksi berarti teori akuntansi dapat
memberikan prakiraan atau prediksi terhadap fenomena yang diamati.
Dalam PAT ada tiga hipotesis yang dapat digunakan untuk memperkirakan
atau memprediksi suatu kejadian atau fenomena, sebagai berikut:
1) Hipotesis rencana bonus (bonus plan hypotehsis), dimana manajer
perusahaan dengan rencana bonus tertentu cenderung lebih menyukai
metoda meningkatkan laba periodik berjalan;
2) Hipotesis utang (debt/equty hypothesis), bahwa makin tinggi rasio utang
ekuitas perusahaan maka makin besar kemungkinan bagi manajer untuk
menggunakan metoda akuntansi yang dapat menaikkan laba; dan
3) Hipotesis biaya politik (political cost hypothesis), bahwa perusahaan besar
cenderung menggunakan metoda akuntansi yang dapat mengurangi laba
periodik dibandingkan dengan perusahaan kecil.
Ketiga hipotesis di atas menunjukkan bahwa PAT mengakui adanya tiga
hubungan keagenan yaitu:
a. antara manajer dengan pemilik;
b. antara manajemen dengan kreditur; dan
c. antara manajemen dengan pemerintah.
Selanjutnya dalam PAT yang dikembangkan melalui penelitian dan dapat
dikelompokkan menjadi dua tahap yaitu:
1) Penelitian akuntansi dan perilaku dalam pasar modal. Tahap ini
menjelaskan hubungan antara pengumuman antara laba dengan reaksi
harga saham. Penelitian ini dikembangkan berdasarkan hipotesis pasar
efisien dan Capital Aset Pricing Model (CAPM).
2) Penelitian dalam tahap ini dilakukan dengan maksud menjelaskan dan
memprediksi praktik akuntansi antar perusahaan yang difokuskan pada dua
alasan. Alasan pertama adalah alasan oportunistik yang digunakan
perusahaan dalam meilih metoda akuntansi tertentu. Alasan ini disebut juga
ex-post yaitu pemilihan metoda akuntansi dilakukan sesudah diketahui
adanya fakta. Alasan kedua alasan efisiensi berkaitan dengan metoda
akuntansi yang dipilih guna mengurangi biaya kontrak antara perusahaan
dengan pemiliknya (stakeholder). Alasan efisiensi disebut juga dengan exante
karena dalam pemilihan metoda akuntansi dilakukan sebelum fakta
diketahui. Secara teoritis maka PAT telah memberikan kontribusi dalam
pengembangan akuntansi misalnya:
a. Menghasilkan pola sistematik dalam pilihan akuntansi dan memberikan
penjelasan spesifik terhadap pola tersebut;
b. Memberikan rerangka yang jelas dalam memahami akuntansi;
c. Menunjukkan peran utama biaya kontrak dalam teori akuntansi;
d. Menjelaskan mengapa akuntansi digunakan dan memberikan rerangka
dalam memprediksi pilihan-pilihan akuntansi; dan
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
17
e. Mendorong penelitian yang relevan dengan akuntansi dan menekankan
pada prediksi dan penjelasan terhadap fenomena akuntansi.
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
18
PERLATIHAN
1. Apa yang dimaksud teori, jelaskan!
2. Apa yang dimaksud teori akuntansi, jelaskan!
3. Jelaskan beberapa interpretasi tentang akuntansi! Termasuk dalam interpretasi
manakah bila akuntansi dipandang sebagai alat penyedia informasi?
4. Bagaimana sebenarnya konsep akuntansi (konvensional) jika dipandang dari prinsip
syariah, jelaskan.
5. Dalam merumuskan teori akuntansi, ada tiga klasifikasi perumusan, yaitu metoda
penalaran, sistem bahasa, dan tujuan, jelaskan!
6. Mengapa struktur dalam teori akuntasi dibagi dalam empat tingkatan, jelaskan disertai
dengan contohnya masing-masing!
7. Apakah yang dimaksud dengan PAT? Jelaskan!
8. Seberapa besar PAT mampu memberikan kontribusi dalam pengembangan akuntansi,
jelaskan!
9. Bila dalam suatu perusahaan terjadi transaksi penjualan barang dagangan secara kredit,
kepada pelanggan tetap. Sedangkan pembayaran dilakukan secara bertahap selama tiga
kali angsuran, maka bagaimana seharusnya pencatatan yang dibuat atas transaksi
tersebut. Apakah dalam praktik seperti ini termasuk dalam interpretasi akuntansi
sebagai catatan historis? Jelaskan jawaban Saudara.
10. Jelaskan struktur perekayasaan akuntansi.
11. Jelaskan perbedaan antara pelaporan keuangan dengan laporan keuangan.
12. Mengapa untuk merumuskan suatu teori diperlukan pendekatan yang bersifat ilmiah
maupun non ilmiah/alamiah, jelaskan!
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
19
BAB II
RERANGKA KONSEPTUAL
A. PENGERTIAN RERANGKA KONSEPTUAL
Pada tingkatan teori yang tinggi, rerangka konseptual menyatakan ruang lingkup
dan tujuan pelaporan keuangan. Pada tingkatan selanjutnya, rerangka konseptual
mengidentifikasikan dan mendefinisikan karakteristik dari informasi keuangan dan
elemen laporan keuangan. Pada tingkatan operasional yang lebih rendah, rerangka
konseptual berkaitan dengan prinsip-prinsip dan aturan-aturan (rules) tentang
pengukuran dan pengakuan elemen laporan keuangan dan tipe informasi yang perlu
disajikan. Sering dikatakan bahwa agar dapat dijadikan legitimasi, rerangka konseptual
harus didukung oleh metodologi “ilmiah” (scientific). Hal ini berarti bahwa prinsipprinsip
dan aturan-aturan pengukuran tersebut harus dihasilkan dari tujuan dan
konsep-konsep yang telah didefinisikan sebelumnya. FASB (1978) mendefinisikan
rerangka konseptual sebagai suatu sistem yang saling berkaitan sebagai berikut:
“Suatu sistem yang koheren tentang tujuan (objectives) dan konsep dasar yang saling
berkaitan, yang diharapkan dapat menghasilkan standar-standar yang konsisten dan
memberi pedoman tentang jenis, fungsi dan keterbatasan akuntansi keuangan dan
pelaporan keuangan”.
Dari definisi di atas dapat dilihat bahwa kata-kata seperti “sistem yang koheren”
(coherent system) dan “konsisten” (consistent) menunjukkan bahwa FASB
menggunakan rerangka teoritis dan non-arbiter. Sedang kata “memberi pedoman“
(precribes) mendukung pemakaian pendekatan normatif.
Ada beberapa pihak yang memandang rerangka konseptual sebagai “konstitusi”
(undang-undang), yang merupakan landasan dalam proses penentuan standar
akuntansi. Tujuannya adalah untuk memberi pedoman bagi badan yang berwenang
dalam memecahkan masalah yang muncul selama proses penentuan standar tertentu
sesuai dengan rerangka konseptual. Namun demikian tidak ada cara yang dapat
digunakan untuk membuktikan bahwa pertimbangan nilai yang dibuat oleh individu
atau kelompok yang lain. Dengan demikian keberadaan teori yang berkaitan secara
logis (koheren) untuk menyusun standar akuntansi merupakan argumen yang bersifat
konseptual.
Lebih lanjut Solomon (1983, 115) menyatakan, “Jika badan pembuat standar tidak
dapat menunjukkan bahwa standar yang dibuat dapat menghasilkan informasi yang
memiliki kualitas atau karakteristik yang diperlukan untuk mencapai tujuan akuntansi
yang ada, badan tersebut tidak akan mampu mempertahankan diri dari unsur
kepentingan tertentu yang dilihat standar sebagai sesuatu yang merugikan
kemakmuran. Jika suatu standar tidak dihasilkan dari rerangka konseptual, bagaimana
mungkin kita menunjukkan bahwa standar tertentu dipandang lebih baik dari pada
yang lainnya”.
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
20
B. PERANAN RERANGKA KONSEPTUAL DALAM PERUMUSAN STANDAR AKUNTANSI
Dalam membahas rerangka konseptual, ada beberapa masalah berikut yang perlu
diperhatikan, yaitu:
a) Mengapa mempersoalkan perumusan “teori” akuntansi umum melalui pendekatan
rerangka konseptual?
b) Oleh karena pada masa lalu belum memiliki standar akuntansi, maka mengapa
teori tersebut diperlukan pada masa sekarang?
Ada argumen yang menyatakan bahwa munculnya berbagai masalah dalam praktik
akuntansi sering disebabkan oleh tidak adanya teori umum. Sekalipun badan
penyusunan standar akuntansi (standard setting body) di negara maju seperti Amerika,
Australia, Inggris, dan Selandia Baru maupun di negara lainnya telah mengeluarkan
berbagai standar dan melakukan pembatasan terhadap pemilihan metoda akuntansi dan
praktik akuntansi yang masih dilakukan terlalu terlalu premisif. Namun hal tersebut,
hanya dapat memberikan solusi sementara berkaitan dengan masalah yang dihadapi.
Hal ini disebabkan adanya kelonggaran terhadap pemakai prosedur akuntansi yang
sesuai dengan keinginan penyusun laporan keuangan. Kenyataan ini dapat dilihat dari
laporan khusus yang dibuat oleh salah satu komite dari New York Stock Exchange
(AICPA, 1934) menyatakan, “Semakin banyak alternatif praktik akuntansi, akan
menyebabkan perusahaan memiliki kebebasan untuk memilih metoda akuntansi
mereka sendiri dalam batas yang sangat luas sesuai dengan referensi yang dibuat”.
Ada kebebasan yang mengijinkan setiap perusahaan untuk memilih metoda
akuntansi yang disukai dalam lingkup generally accepted accounting principles
(GAAP), dan tetap dipandang sebagai doktrin yang dianut banyak pihak terutama
perusahaan (Watts dan Zimmerman, 1986). Meskipun demikian, kebebasan tersebut
pada akhirnya akan mengarah pada sesuatu yang membingungkan. Atas dasar hal itu,
Badan Akuntansi Amerika Serikat (FASB) telah berupaya mengatasi hal tersebut
dengan mengeluarkan berbagai resolusi dan standar akuntansi yang didasarkan pada
praktik berjalan dengan didukung oleh alasan tertentu yang bersifat khusus (ad hoc).
Namun demikian, pada kenyataannya badan tersebut tidak mengeluarkan kesepakatan
prinsip yang konsisten. Hal ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa masih banyak
praktik yang dipengaruhi oleh hukum, peraturan pemerintah, tekanan dari manajer dan
kepentingan politik tertentu. Accounting Principles Board (APB), badan yang
dibentuk sebelum diganti oleh Financial Accounting Standard Board (FASB),
mengakui hal tersebut. Yaitu ketika badan ini mendefinisikan makna GAAP. APB
(1970) menyatakan bahwa GAAP merupakan “Konvensi” yaitu prinsip-prinsip
tersebut diterima secara umum berdasarkan kesepakatan (aggrement), bukannya
dihasilkan secara formal dari seperangkat postulat atau konsep dasar. Prinsip-prinsip
tersebut berkembang berdasarkan pengalaman, alasan, kebiasaan, pemakaian dan juga
kebutuhan praktik.
Sumber-sumber kekuatan yang berwenang dalam akuntansi sangat banyak
jumlahnya. Contohnya, di Amerika, Internal Revenue Service (badan yang mengurusi
pajak) menerima pemakaian Metoda Last In First Out (LIFO) untuk menilai
persediaan, dan metoda penyusutan dipercepat untuk menentukan besarnya
penyusutan aset tetap. Sikap untuk menerima metoda tersebut pada akhirnya diterima
oleh profesi akuntansi. Di samping itu, manajer perusahaan seringkali mempengaruhi
akuntan untuk merancang metoda akuntansi yang dapat diterima (acceptable) untuk
tujuan memperkecil beban pajak atau menaikkan laba yang dilaporkan.
Ketidakkonsistenan dalam praktik tersebut menimbulkan suatu masalah. Gellein,
(1980) mantan anggota APB dan FASB, berkomentar bahwa tidak adanya rerangka
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
21
konseptual yang jelas, telah menyebabkan berlakunya Hukum Gresham dalam
akuntansi: ”praktik yang jelek akan memikirkan atau mengganti praktik yang baik”
(Gellein, 1980).
Perdebatan mengenai rerangka konseptual muncul, baik FASB maupun Australian
Accounting Research Foundation (AARF) termasuk di Indonesia mengikuti cara-cara
yang digunakan badan profesional sebelumnya untuk mengatasi masalah akuntansi
tertentu. Sebab tidak ada teori akuntansi yang dapat diterima secara umum,
rekomendasi dari badan berwenang hanya dipandang sebagai solusi ad hoc (khusus)
untuk menekan masalah-masalah yang muncul pada waktu itu. Dan bersifat sementara.
Padahal masalah yang muncul semakin banyak dan beragam. Sehingga perlu kearifan
akademis dan kehati-hatian dalam menyelesaikan masalah ini. Untuk itu, perlu juga
diperhatikan reviu sejarah untuk perumusan teori akuntansi. Menurut Storey (1964,
52) menyimpulkan bahwa “Penyelesaian yang bersifat ad hoc (khusus) yang
dihasilkan dari pendekatan play-it-by-ear jarang menghasilkan penyelesaian akhir
yang memuaskan (sekalipun mempertimbangkan dinamika akuntansi)”. Pendekatan
“play-it-by-ear” adalah pendekatan yang dilakukan sesuai dengan kondisi yang
berubah-ubah, bukannya pendekatan yang dilakukan dengan membuat rencana yang
tetap, yang telah ditentukan sebelumnya.
Sedangkan Solomon, (1983, 109) berpendapat bahwa seseorang harus membuat
pertimbangan tertentu tentang jenis akuntansi yang diinginkan. Salomon menolak
pemakaian standar akuntansi yang ditetapkan dari pengamatan induktif karena hasil
proses tersebut menunjukkan kondisi “benar”, sebagai berikut: “Suatu prinsip atau
praktik akan dinyatakan sebagai sesuatu yang “benar” karena hal tersebut diterima
secara umum, prinsip atau praktik tersebut tidak akan diterima secara umum karena
prinsip tersebut dikatakan “benar”.
Selanjutnya dinyatakan pula, bahwa rerangka konseptual dapat digunakan untuk
mengatasi campur tangan politik pemerintah dalam menyusun laporan keuangan yang
obyektif, netral dan independen. Hal ini tidak mengherankan sebab kebijakan
akuntansi hanya dapat diimplementasikan dengan melakukan impelemntasi
pertimbangan nilai (value judgment). Terutama berkaitan dengan masalah yang
dihadapi.
C. PERUMUSAN RERANGKA KONSEPTUAL
Proses perumusan rerangka konseptual pada dasarnya merupakan proses evaluasi
yang dihasilkan dari pekerjaan atau proyek sebelumnya. Ada berbagai publikasi dari
kegiatan dalam perumusan rerangka konseptual, misalnya di USA nampak pada tabel di
bawah ini.
Tabel 2
PUBLIKASI PERUMUSAN RERANGKA KONSEPTUAL
TAHUN 1966 S.D. 1977
JUDUL PENERBIT TAHUN
A Statement of Basic Accounting Theory (ASOBAT) AAA 1966
Basic Concept and Accounting Princiles Underlying Financial
Statement of Business Enterprises (APB Opinion No. 4)
APB 1970
Objectives of Financial Statement (Trueblood Committee Report) AICPA 1973
Statement of Accounting Theory and Theory Acceptance (SATTA) AAA 1977
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
22
Adanya publikasi rerangka konseptual di atas, akhirnya membuat FASB
melakukan evaluasi dan mempelajari kembali berbagai hasil publikasi tersebut. Sehingga
pada tahun 1976 FASB mengeluarkan “Conceptual Framework for Financial Accounting
and Reporting: Element of Financial Statement and Their Measurement” yang dituangkan
dalam “Discussion Memorandum” Kemudian setelah itu, dalam periodik 1978-1985
FASB dengan “DM” nya telah mengeluarkan 6 (enam) komponen rerangka konseptual
yang diberi nama Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) sebagai berikut:
Tabel 3
KOMPONEN RERANGKA KONSEPTUAL
SFAC JUDUL ISI TAHUN
1
Objectives of Financial Reporting by Business
Enterprises.
Tujuan yang akan dicapai dalam
pelaporan keuangan
1978
2
Qualitative characteristcs of Accounting
Information
Kualitas informasi yang harus
dipenuhi dalam pelaporan
keuangan agar bermanfaat
1980
3
Elements of Financial Statement of Busiiness
Enterprises
Definisi dan karakteristik elemen
laporan keuangan
1980
4
Objectives of Financial Reporting by
Nonbusiness Oranizations
Tujuan yang akan dicapai dalam
pelaporan keuangan organisasi non
laba
1980
5
Recognition and Measurement in Financial
Statement of Business Enterprises
Kriteria pengakuan dan atribut
pengukuran elemen laporan
keuangan
1984
6
Element of Financial Statement a Replecement
of FASB Concepts Statement No. 3
Pengganti SFAC No. 3 dan berlaku
juga bagi organisasi non laba
1985
Ruang lingkup dan komponen rerangka konseptual menurut FASB:
1. Tujuan rerangka konseptual mengindentifikasikan pelaporan keuangan;
2. Konsep dasar (basic concept) mencakup karakteristik kualitatif dari informasi yang
dihasilkan dan definisi elemen laporan keuangan; dan
3. Rerangka konseptual berisi pedoman operasional yang akan digunakan akuntan dalam
menentukan dan menerapkan standar akuntansi. Secara grafis dapat dilihat pada
gambar lima berikut:
Gambar 5
HIRARKI INFORMASI LAPORAN KEUANGAN
FIRST HIRARKI
SECOND HIRARKI
TUJUAN LAPORAN KEUANGAN
Karakteristik
Kualitatif
Elemen
(Akun)
provide
information
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
23
Pada hirarki pertama berisi tujuan laporan keuangan yang menjelaskan tujuan dan
dimensi laporan untuk menyediakan informasi. Hendaknya pada hirarki ini tidak hanya
menjelaskan isi laporan keuangan saja tetapi juga berisi: useful in investment and credit
decisions, useful in assesing future cash flows, and about enterprise resources, and
change in them. (SFAC No, 1). Sementara itu dalam PSAK No. 1 (2007), dijelaskan
bahwa tujuan laporan keuangan adalah “menyediakan informasi yang menyangkut posisi
keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat
bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi” (par. 12).
Terutama informasi bagi pemakai laporan keuangan yaitu: investor, karyawan, pemberi
pinjaman, pemasok dan kreditur usaha lainnya, pelanggan, pemerintah, dan masyarakat.
(par. 09). Informasi yang disajikan meliputi semua komponen laporan keuangan, yaitu:
a) neraca;
b) laporan laba rugi;
c) laporan perubahan ekuitas;
d) laporan arus kas; dan
e) catatan atas laporan keuangan. (par. 07)
Selain itu, dapat pula perusahaan menyajikan laporan tambahan lainnya, seperti
laporan mengenai lingkungan hidup, laporan nilai tambah (value added), analisis telaah
keuangan. Semua laporan ini sebagai pelengkap untuk memberikan informasi tambahan
bagi pemakai laporan keuangan, sehingga seluruh informasi dapat disajikan secara
lengkap dan obyektif.
Pada hirarki kedua berisi karakteristik kualitatif dan elemen laporan keuangan
(akun), dimana rerangkan konseptual pada hirarki ini terdiri dari conceptual building
block yang menjelaskan karakteristik informasi laporan keuangan tersebut dan
mendefinisikan elemen pelaporan keuangan. Building block ini membentuk jembatan yang
menghubungkan mengapa akuntansi diperlukan? Dalam karakteristik kualitatif ini
dijelaskan sebagai berikut:
a. Primary Qualitaties terdiri dari:
Relevansi (predictive value, dan timeliness), Reliabilitas (verifiability,
representational faithfulness, dan neutrallity). Selanjutnya Informasi dikatakan,
Relevan bila informasi tersebut memiliki manfaat, sesuai dengan tindakan yang
akan dilakukan oleh pemakai laporan keuangan. Selain itu relevansi memilik
tingkatan tertentu. Tingkatan tersebut akan berbeda diantara para pemakai dan
sangat tergantung pada kebutuhan akan informasi dan kondisi tertentu yang
dihadapi para pengambil keputusan.
Keandalan, merupakan kualitas informasi yang menyebabkan pemakai
informasi akuntansi sangat tergantung pada kelayakan informasi yang diperoleh
atau disajikan. Selain itu keandalan informasi sangat tergantung pada kemampuan
suatu informasi untuk menggambarkan secara wajar keadaan atau peristiwa yang
sebenarnya secara obyektif.
Dalam konsep Cost and Benefit Ratio, informasi dikatakan mempunyai
kendala bila dikaitkan dengan pertimbangan kos dan manfaat, karena dalam
THIRD
ASSUMPTIONS PRINCIPLES CONSRAINTS
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
24
penyajian laporan keuangan sangatlah sulit untuk dapat melakukan penilaian dan
pengukuran secara wajar terhadap manfaat dari informasi tersebut. Sedangkan
dalam konsep lain, Materialitas, adalah penyajian informasi tertentu akankah
mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap keputusan informasi, bila
informasi itu diasajikan atau ditiadakan sama sekali.
b. Secondary Qualitlities terdiri dari: Comparability; (daya banding), informasi
mempunyai manfaat kalau informasi tersebut mempunyai daya banding baik antar
periodik maupun antar perusahaan sedangkan Consistency (konsistensi) atau
keajegan, adalah berkaitan denganpenggunakan suatu metoda taukebijakan
akuntansi secara konsisten dan tidak dapat dilakukan perubahan tertentu setiap
periodik, kecuali hal lain yang mengharuskan perusahaan untuk melakukan
perubahan atau penggantian metoda akuntansi yang digunakan.
Sedangkan elemen (akun) pelaporan terdiri dari; Assets, Liabilities, Equity,
Investment by Owners, Distribution to Owners, Comprehensive Income, Revenues,
Expenses, Gains, and Losses.
SFAC dalam pernyataan No. 5 menyebutkan bahwa kriteria pengakuan
umumnya konsisten dengan praktik akuntansi berjalan dan tidak ada perubahan
yang mendasar. Selanjutnya SFAC tersebut melalui discussion memorandum,
mengakui ada lima dasar pengukuran yang dapat digunakan untuk menetukan nilai
aset dan utang sebagai berikut:
1. Biaya historis (historical cost), yaitu jumlah kas atau setara kas yang
dikeluarkan untuk memperoleh aset sampai aset tersebut siap dipakai.
2. Biaya pengganti (replacement cost), yaitu jumlah kas atau setara kas yang
harus dibayar jika aset sejenis atau sama diperoleh pada saat sekarang (harga
wajar).
3. Biaya terkini (current cost), yaitu jumlah kas atau setara kas yang diperoleh
dengan menjual aset pada saat kegiatan normal perusahaan (harga pasar).
4. Nilai bersih yang dapat direalisasi (net reliazible cost), yaitu jumlah kas atau
setara kas yang diperoleh jika aset diharapkan akan dijual setelah dikurangi
dengan biaya langsung (harga bersih realisasi).
5. Nilai sekarang aliran kas mendatang (present value future cost), yaitu nilai
sekarang aliran kas masa mendatang yang akan diperoleh seandainya aset
dijual pada masa yang akan datang.
Pada hirarki ketiga berisi postulat (dalil), prinsip, dan keterbatasan. Hirarki
ini merupakan pedoman operasional yang harus digunakan dalam mengukur dan
mengakui elemen laporan keuangan dan menyajikan informasi tersebut secara
wajar (fair), lengkap (full), dan cukup (adequate), sesuai dengan prinsip akuntansi
berterima umum (PABU).
D. EVALUASI RERANGKA KONSEPTUAL
Di Amerika Serikat, berbagai kritik banyak ditujukan pada proyek konseptual.
Karena banyak proyek ini yang gagal, meskipun tidak semua, tetapi sebagian dapat
dikatakan berhasil dalam proyek rerangka konseptual ini, namun keberhasilan
proyek rerangka konseptual tersebut berjalan agak lambat. Analisis terhadap kritik
tersebut akan memungkinkan dalam membantu memahami alasan mengapa rerangka
konseptual tersebut berkembang lambat. Hal tersebut hendaknya menjadi perhatian
dan membantu pengembangannya di Indonesia atau memperbaiki bagian-bagian yang
masih memiliki kelemahan tersebut secara terencana dan kontinyu.
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
25
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam analisis tersebut. Pertama
adalah dengan menganggap bahwa rerangka konseptual seharusnya merupakan
Pendekatan “Ilmiah” (scientific), yang didasarkan pada metoda-metoda yang
umumnya digunakan dalam penelitian ilmiah dan kedua Pendekatan Profesional
(Godzali, 2001,147). Kedua pendekatan tersebut diuraikan sebagai berikut:
1. Pendekatan Ilmiah
a) Deskriptif dan Non-Operasional
Apabila kita memperhatikan berbagai isu dan perdebatan dalam akuntansi, kita
sering dihadapkan pada pertanyaan mendasar seperti: apakah yang dimaksud
dengan nilai (value)? Bagaimana kita menilai elemen laporan keungan seperti
aset dan utang? Salah satu tujuan dari rerangka konseptual adalah untuk
mejawab pertanyaan tersebut sehingga dapat menghindari argumen repetative
terhadap arti dari istilah elemen laporan keuangan. Seringkali yang menjadi
masalah adalah apakah kesepakatan yang dicapai dalam mendefinisikan elemen
laporan keuangan merupakan hal yang penting, seperti halnya dalam ilmu
pengetahuan murni? Gerboth (1987) berpendapat bahwa pengetahuan substantif
berasal bukan dari investigasi bukannya didasarkan pada kesepakatan terhadap
definisi.
b) Asumsi Ontologis dan Epistemologi
Beberapa filusofis pengetahuan, antara lain Feyerabend (1987) berpendapat
bahwa kebenaran ilmiah tidak bersifat absolut. Suatu pernyataan atau keyakinan
dapat diterima setelah terbukti kebenarannya sesuai dengan aturan yang
disepakati dalam metodologi ilmiah. Hines (1988) berpendapat bahwa masalah
dalam realisme ekonomi atau pendekatan pengukuran yang diadopsi oleh
rerangka konseptual di USA adalah masalah yang sering dijumpai dalam
masyarakat ilmiah.
Tujuan utama pendekatan tersebut dalam ilmu pengetahuan adalah untuk
mendapatkan pemahaman tentang lingkungan sehingga memungkinkan untuk
beroperasi lebih efektif dalam lingkungan tersebut. Asumsi juga dibuat terhadap
karakteristik perilaku (maksimasi kemakmuran, kebutuhan informasi pemakai
seperti aliran kas masa mendatang dan nilai terkini, dan cara-cara bagaimana
orang berhubungan dengan orang lain dan masyarakat).
c) Perputaran Logika
Salah satu jujuan dari rerangka konseptual adalah memberikan pedoman
bagi praktik akuntansi setiap hari. Apabila diperhatikan, rerangka konseptual
FASB kelihatan seperti mengikuti alur ilmiah, yaitu menghasilkan prinsipprinsip
dan praktik akuntansi dari suatu teori yang digeneralisasikan. Namun
kenyataannya, rerangka konseptual tersebut gagal memenuhi kriteria pengujian.
Rerangka konseptual tersebut lebih didasarkan pada “perputaran logika”
(circularity of reasoning) yang tidak berujung pangkal dalam rerangka itu
sendiri. Rerangka konseptual berusaha untuk memecahkan perputaran logika
tersebut dengan mengacu pada pernyataan bahwa pemakai laporan keuangan
memiliki pengetahuan yang cukup dan sesuai untuk menentukan dan
menginterprestasikan laporan keuangan. Akan tetapi, rerangka konseptual tidak
memberikan pedoman khusus tentang bagaimana hal tersebut dapat dicapai.
d) Disiplin yang Tidak Ilmiah
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
26
Apakah akuntansi dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan murni (pure
science)? Rerangka konseptual mungkin mengadopsi pendekatan ilmiah.
Elemen-elemen empiris dan teoritis, dalam akuntansi didefinisikan secara bebas
(loossely). Namun kenyataannya tidak semua ilmu pengetahuan dihasilkan dari
pendekatan secara ilmiah, khususnya akuntansi harus menggunakan pendekatan
atau metoda lainnya, yaitu non ilmiah. Sebab akuntansi tersebut berkaitan pula
dengan perilaku, sehingga selain pure science harus dilengkapi pula non pure
science. Misalnya berbagai disiplin ilmu lainnya, seperti, bahasa, jiwa,
lingkungan dan sosial.
2) Nilai Profesional
a. Rerangka Konseptual sebagai Dokumen Kebijakan
Sebagai seperangkat pengetahuan yang digeneralisasikan, rerangka
konseptual gagal memenuhi pengujian ilmialh. Sekalipun kita beragumen bahwa
realitas hanya merupakan hasil dari konstruksi sosial, namun tidak ada proses
deduktif yang melekat dalam rerangka konseptual. Tidak dapat dipungkiri proses
tersebut sebenarnya diperlukan untuk menerapkan rerangka konseptual pada
fenomena empiris yang ada. Hal ini dimaksudkan untuk mengubah realitas ke arah
tatanan yang lebih disukai sesuai dengan tujuan yang diasumsikan. Kenyataan
yang menunjukan apakah rerangka konseptual dapat dipandang sebagai model
normatif untuk praktik akuntansi, juga merupakan masalah.
Alternatif untuk memandang rerangka konseptual sebagai model normatif
yang diturunkan dari pendekatan deduktif atau ilmiah adalah dengan melihatnya
sebagai model kebijakan. Perbedaan antara teori dan kebijakan merupakan hal
yang penting karena isu kebijakan dapat dipecahkan dengan alat politik. Rerangka
konseptual FASB dapat dipandang sebagai pendekatan konstitusional yang
sebagian besar mendukung prinsip-prinsip yang telah ada.
b. Nilai Profesional dan Perlindungan Diri (self-preservation)
Perlindungan diri memiliki arti pencarian terhadap kepentingan sendiri,
sementara nilai profesional mengarah pada idealisme dan ketidakegoisan
(altruism). Greenwood (1978) mengatakan bahwa organisasi profesional muncul
sebagai perwujudannn dari kesadaran terhadap pentingnya profesi dan
mempromosikan kepentingan dan tujuan kelompok tertentu.
Gerboth (1973) menegaskan bahwa keberadaan tanggung jawab
profesional menyebabkan keputusan yang diambil oleh akuntan dianggap obyektif.
Gerboth menambahkan bahwa segala sesuatu yang menyangkut pengambilan
keputusan yang dilakukan oleh akuntan didasarkan pada pertimbangan profesional
yang dilandasi tanggung jawab profesional, dan bukan didasarkan pada keputusan
yang bersifat arbiter.
Agrawal (1987) menemukan bahwa berbagai isu yang menyangkut daya
banding (comparability) dan efektivitas biaya tidak dapat dipecahkan dengan
rerangka konseptual. Isu tersebut hanya dapat dipecahkan dengan menggunakan
pertimbangan (judgment) yang bersifat subyektif. Sementara, pertimbangan
sebagian besar juga didasarkan pada nilai-nilai profesional. Adanya
ketidaksepakatan terhadap standar akuntansi normatif juga didukung oleh Demski
(1973). Dia mengatakan bahwa atas dasar bukti yang ada, secara umum tidak ada
standar yang mampu mengindentifikasikan alternatif akuntansi yang paling disukai
tanpa mengaitkannya dengan keyakinan dan preferensi pribadi (individu)
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
27
keyakinan dan preferensi semacam itu merupakan campuran antara nilai pribadi
dan nilai profesional. Oleh karena itu, Bromwich (1980) yakin bahwa pendekatan
yang optimal dalam menentukan standar akuntansi adalah dengan mengeluarkan
seperangkat standar sepotong-potong (parsial) yang membahas masalah akuntansi
secara terpisah.
Konsep yang kurang idealis dari nilai-nilai profesional adalah konsep
otoritas dan monopoli profesional. Konsep ini sesuai dengan pendekatan konstitusi
(constitusional approach ) yang diajukan oleh Buckley ( 1980 ) dan argumen yang
dilakukan oleh profesi akuntan. Sedangkan Hines (1989) berpendapat bahwa
kemampuan profesi akuntansin untuk mempertahankan legitimasi sebagai suatu
profesi pada akhirnya akan dinilai oleh masyarakat. Hal inilah yang mendorong
munculnya kebutuhan akan rerangka konseptual. Hines juga berpendapat bahwa
apabila masyarakat memandang praktik akuntansi tidak lebih dari sekumpul
metoda akuntansi yang tidak berkaitan dan bersifat arbiter, maka legitimasi sosial
terhadap profesi akuntansi akan berkurang atau bahkan bisa hilang.
E. PERUMUSAN RERANGKA KONSEPTUAL DI INDONESIA
Secara umum dapat dikatakan bahwa proyek rerangka konseptual FASB
merupakan proyek yang dianggap paling maju dalam menciptakan “konstitusi
akuntansi”. Agar efektif, rerangka tersebut harus mampu diterima secara umum,
menggambarkan perilaku kolektif, dan melindungi kepentingan publik di bidang
kegiatan yang dipengaruhi oleh pelapor keuangan. Rerangka konseptual harus dapat
dipraktikkan dan dapat diterima oleh semua pihak yang berkepentingan. Salah satu
cara yang dapat digunakan untuk menentukan keberterimaan rerangka konseptual
adalah dengan memastikan kelayakan (soundness) penalaran yang melandasi rerangka
konseptual (Belkaoui, 1993, 213). Sementara itu, Hongren (1981) mengatakan bahwa,
“Peranan utama rerangka konseptual pada akhirnya ditujukan pada usaha untuk
meningkatkan kemungkinan keberterimaan dari pernyataan tertentu yang diusulkan
atau telah ada. Semakin baik asumsi yang digunakan akan semakin lengkap analisis
yang dilakukan terhadap fakta, maka semakin besar kesempatan untuk mendapatkan
dukungan dari pihak yang memiliki kepentingan yang berbeda dan mempertahankan
serta meningkatkan kekuatan FASB”.
Pengujian akhir terhadap rerangka konseptual, terletak pada implementasi dan
kelangsungan hidupnya. Kasus di Amerika yang dikemukakan oleh Dopuch dan
Sunder (1980). Menunjukkan bahwa rerangkan konseptual kelihatannya tidak mampu
memcahkan isu akuntansi utama atau dalam menentukan suatu standar akuntansi.
Apalagi yang berkaitan dengan perkembangan baru (fenomena) yang terjadi dalam
praktik akuntansi, sehingga harus dikaitkan pula dengan dunia usaha yang selalu
berkembang dan dinamis. Fenomena baru tersebut tentu akan memerlukan rerangka
konseptual dan akhirnya merumuskan standar akuntansi sebagai landasan untuk dapat
digunakan dan diimplementasikan apakah sebagai judgment of accounting atau acuan
(standar akuntansi) dalam pembuatan laporan keuangan perusahaan. Sejalan dengan
perkembangan dan fenomena yang terjadi, bagaimana dengan virtual market,
intellectual capital, dan masalah lainnya? Sejalan dengan semakin derasnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka hal ini harus segera dicarikan
jalan keluarnya agar tidak terjadi kerancuan, terutama dalam praktik akuntansi.
Sehingga ada kepastian acuan atau pedoman bagi kalangan dunia usaha (bisnis) untuk
kondisi di USA (dunia internasional) dalam konteks praktik dunia usaha internasional.
Secara khusus berkaitan dengan praktik bisnis di Indonesia, perumusan rerangka
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
28
konseptual ini sangat diperlukan sebagai langkah awal dalam upaya untuk
mewujudkan perumusan teori akuntansi yang betul-betul sesuai dengan kondisi dan
lingkungan bisnis di Indonesia.
Di Indonesia rerangka konseptual (standar akuntansi) mulai dikenalkan sejak
bulan September 1994 oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yang telah mengambil
kebijakan untuk mengadopsi rerangka konseptual yang disusun oleh International
Accounting Standard Committee (IASC) sebagai dasar dalam rerangka dan dasar
penyusunan dan penyajian laporan. Kebijakan ini telah disetujui oleh Komite Prinsip
Akuntansi Indonesai (PAI) Pusat pada tanggal 24 Agustus 1994 dan disahkan oleh
Pengurus Pusat IAI tanggal 7 September 1994. Kemudian IAI memberikan nama
rerangka konseptual Indonesia dengan istilah: “Kerangka Dasar Penyusunan dan
Penyajian Laporan Keuangan.” Selanjutnya rerangka ini dapat digunakan oleh semua
pihak sebagai acuan dalam menjalankan berbagai kegiatan (perusahaan) antara lain:
a) Komite penyusun standar dalam pelaksanaan tugasnya;
b) Penyusunan laporan keuangan, untuk mengurangi masalah-masalah akuntansi
yang belum diatur dalam pernyataan standar akuntansi (PSAK);
c) Dasar auditor dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan keuangan
disusun telah sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum (PABU); dan
d) Para pemakai laporan keuangan, dalam menafsirkan informasi yang disajikan
dalam laporan keuangan.
Secara garis besar rerangka konseptual ini berisi hal-hal berikut:
1) Tujuan laporan keuangan;
2) Karakteristik kualitatif yang menetukan manfaat inforasi yang disajikan dalam
laporan keuangan;
3) Definisi, pengakuan dan pengukuran elemen-elemen yang membentuk laporan
keuangan; dan
4) Kosep modal dan pemeliharaannya.
PERLATIHAN
1. Apa yang disebut rerangka konseptual, jelaskan!
2. Mengapa rerangka konseptual diperlukan dalam perumusan teori akuntansi, jelaskan!
3. Bagaimana perumusan rerangka konseptual di USA, sebut dan jelaskan beberapa
publikasi berkaitan dengan perumusan rerangka konseptual tersebut.
4. Jelaskan peranan rerangka konseptual dalam proses perumusan dan penetapan standar
akuntansi.
5. Mengapa dalam pelaporan keuangan diperlukan perekayasaan akuntansi, jelaskan.
6. Apa yang Saudara ketahui tentang rerangka konseptual, dan bagaimana hubungannnya
dengan parktik akuntansi, jelaskan!
7. Bagaimana perumusan rerangka konseptual di Indonesia, dapatkah menyelesaikan
masalah yang dihadapi berkaitan dengan penentuan standar akuntansi, jelaskan.
8. Secara umum rerangka konseptual tidak dapat menyelesaikan semua masalah.
Setujukah Saudara dengan pernyataan ini? Jelaskan
9. Bilamana suatu rerangka konseptual dinyatakan mampu menyelesaikan suatu
masalah? Apakah perbedaan yang mendasar antara rerangka konseptual dengan
‘konstitusi’ dalam akuntansi.
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
29
10. Sebut dan jelaskan beberapa lembaga penyusun standar akuntansi baik untuk di USA
maupun di Indonesia.
11. Dapatkah suatu konsep virtual market dan intellectual capital dikategorikan sebagai
rerangka konseptual, jelaskan!
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
30
BAB III
STANDAR AKUNTANSI BERTERIMA UMUM
PENDAHULUAN
Dalam praktik bisnis sering dijumpai bahwa laporan keuangan harus disusun sesuai
dengan prinsip akuntansi berterima umum (PABU) di Indonesia atau Generally Accepted
Accounting Principles (GAAP) di USA. Prinsip tersebut pada dasarnya akan menentukan
kualitas informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Meskipun GAAP sering
dipakai dalam praktik akuntansi, namun istilah GAAP atau PABU ini hendaknya dapat
didefinisikan secara jelas.
Ketidakjelasan definisi tersebut dapat dilihat dari berbagai pendapat. Misalnya, Grady
(1965) dalam Godzali dan Chariri (2003, 82) menunjukkan bahwa berbagai metoda
akuntansi banyak digunakan pada laporan keuangan yang dipublikasikan. Hal ini
menunjukkan bahwa perusahaan bebas menggunakan metoda akuntansi selama metoda
tersebut dapat diterima dalam praktik bisnis. Namun demikian, melihat substansi dari
perdebatan yang selama ini muncul, GAAP mungkin dapat didefinisikan sebagai
sekumpulan konsep, standar, prosedur, metoda, konvensi, kebiasaan dan praktik yang
dipilih dan dianggap dapat diterima secara umum dalam menyusun, menyajikan dan
mengiterpretasikan laporan keuangan dalam lingkungan tertentu.
Sumber-sumber GAAP tersebut dipandang sebagai suatu hirarki yang sering
dinamakan ‘The House of GAAP”. Otoritas dari pedoman akuntansi terletak pada berbagai
posisi resmi dari profesi dan komisi pasar modal. Tingkat pertama merupakan sumber
utama acuan sebagai dasar dalam memecahkan berbagai masalah dalam praktik akuntansi.
Apabila pada tingkat pertama tidak ditemui dan atau belum mampu digunakan untuk
memecahkan masalah yang dihadapi maka dapat dicapai pada tingkat kedua dan
seterusnya.
A. PENGERTIAN STANDAR AKUNTANSI
Menurut Paul Grady (1965), menyatakan bahwa berbagai metoda akuntansi banyak
digunakan pada laporan keuangan yang dipublikasikan. Hal ini menunjukkan bahwa
perusahaan bebas menggunakan metoda akuntansi selama metoda tersebut dapat diterima
dan disahkan dalam praktik bisnis. Namun demikian, sebagai acuan GAAP telah
merumuskan bahwa standar akuntansi merupakan sekumpulan konsep, standar, prosedur,
metoda, konvensi, kebiasaan dan praktik yang dipilih dan dianggap dapat berterima umum
dalam menyusun, menyajikan dan menginterpretasikan laporan keuangan dalam
lingkungan tertentu, (Godzali, 2003, 120).
Untuk dapat mendefiniskan istilah berterima umum adalah dengan menggambarkan
kondisi yang mendasari praktik akuntansi keuangan sehingga dapat berterima umum
(generally accepted). Misalnya suatu standar tidak lagi dipermasalahkan bila, pengguna
telah mengimplementasikan standar tersebut dalam penyajian laporan keuangannya.
Kecuali standar tersebut dinilai tidak mampu untuk mengakomodasi perkembangan dan
kemajuan teknologi informasi dan bisnis, maka perlu evaluasi dan penyesuaian sesuai
dengan perkembangan tersesebut. Menurut Skinner (1972), bahwa untuk memilih dan
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
31
menentukan metoda akuntansi mana yang harus dipakai atau dipilih maka sebaiknya harus
memenuhi kondisi berikut:
1) Metoda tersebut dapat diterapkan sesuai dengan kondisi lingkungan;
2) Metoda tersebut dibuat dalam bentuk pengumuman (pronouncement) dari komunitas
akuntansi profesional; dan
3) Metoda tersebut didukung oleh para pemikir dan akademisi di bidang akuntansi dalam
bentuk tertulis.
Sejarah perkembangan akuntansi menunjukkan bahwa berbagai referensi yang berkaitan
dengan GAAP makin berkembang pesat. Hal ini dapat dilihat dari berbagai pernyataan,
opini, dan pengumuman resmi yang dikeluarkan oleh badan berwenang. Misalnya FASB
mengeluarkan Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) dan interpretasinya.
Selain itu terdapat juga opini dari APB Opinion dan penelitian akuntansi yang dikeluarkan
AICPA (American Institute Certified Public Accountant). Sedangkan sumber lainnya dari
GAAP seperti:
1) Pedoman akuntansi dan audit industri serta interpretasi akuntansi yang dikeluarkan
oleh AICPA;
2) Publikasi FASB lainnya seperti buletin teknis dan pernyataan yang dikeluarkan
(misalnya: APB Opinion No. 4);
3) Publikasi-publikasi komisi pasar modal seperti Accounting Series Release (ASR);
4) Praktik-praktik yang diakui seperti yang ditunjukkan dalam publikasi AICPA
tahunan yang dinamakan Accounting Trends and Techniques (ATT); dan
5) Makalah atau tulisan yang membahas isu-isu tertentu yang dikeluarkan oleh
AICPA, pernyataan konsep-konsep FASB, buku ajar (text book) atau artikel ilmiah
lainnya.
Jadi, standar akuntansi adalah sebagai pedoman umum dalam penyusunan dan
penyajian laporan keuangan secara wajar, yang merupakan pernyataan resmi berkaitan
dengan masalah akuntansi tertentu. Standar ini dikeluarkan oleh badan berwenang
pembuat standar (standard setting body) dan berlaku mengikat untuk lingkungan entitas
tertentu. Standar akuntansi umumnya berisi tentang, definisi, pengukuran atau penilaian,
pengakuan, dan pengungkapan elemen laporan keuangan. Oleh karena itu, standar
akuntansi merupakan pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh badan berwenang yang
mengikat maka ia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari prinsip akuntansi
berterima umum. Sebab standar akuntansi akan memberikan aturan-aturan umum dan
sebagai pedoman yang bersifat praktis untuk membantu pekerjaan akuntan dan
manajemen perusahaan dalam merumuskan dan melaporkan kinerjanya dan sebagai
bagian dari:
1. Pemerian tentang masalah yang dihadapi;
2. Diskusi makul (kemungkinan menghasilkan teori mendasar) atau cara-cara
memecahkan masalah; dan
3. Dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan atau teori maka diajukan suatu
simpulan.
Edey (1977), mernyatakan berkaitan dengan subyek standar membagi standar ke dalam
empat tipe utama: Tipe 1 menyatakan bahwa akuntan harus memberitahukan kepada
pemakai (users) tentang apa yang mereka kerjakan, dengan cara apa mengungkapkan
metoda dan asumsi yang dipakai. Tipe 2 membantu pencapaian beberapa keseragaman
penyajian tentang pernyataan akuntansi tertentu. Tipe 3 menghendaki pengungkapan halhal
khusus yang mungkin akan dapat berpengaruh pada pertimbangan (judgment)
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
32
pemakai. dan Tipe 4 menghendaki keputusan implisit atau eksplisit yang harus dibuat
tentang penilaian aset dan penentuan laba yang disetujui.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya terdapat tiga istilah atau
konsep penting yang sangat berbeda maknanya, yaitu prinsip akuntansi (accounting
principles), standar akuntansi (accounting standard), dan PABU (GAAP). Prinsip
akuntansi adalah segala ideologi, gagasan, asumsi, konsep, postulat, kaidah, prosedur,
metoda, dan teknik akuntansi yang tersedia baik secara teoritis maupun praktis yang
berfungsi sebagai pengetahuan. Prinsip tersebut masih dalam bentuk gagasan yang
mungkin belum dipraktikkan, (Suwarjono, 2005, 121-122).
Standar akuntansi merupakan prinsip, metoda dan teknik akuntansi yang diapaki
sebagai acuan atas dasar bingkai konsep dan disusun oleh badan penyusun standar, yang
dituangkan dalam dokumen resmi di dalam suatu negara atau lingkungan tertentu. Standar
akuntansi ini dipakai sebagai pdemon utama dalam memperlakukan laporan keuangan
secara wajar. Misalnya: PSAK No.1-59 di Indonesia untuk sektor bisnis
konvensional/syariah, SAP No. 1-11 untuk organsasi pemerintahan. Sedangkan PABU
adalah sebagai bingkai pedoman yang terdiri atas standar akuntansi dan sumber lain yang
berlaku secara resmi. PABU tidak sama dengan standar akutansi dan berbeda pula pula
dengan prinsip akuntansi. Namun ketiga hal tersebut mempunyai kaitan yang sangat erat
yang membentuk bingkai PABU sebagai suatu acuan. Hubungan ketiga hal itu
digambarkan sebagai berikut:
GAMBAR 6
HUBUNGAN ANTAR PRINSIP AKUNTANSI, STANDAR AKUNTANSI, DAN PABU
Sumber: diadaptasi dari Suwarjono, 2005, 123
Prinsip Akuntansi,
(semua konsep, ketentuan,
prosedur, metoda, dan
teknik yang tersedia secara
teoritis dan praktis)
Ketentuan yang diatur
dalam standar akuntansi,
termasuk peraturan badan
otoratif, dan konvensi
Standar Akuntansi Praktik Sehat
(sound practices)
PABU
(GAAP)
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
33
B. STANDAR AKUNTANSI
Standar akuntansi mungkin dapat dikatakan sebagai pedoman umum dalam penyusunan
dan penyajian laporan keuangan. Karena standar akuntansi merupakan pernyatan resmi
berkaitan dengan masalah akuntansi tertentu, yang dikeluarkan oleh badan berwenang
(standard setting body) dan berlaku mengikat untuk lingkungan entitas tertentu. Standar
akuntansi umumnya berisi tentang, definisi, pengukuran atau penilaian, pengakuan, dan
pengungkapan elemen laporan keuangan. Olerh karena itu, standar akuntansi merupakan
pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh badan berwenang yang mengikat dan merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari prinsip akuntansi berterima umum. Karena dalam
pernyataan standar akuntansi tersebut berisi aturan-aturan umum dan mendasar sebagai
pedoman yang bersifat praktis untuk membantu pekerjaan akuntan dan manajemen
perusahaan dalam merumuskan dan melaporkan kinerjanya melalui laporan keuangan
yang dibuat dan sebagai bagian dari:
1. Deskripsi tentang masalah yang dihadapi;
2. Diskusi logis (kemungkinan menghasilkan teori mendasar) atau cara-cara
memcehakan masalah; dan
3. Dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan atau teori maka diajukan suatu
solusi.
Menurut Edey (1977), berdasarkan subyeknya standar dibagi ke dalam empat tipe
utama, yaitu:
1. Tipe 1 menyatakan bahwa akuntan harus memberitahukan kepada pemakai (users)
tentang apa yang mereka kerjakan dengan cara mengungkapkan metoda dan asumsi
(kebjiakan akuntansi) yang dipakai.
2. Tipe 2 membantu pencapaian bebrapa keseragaman penyajian tentang pernyataan
akauntansi tertentu.
3. Tipe 3 menghendaki pengungkapan hal-hal khusus yang mungkin akan dapat
berpengaruh pada pertimbangan (judgment) permakai.
4. Tipe 4 menghendaki keputusan implisit atau eksplisit yang harus dibuat tentang
penilaian aset dan penentuan laba yang disetujui.
C. PERANAN STANDAR AKUNTANSI
Ada beberapa alasan yang menyebabkan penentuan standar akuntansi memiliki
peranan yang penting dalam penyajian laporan keuangan. Alasan tersebut ialah:
1. Memberi informasi akuntansi kepada pemakai tentang posis keuangan, hasil usaha
(laba), dan hal-hal lain yang berkaitan dengan kegiatan perusahaan. Informasi
tersebut diasumsikan jelas, konsisten, dan dapat dipercaya (andal), dan mempunyai
daya banding (comparability);
2. Memberi pedoman dan aturan bagi akuntan publik (khususnya) untuk
melaksanakan kegiatan audit dan menguji validitas laporan keuangan;
3. Memberi data dasar bagi pemerintah tentang berbagai variabel yang dipandang
penting untuk mendukung pengenaan pajak, pembuatan regulasi (aturan),
perencanaan ekonomi, dan peningkatan efisiensi dan tujuan sosial lainnya; dan
4. Menghasilkan prinsip-prinsip dan teori bagi mereka yang tertarik dengan disiplin
akuntansi.
Jadi, standar akuntansi diharapkan dapat menjadi pedoman bagi entitas bisnis atau
pihak lain dalam penyusunan laporan keuangan (bagi manajer), pemakai laporan keuangan
dan auditor dalam memahami dan meverifikasi informasi yang tersaji dalam laporan
keuangan tersebut. Dengan mengunakan standar akuntansi yang seragam dan konsisten,
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
34
diharapkan berbagai phak yang berkepentingan tersebut dapat memahami dan
menginterptretasikan laporan keuangan dari sudut pandang yang sama. Sehingga tujuan
laporan keuangan dapat tercapai dan sesuai dengan keinginan para pemakai. Terutama
untuk pengambilan keputusan ekonomi. Secara umum pemakai laporan keuangan dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
Pemakai langsung: pemilik perusahaan (stackholder), kreditur atau pemasok,
manajemen (pengelola), pemerintah (kantor pajak), karyawan perusahaan, dan pelanggan
(customer).
Pemakai tidak langsung: analisis dan konsultan keuangan, pasar modal, pengacara,
badan pembuat peraturan/undang-undang, agen pelaporan, asosiasi perdagangan dan
profesi, serikat pekerja, pesaing, masyarakat umum, departemen dalam pemerintahan
terkait, dan organisasi non pemerintahan (LSM, organisasi keagamaan, yayasan, maupun
organisasi sektor publik lainnya).
Para pemakai laporan keuangan memiliki tujuan atau kepentingan yang berbeda-beda
dan bahkan bertentangan. Sehingga sebagai konsekunesinya, kedua kelompok pemakia
laporan keuangan tersebut layaknya memerlukan informasi yang berbeda pula sesuai
dengan tujuan dan kebutuhan informasi relevan yang dibutuhkannya. Namun demikian,
standar akuntansi yang selama ini dibuat umumnya ditujukan untuk menyusun laporan
keuangan yang bertujuan umum (general purpose financial statement). Oleh karena
adanya perbedaan kebutuhan informasi. Belkoui (1998), menyebutkan bahwa
kemungkinan ada tiga jenis laporan keuangan, yaitu:
1. Laporan keuangan bertujuan umum (general purpose financial statement) yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan umum pamakai laporan keuangan;
2. Laporan keuangan bertujuan khusus (specific purpose financial statement), untuk
memenuhi pemakai laporan keuangan tertentu;
3. Pengungkapan berbeda untuk tujuan yang berbeda pula dalam menyajikan angkaangka
atau gambaran yang berbeda agar menungkinkan pemakai memiliki
informasi yang relevan.
Apapun bentuk laporan keuangan yang digunakan, beberapa pemakai laporan keuangan
bertindak sebagai kelompok yang dominan. Para pemakai berusaha untuk mempengaruhi
badan penyusun standar agar mengembangkan standar akuntansi yang memenuhi tujuan
atau kepentingan mereka. Kondisi ini dipandang logis karena penentuan standar akuntansi
merupakan proses politik yang melibatkan arena, pelaku, dan bargaining power. Seperti
halnya dalam penetapan standar akuntansi sektor publik (SAKSP) menjalani proses yang
cukup panjang, dan terjadi “perebutan” standard setting body misalnya, antara organisasi
profesi (IAI) dan pemerintah (BAKUN, BPK). Sehingga konsensus akhirnya menjadi
pilihan dalam menentukan standar akuntansi yang akan dipublikasikan. Misalnya dalam
merumuskan standar akuntansi pemerintahan (SAP), pemerintah telah membentuk Tim
Pokja Evaluasi Pembiayaan dan Informasi Keuangan Daerah (Depkeu, BPKP dan
Depdagri) berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK. No. 355/KMK.07/2001).
Tim ini telah berhasil dalam menyusun 11 SAP yang berlaku untuk seluruh instansi
pemerintahan dari pusat dan daerah dan berlaku efektif sejak tahun 2003, khusus untuk
DKI Jakarta. Sedangkan untuk seluruh Indonesia (Pemerintah Propinsi dan Kabupaten)
diberlakukan mulai tahun 2004 (melalui INPRES dan Kepmendagri No. 13 tahun 2006
diganti dengan No. 59 tahun 2007), sehingga dalam laporan pertanggungjawaban
pemerintahan daerah harus membuat dan melampirkan:
1. Laporan Perhitungan APBD (propinsi/kabupaten/kota/instansi/SKPD)
2. Laporan Neraca
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
35
3. Laporan Arus Kas
4. Catatan atas Laporan Keuangan
D. PROSES PENENTUAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN
Penentuan standar akuntansi biasanya dilakukan melalui proses yang bersifat terbuka
(due process). FASB, misalnya, dalam menentukan standar akuntansi mengikuti prosedur
sebagai berikut:
1. Identifikasi masalah dan masalah yang muncul dicatat dalam agenda FASB.
2. Penunjukkan grup yang anggotanya terdiri dari masyarakat akuntansi dan bisnis.
Staf FASB bersama-sama dengan grup tersebut menyiapkan “Discussion
Memorandum” (DM) sesuai dengan masalah yang dihadapi. DM menyosoti
masalah utama dan alternatif yang diajukan badan.
3. DM disebarkan ke publik untuk dievakuasi selama satu periodik paling lambat 60
hari
4. Dengan pendapat dilakukan untuk membahas keunggulan dan kelemahan berbagai
alternatif/pendapat yang diajukan ke FASB.
5. Atas dasar berbagai komentar yang diterima, FASB mengeluarkan “Exposure
Draft” (ED) tentang standar akuntansi yang diajukan ke FASB. Tidak seperti DM,
ED menentukan posisi yang pasti dari FASB tentang masalah yang dibahas.
6. ED disebarluaskan ke masyarakat untuk dievaluasi paling lambat 30 hari.
7. Dengar pendapat dilakukan untuk membahas kebaikan dan kelemahan berbagai
alternatif/pendapat yang diajukan ke FASB.
8. Atas dasar berbagai komentar yang diterima, setelah pengeluaran Exposure Draft,
FASB mengambil langkah sebagai berikut:
a) Mengadopsi standar tersebut sebagai pernyataan resmi.
b) Mengajukan revisi terhadap standar yang yang diusulkan melalui prosedur
”due-process”. Menunda pengeluaran standar dan menyimpan masalah dalam
agenda.
c) Tidak mengeluarkan standar dan menghapus isu dari agenda. Biaya akan
dikeluarkan dari adanya kegiatan
Proses penentuan standar akuntansi di USA di atas didasarkan pada Misi dan Fungsi
FASB berikut ini:
· Misi FASB, ialah membuat dan memperbaiki standar akuntansi dan pelaporan
keuangan.
· Fungsi FASB:
1. Meningkatkan manfaat pelaporan keuangan dengan fokus pada karakteristik;
kualitatif informasi, seperti: relevansi, reliabilitas, daya banding dan konsistensi;
2. Menyesuaikan standar sesuai dengan dinamika perubahan lingkungan keuangan;
3. Mengevaluasi kelemahan berkaitan dengan pelaporan keuangan;
4. Mempromosikan daya banding standar akuntansi internasional sejalan dengan
perbaikan kualitas pelaporan keuangan; dan
5. Memperbaiki pemahaman tentang sifat dan tujuan informasi yang terdapat dalam
laporan keuangan.
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
36
E. PENDEKATAN DALAM PENENTUAN STANDAR AKUNTANSI
Isu tentang pendekatan yang harus dianut dalam penentuan standar telah menjadi
fokus penelitian dan perdebatan selama ini. Kebutuhan terhadap standar akuntansi itu
sendiri sebenarnya merupakan sesuatu yang bersifat kontroversial. Misalnya, beberapa
peneliti berpendapat bahwa dalam mekanisme pasar, telah terdapat media yang efisien
dalam menyediakan informasi keuangan yang diperlukan pemakai. Akibatnya, standar
akuntansi tidak diperlukan lagi guna memperbaiki kualitas informasi dalam proses
pengambilan keputusan. Pendukung regulasi menggunakan argumen kepentingan publik
(public interest). Pada dasarnya, kegagalan pasar atau kebutuhan untuk mencapai tujuan
sosial, akan memaksa dilakukannya regulasi akuntansi. Kegagalan pasar dapat terjadi
karena faktor berikut ini:
1. Keengganan perusahaan untuk mengungkapkan informasi karena perusahaan
tersebut merupakan supplier yang memonopoli informasi;
2. Adanya kesalahan/kecurangan yang disengaja (fraud); dan
3. Informasi akuntansi tidak dihasilkan dengan jumlah yang cukup sebagai barang
milik publik.
Adanya kegagalan pasar tersebut pada akhirnya menimbulkan asimetri informasi,
dimana ada pihak yang banyak memiliki informasi, sementara pihak laintidak memiliki
informasi tertentu. Kebutuhan untuk mencapai tujuan sosial juga mendukung perlunya
regulasi akuntansi. Tujuan tersebut mencakup kewajaran pelaporan, simetri informasi dan
perlindungan terhadap investor.
Sementara perdebatan mengenai manfaat dan keterbatasan regulasi terus berlangsung,
penentuan standar merupakan kenyataan dalam lingkungan akuntansi yang tidak dapat
dihindari. Kebaikan dan kelemahan berbagai bentuk penentuanstandar, baik pendekatan
pasar bebas maupun regulasi, mungkin dapat dipandang sebagai cara untuk memperbaiki
proses penentuan standar. Berikut ini dibahas dua perdekatan yang dapat digunakan dalam
proses penentuan standar akuntansi keuangan, sebagi berikut:
1. Pendekatan Pasar Bebas.
Pendekatan pasar bebas dilandasi asumsi dasar bahwa informasi akuntansi
merupakan komoditas ekonomi serupa dengan barang atau jasa yang lain. Atas
dasar asumsi tersebut, jumlah informasi akuntansi yang disajikan akan dipengaruhi
oleh kekuatan permintaan dan penawaran. Permintaan muncul dari pemakai yang
berkepentingan dengan informasi, sedang penawaran dilakukan oleh perusahaan
dalam bentuk laporan keuangan. Melalui interaksi antara kekuatan pasar tersebut,
akan dicapai suatu keseimbangan (equilibrium) dimana jumlah informasi yang
optimal diungkapkan pada harga yang optimal. Pada saat informasi tertentu
diminta, pasar akan menghasilkan informasi tersebut apabila harga yang
ditawarkan tepat. Konsekuensinya, pasar dipandang sebagai mekanisme yang
ideal untuk menentukan jenis informasi yang harus diungkapkan dan kelompok
penerima informasi. Dengan demikian standar akuntansi akan menentukan
informasi yang dihasilkan dan siapa yang akan menerima informasi tersebut (Kam,
1990, 549-550). Pendukung pendapat ini juga berpendapat bahwa standar
“mandatory” merupakan sesuatu yang tidak diinginkan karena standar tersebut
cenderung menghasilkan informasi yang berlebihan, sementara biaya untuk
menghasilkan informasi tersebut tidak tergantung oleh pemakai.
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
37
2. Pendekatan Regulasi.
Pendukung pendekatan regulasi berpendapat bahwa kegagalan pasar atau asimetri
informasi berkaitan dengan penyajian informasi keuangan bagi pihak
berkepentingan, dapat menurunkan kepercayaan investor. Masalah ini
kemungkinan dapat diatasi melalui regulasi. Penelitian juga menunjukkan bahwa
regulasi khususnya melalui standar akuntansi, bermanfaat bagi penyaji, auditor,
dan agen regulasi. Hal ini disebabkan regulasi memberikan pedoman yang jelas
tentang model pelaporan, verifikasi dan evaluasi tujuan (Rahman, dalam Perera
and Tower, 1992). Para pendukung regulasi beranggapan bahwa kegagalan pasar
dapat terjadi karena berbagai faktor. Faktor tersebut antara lain:
a. Pengendalian monopoli terhadap informasi oleh manajemen;
Hipotesis ini menyatakan bahwa akuntan memiliki pengaruh monopoli terhadap
data yang disajikan dan digunakan oleh pasar. Akibatnya, pasar tidak dapat
membedakan antara pengaruh riil dengan pengaruh akuntansi, dan mungkin akan
disesuaikan oleh perubahan-perubahan akuntansi yang ada (Ball, 1972, 4).
b. Hipotesis Investor Naif. Hipotesis ini menyatakan bahwa investor yang tidak
mengetahui beberapa teknik dan transformasi akuntansi yang komplek, mungkin
akan “dibodohi” oleh pemakai teknik tertentu yang digunakan perusahaan.
Akibatnya mereka tidak mampu menyesuaikan proses pengambilan keputusan
sesuai dengan berbagai prosedur akuntansi yang berbeda.
c. Fiksasi Fungsional (functional fixation). Pada kondisi tertentu, investor mungkin
tidak mampu mengubah keputusan mereka dalam merespon perubahan proses
akuntansi, sesuai dengan data baru yang ada. Kegagalan tersebut sering dinamakan
functional fixation.
d. Angka-angka yang menyesatkan. Karena akuntansi didasarkan sepenuhnya pada
penilaian aset dan berbagai prosedur alokasi yang arbitrer dan incorrigible (tidak
dapat diperbaiki), autput akuntansi mungkin tidak bermakna dan menyesatkan
dalam proses pengambilan keputusan.
e. Keragaman Prosedur. Adanya fleksibilitas dalam pemilikan teknik akuntansi dan
keinginan manajemen untuk menyajikan gambaran “yang diinginkan”,
menyebabkan aoutput akuntansi antara satu perusahaan dengan perusahaan yang
lain kurang dapat dibandingkan dan kurang bermanfaat.
f. Kurangnya Obyektivitas. Tidak ada kreteria obyektif yang dapat digunakan
manajemen dalam memilih teknik akuntansi menyebabkan keluaran akuntansi
tidak dapat diperbandingkan (Leftwich, 1980 :p.200).
Atas dasar berbagai faktor tersebut, terlihat bahwa mekanisme pasar cenderung gagal
menyajikan informasi yang akurat, tepat waktu, dan relevan. Oleh karena itu, beberapa
pihak mendukung perlunya regulasi dalam akuntansi.
Teori Regulasi.
Atas dasar kelemahan yang melekat pada pendekatan pasar bebas (teori agensi),
perhatian dalam penentuan standar akuntansi diarahkan pada alternatif lain. Adanya
berbagai krisis dalam penentuan standar mendorong munculnya kebijakan regulasi
akuntansi. Oleh karena permintaan terhadap kebijakan atau standar macam itu didorong
oleh krisis yang muncul, pihak penentu standar akuntansi menanggapi dengan cara
menyediakan kejakan tersebut. Hubungan antara permintaan dan penawaran tersebut
mengarah pada terciptanya suatu keseimbangan. Dalam proses regulasi yang dinamis,
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
38
terdapat proses penyesuaian yang berlangsung terus-menerus terhadap kebijakan atau
standar sesuai dengan perubahan permintaan dan penawaran.
1. Bentuk Teori Regulasi
Belkaoui (1985, 48) mengatakan bahwa regulasi umumnya diasumsikan untuk
dirancang dan dioperasikan demi kepentingan industri yang ada. Menurut Stiger
(1971) dan Posner (1974), ada dua kategori teori regulasi dalam industri tersebut ,
yaitu teori kepentingan publik (public interest theories) dan teori kepentingan
kelompok (interest group atau capture theories).
Teori kepentingan publik berpandangan bahwa regulasi diperlukan sebagai tanggapan
atas permintaan publik terhadap perbaikan praktik pasar yang tidak efisien dan tidak
adil. Teori tersebut pada dasarnya dibentuk untuk melindungi dan memberi manfaat
kepada publik. Sebaiknya, menurut teori kepentingan kelompok, regulasi disediakan
sebagai tanggapan atas permintaan kelompok tertentu untuk memeksimumkan
kemakmuran mereka. Teori ini memiliki dua versi yaitu teori elit politik (politicalruling
elite theory of regulation) yang diajukan oleh Posne (1974) dan teori ekonomi
regulasi (the economic theory of regulation) yang diajukan oleh Peltman (1976). Versi
pertama menggunakan kekuatan politik untuk mendapatkan kendali terhadap regulasi.
Sementara versi kedua didasarkan pada kekuatan ekonomi.
Meskipun teori regulasi banyak dibicarakan, teori ini masih dalam tahap
pengembangan. Masalah mendasar tentang mengapa perlu melakukan regulasi, apakah
regulasi efisien dan apakah regulasi memang betul-betul diinginkan merupakan isu
yang masih diperdebatkan. Isi regulasi untuk kompetisi makin memainkan peranan
yang penting pada saat sekarang ini. Isu lain yang relevan adalah: Apa yng dimaksud
dengan alokasi sumber ekonomi yang efisien? Apakah yang dimaksud dengan
kepentingan publik? Pemecahan terhadap isu tersebut akan memberikan kontribusi
yang besar dalam mengembangkan teori regulasi.
2. Siapa Yang Harus Mengatur?
Pertanyaan tenteng siapa yang harus menentukan standar akuntansi menjadi topik
diskusi di berbagai Negara. Beberapa pendapat tentang siapa yang
mengatur/menentukan standar akuntansi dapat dilihat pada bagian berikut ini:
Argumen yang mendukung regulasi sektor swasta sebagai berikut:
a) Regulasi sektor swasta berkaitan erat dengan profesi akuntansi. Kondisi ini
secara otomatis akan mendorong ketertipan pihak-pihak yang memiliki
pengetahuan dan pengalaman luas dalam proses penentuan standar.
b) Suatu badan yang dibentuk oleh sektor swasta memiliki “prestise/kebanggaan”
tersendiri dan dapat diterima oleh masyarakat bisnis. Jika badan tersebut
dibentuk oleh pemerintah, ada kecenderunganm akan mendapat tekanan dari
pemerintah untuk mencapai tujuan sosial ekonomi pemerintah.
c) Oleh karena badan pemerintah beranggotakan biokrat, ada kecenderungan
efektifitas persyaratan pengungkapan tambahan menjadi tidak sensitif. Biaya
untuk memenuhi regulasi pemerintah cenderung lebih tinggi dari pada regulasi
swasta.
d) Ada kecenderungan bahwa pihak pemerintah yang terlibat dalam badan tersebut
bertindak untuk melindungi kepentingan atau melakukan tindakan yang
merugikan profesi akuntansi.
e) Proses legislatif dan otoritas pemerintah mudah dipengaruhi oleh lobi dan
tekanan politik dari pihak tertentu.
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
39
f) Standar yang dihasilkan pemerintah kemungkinan saling tumpang tindih, dan
dapat menimbulkan kebijakan atau pertimbangan (judgment) yang beragam dari
para pemakainya.
Sedangkan argumen yang mendukung regulasi sektor publik:
a) Badan regulasi sektor publik memiliki legitimasi dan kekuatan yang lebih kuat
dalam hal pemaksaan standar.
b) Badan pemerintah cenderung susah untuk dipengaruhi oleh manajemen
perusahaan dan kantor akuntan publik besar sehingga dapat bekerja untuk
menghasilkan pengungkapan yang lebih baik bagi konsumen.
c) Badan pemerintah dapat menjadi katalisator bagi perubahan.
d) Regulasi sektor publik muncul karena adanya motivasi untuk melindungi
kepentingan publik. Regulasi tersebut memberikan mekanisme untuk mengatasi
kemungkinan munculnya bias dari penyaji dan keterbatasan ekonomi investor
yang membutuhkan informasi cukup.
e) Sektor swasta harus selalu diawasi dan dikendalikan karena tujuannya
seringkali bertentangan dengan kepentingan publik.
f) Standar akuntansi memiliki pengaruh hukum dan melibatkan konflik
kepentingan dari berbagai pihak, sehingga harus ditetapkan sesuai dengan
aturan dan prosedur umum. Hal ini kelihatannya sulit untuk dilakukan oleh
pihak swasta.
Atas dasar argumen yang saling bertentangan tersebut, Willmott, Puxty, Cooper
dan Lowe (1987) mengajukan model regulasi yang berbeda. Mereka
mengidentifikasikan tiga kasus yang ideal: regulasi melalui pasar, pemerintah dan
masyarakat. Atas dasar tiga pihak tersebut, empat model regulasi diajukan yaitu
Liberalism, Legalism, Corporatism dan Associationism.
Pada model Liberalism, regulasi dilakukan sepenuhnya oleh kekuatan pasar. Pada
model Legalism, regulasi didasarkan pada pendekatan pemerintah (negara).
Associationism dan Corporatism terletak diantara ketiga pendekatan (masyarakat,
negara dan pasar). Praktik legalism dan associationism dan ditemui dalam
penyusunan standar akuntansi terutama di Amerika (USA), Australia, Kanada, dan
Indonesia. Sementara New Zealand menggunakan pendekatan atau model
Associationism.
F. MASALAH BERTINDIH (OVERLOAD) STANDAR AKUNTANSI
Standar akuntansi pada dasarnya merupakan standar yang mengatur penyajian
informasi, pengukuran transaksi dalam laporan keuangan dan pengungkapan laporan
keuangan. Perkembangan dunia usaha sangat berpengaruh terhadap perkembangan
standar akuntansi. Semakin komplek kegiatan usaha menjadikan standar akuntansi
yang dikeluarkan menjadi lebih kompleks, yang mencerminkan kompleksitas transaksi
dan peristiwa yang berkaitan dengan akuntansi. Akibatnya timbul keluhan bahwa
standar akuntansi mendorong bertambahnya beban dalam penyajian laporan keuangan,
terutama bagi perusahaan kecil. Kondisi inilah yang mendorong munculnya overload
standar akuntansi. Kondisi ysng mencerminkan adanya overload antara lain sebagai
berikut (Belkaoui, 1993):
1. Telalu banyak standar
2. Standar yang terlalu rinci
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
40
3. Tidak ada standar yang berjenjang (rigid) sehingga pilihan sulit dilakukan.
4. Standar akuntansi bertujuan umum gagal membedakan kebutuhan penyusunan,
pemakai dan akuntan publik (pemeriksa)
5. Standar akuntansi berterima umum gagal membedakan antara:
· Entitas publik dan non publik
· Laporan keuangan tahunan dan interim
· Perusahaan besar dan kecil
· Laporan keuangan auditan dan non auditan
6. Pengungkapan yang berlebihan, pengukuran yang rumit, atau keduanya.
Ada berbagai faktor yang menyebabkan timbulnya overload standar akuntansi,
yaitu: Pertama, dengan munculnya berbagai pertanyaan tentang apa yang harus
diungkapkan. Bahkan akuntan mulai mengeluarkan begitu banyak standar yang
cenderung mengabaikan kebijakan (judgment) dan mengurangi permasalahan yang
melibatkan prinsip akuntansi. Kedua, alasan untuk melindungi kepentingan publik
dan membantu investor menghasilkan berbagai regulasi dan pengungkapan profesional
bagi pemerintah. Ketiga, keinginan untuk memuaskan kebutuhan pamakai yang
memerlukan standar yang lebih terinci.
Makin banyaknya standar menyebabkan situasi yang tidak praktis dan komplek.
Standar-standar yang ada mendorong makin meningkatnya kompleksitas sehingga
mempengaruhi biaya penyusunan dan penyajian laporan keuangan baik bagi
perusahaan besar maupun kecil. Di satu sisi ada pendapat yang mengatakan bahwa
GAAP menjadi tidak dapat ditoleransi bagi perusahaan, pemakai dan auditor. Pihak
lain mengatakan bahwa persyaratan standar yang baru dan terinci dimaksudkan untuk
melanyani kebutuhan informasi yang diinginkan investor dan kreditor dengan biaya
yang ditanggung oleh pemakai laporan keuangan dari perusahaan kecil atau
perusahaan tertutup.
1) Pengaruh “Overload”Standar Akuntansi
Standar akuntansi yang begitu banyak, sempit dan rigid dapat mempengaruhi
pekerjaan yang dilakukan akuntan, nilai informasi keuangan bagi pemakai dan
keputusan bisnis yang dibuat oleh manajemen. Akuntan mungkin kehilangan
pandangan tentang pekerjaan riilnya karena data yang begitu banyak diperlukan
untuk menyesuaikan dengan standar akuntansi yang ada. Kegagalan audit mungkin
disebabkan kondisi dimana akuntan kehilangan fokus audit dan melupakan
prosedur audit yang baku. Kondisi ini menyebabkan ketidakpuasan klien
perusahaan-perusahaan kecil yang terbebani dengan standar tersebut. Akibatnya,
kemungkinan terjadi erosi etika profesi, hilangnya kepercayaan publik dan
ketidakcocokan dalam profesi akuntansi. Dari sini, pemakai mungkin juga bingung
menghadapi jumlah dan kompleksitas catatan (note) yang diperlukan untuk
menjelaskan persyaratan seperti yang dikehendaki oleh standar yang berlaku.
Di Amerika Serikat, pemakai laporan keuangan perusahaan kecil umumnya
dihadapkan pada kompleksitas ketentuan/pengumuman resmi (pronouncements) yang
dikeluarkan oleh Financial Accounting Standard Board (FASB). Istilah-istilah tertentu
(jargon) dalam catatan atas laporan keuangan hanya dapat dipahami oleh akuntan dan
analis keuangan.
Di samping itu manajer mungkin juga mengalami masalah berkaitan dengan
jumlah dan kompleksitas standar yang ada. Manajer mungkin tergoda untuk meninjau
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
41
kembali kontrak dan mengubah praktik bisnis sedemikian rupa sehingga menyimpang
dari beberapa pernyataan standar akuntansi. Misalnya, dalam kasus standar akuntansi
untuk sewa beli (leasing) di Amerika (SFAS No. 13), ada kemungkinan bagi manajer
untuk merancang kembali terminologi teknik dari kontrak sewa beli (leasing) dengan
tujuan untuk menghindari kapitalisasi dan persyaratan standar yang berbelit-belit.
Alasan utama manajer melakukan hal tersebut tidak hanya untuk menghindari
persyaratan standar yang terlalu rinci, tetapi juga untuk menghindari biaya penyajian
dan verifikasi informasi yang disajikan. Di samping manfaat penyajian yang tidak
sepadan dengan biaya penyajiannya, pemakai laporan keuangan perusahaan kecil
mungkin lebih tertarik pada proyeksi aliran kas dari pada informasi lain yang
disajikan dalam laporan keuangan.
2) Solusi terhadap masalah “Overload” Standar
Berbagai pihak telah berusaha membahasa overload srandar akuntansi dan
mencari pemecahannya. Komite khusus yang dibentuk oleh the American Institute
of Certified Public Accountants (AICPA) melakukan evaluasi terhadap berbagai
pendekatan berikut ini berkaitan dengan overload standar:
a. Tidak ada perubahan (mempertahankan status quo)
b. Melakukan perubahan terhadap konsep GAAP khusus untuk perusahaan
besar.
c. Melakukan perubahan GAAP untuk menyederhanakan penerapannya bagi
semua perusahaan.
d. Menentukan pengungkapan (disclosure) dan pengukuran yang berbeda.
e. Melakukan perubahan terhadap standar akuntan publik untuk pelaporan
informasi keuangan.
f. Melakukan alternatif bagi GAAP sebagai basis pilihan (optimal) dalam
penyajian laporan keuangan.
Dari berbagai alternatif tersebut komite menyarankan pemecahan overload
standar dengan menggunakan pendekatan ke empat atau ke enam. Artinya aspek
pengungkapan dan pengukuran diserahkan kepada penyaji laporan keuangan
sesuai dengan kebijakan (judgment) masing-masing pihak berdasarkan kondisi
perusahaan.
E. PROSES PENYUSUNAN STANDAR AKUNTANSI DI INDONESIA
Penyusunan standar akuntansi di Indonesia pada dasarnya mengacu pada model
Amerika (Anglo Saxon) dengan melakukan proses adaptasi (modifikasi). Sejak
didirikan pada tanggal 23 Desember 1957, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah
menyelenggarakan sebanyak 8 kali kongres. Kongres ini merupakan pemegang
kadaulatan tertinggi, karena kongres memiliki kewenangan sebagai berikut:
a) Menetapkan anggaran dasar/rumah tangga, pedoman pokok garis besar haluan dan
program kerja IAI;
b) Memberikan penilaian atas setuju tidaknya pertanggungjawaban pengurus pusat,
dewan pertimbangan profesi, dan dewan penasehat tentang amanat yang diberikan
oleh kongres sebelumnya; dan
c) Menetapkan kebijakan maupun metoda akuntansi yang dipakai.
Secara umum dapat dipahami bahwa standar akuntansi selama ini mendominasi
pekerjaan akuntan. Standar tersebut akan terus berkembang secara dinamis, terus
berubah, dihapus (write off), maupun ditambah atau disempurnakan. Dalam praktik
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
42
standar akuntansi dapat diterima secara umum sebagai aturan pokok perusahaan dalam
menyusun dan menyajikan laporan keuangan, yang bersifat mengikat dan didukung
oleh adanya sanksi bagi mereka yang tidak mematuhi atau melaksanakan pernyataan
standar akuntansi keuangan tersebut.
Baxter (1979), standar akuntansi umumnya terdiri dari tiga proses, yaitu:
a. Memilih dan mengangkat ketua umum pengurus pusat;
b. Menggangkat seluruh anggota dewan pertimbangan profesi dan dewan penasehat;
dan
c. Menetapkan auditor independen untuk mengaudit laporan keuangan kepengurusan
periodik berikutnya.
IAI selama ini sudah menjalin hubungan kejasama dengan organisasi dunia,
misalnya menjadi anggota Asean Federation of Accountants (AFA), Confederation
Asian Pasific of Accountants (CAPA), International Federation of Accountant (IFA)
dan International Accountants Standard Committee (IASC). Namun kerjasama ini
hanya terbatas untuk masalah tertentu saja, bersifat insidentil, sehingga tidak dapat
memberikan kontribusi optimal terhadap pengembangan standar akuntansi di
Indonesia.
Penyusunan standar akuntansi keuangan di Indonesia dapat dikategorikan ke
dalam dua periodik yaitu sebelum kongres VIII IAI (September 1998) dan setelah
kongres diputuskan perubahan mendasar dalam proses penyusunan standar akuntansi
sebagai berikut:
1. Periodik Sebelum Kongres VIII IAI
a) Organisasi dan Dana
Anggota Komite Standar Akuntansi Keuangan (SAK) terdiri dari 17 orang
yang dipimpin oleh Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris. Komite SAK
bertanggungjawab kepada pengurus pusat IAI. Dalam proses penyusunan SAK
diperoleh masukan dari berbagai sumber dan proses, meliputi sumbangan,
kerjasama dengan instansi pemerintah, perusahaan, dan proyek bantuan luar
negeri (Wolrd Bank), maupun proyek dari Departemen Keuangan. Sebagian
besar dana digunakan untuk akomodasi, tempat rapat dan biaya pertemuan,
seminar, lokakarya, serta public hearing dalam upaya sosilisasi draft standar
akuntansi yang telah dibuat.
b) Due Procedures Process
Penyusunan SAK dimulai dari penyusunan agenda dan topik bahasan SAK.
Beberapa topik berasal dari usaha anggota, biasanya berkaitan dengan
kebutuhan pelaporan keuangan karena transaksi tertentu. Namun secara lebih
luas topik yang didiskusikan bisa juga berasal dari hasil kerjasama atau
masukan dari organisasi atau instansi pemerintahan (Departemen Keuangan)
maupun pihak sponsor (misalnya bank dunia). Selanjutnya topik yang telah
disepakati dimasukkan ke dalam agenda dan dibahas untuk menjadi exposure
draft. Dalam pembahasan ini akan melibatkan para pakar yang berasal dari luar
komite (dari perguruan tinggi, organisasi profesi, dan pemerintahan terkait).
Kemudian “ED” yang telah disetujui oleh qorum anggota diperbanyak untuk
disebarkan ke masyarakat minimal sebulan sebelum diadakannya public
hearing. Public hearing diselenggarakan dengan maksud untuk memperoleh
masukan atau tanggapan baik secara lisan maupun tertulis, untuk
penyempurnaan “ED” tersebut. Setelah itu diadakan beberapa kali
pembahasan dan penyempurnaan. Dalam pembahasan kadang-kadang
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
43
melakukan limited hearing untuk mendengarkan pendapat atau konstituen
tertentu. Draft yang sudah disempurnakan dan dilakukan finalisasi maka
dikirim ke IAI pusat untuk disahkan. Pengurus IAI pusat kemudian
mengadakan rapat pengesahan SAK. Hasil komite SAK periodik 1994-1998
adalah dengan diterbitkannya 22 PSAK baru, 3 PSAK revisi, dan 4 interpretasi
PSAK dan melakukan reviu terhadap 35 SAK IAI dalam Bahasa Inggris.
2. Periodik Sesudah Kongres VIII
a) Organisasi dan Dana
Hasil kongres lainnya adalah dibentuknya Cosultative Body atau Advisory
Council yang mewakili konstituen dengan anggota sebanyak 25 s.d. 30 orang.
Adviosry Council merupakan perwakilan konstituan yang mempunyai fungsi
untuk memberikan arahan dan prioritas penyusunan standar. Fungsi lain adalah
memberikan pendapat pada posisi yang diambil oleh komite untuk masalah
penting dalam standar akuntansi. Dewan ini juga mempunyai fungsi membantu
pengurus pusat IAI dalam pendanaan. Selanjutnya Komite SAK tidak lagi
dipilih atau diganti setiap kali kongres, tetapi sesuai dengan masa jabatan yang
telah ditetapkan (4 tahun). Ketua dan anggota Komite SAK harus dibebaskan
dari mencari dan penyusunan standar akuntansi keuangan. Oleh karena tim
teknis-lah yang membuat anggaran biaya komite setiap tahun. Pengurs pusat
dibantu oleh Dewan Pensehat (Adviosry Council) secara bersama telah
menetapkan anggaran dan menyediakan dana berdasarkan kesepakatan antara
pengurus pusat, dewan penasehat dan komite SAK.
Di samping itu juga dibentuk tim teknis yang bekerja penuh waktu dengan
konpensasi memadai, dipimpin oleh direktur penelitian dengan jumlah tim
yang disesuaikan dengan jumlah alokasi dana yang tersedia dari IAI.
Konpensasi anggota harus mencerminkan konstituien, yaitu pembuat laporan,
auditor, pemakai laporan, pemerintah dan akademisi. Untuk dapat menjadi
anggota Komite SAK maka harus memnuhi kriteria sebagai berikut:
1) Pengetahuan memadai mengenai akuntansi dan pelaporan
2) Tingkat intelektual, integritas, dan disiplin yang tinggi.
3) Temperamen judicial.
4) Kemampuan untuk bekerjsama dalam suasana kolegial (keakraban)
5) Kemampuan komunikasi yang baik.
6) Pemahaman lingkungan bisnis dan pelaporan keuangan.
7) Komitmen pada Komite SAK Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
8) Komitmen untuk mencurahkan waktu pada pekerjaan Komite SAK secara
sukarela (voluntary).
b) Due Procedures Process
Meskipun dipilh dan bertanmggungjawab kepada pengurus Pusat IAI, Komite
SAK merupakan lembaga otonomi yang mempunyai kewenangan tertinggi
dalam menentukan standar akuntansi keuangan. Akhir-akhir ini ada beberapa
perubahan yang telah dilakukan IAI, seperti SAK dikembangkan dan disahkan
oleh komite dan perlunya perbaikan dalam due procedures process. Masa
komentar terhadap “ED” diperpanjang dari minimal satu bulan menjadi paling
tidak enam (6) bulan.Publik harus diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk
membrikan tanggapan atau komentar secara tertulis.
Kesempatan untuk memberikan testimoni pada public hearing secara
bertahap harus diubah menjadi hanya untuk publ;ik yang telah memberikan
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
44
komentar tertulis. Selanjutnya kualitas bahas “ED” harus ditingkatkan sehingga
publik akan memberikan komentar tertulis lebih banyak sesuai dengan isu
pokok standar akuntansi keuangan. Rapat Komite SAK harus dpat dirancang
menjadi terbuka untuk public dan bagi pengamat. Penyebaran hasil tertulis baik
hasil antara maupun final diperbanyak dan diperluas dengan menggunakan
media yang tersedia dan lebih aneka ragam.
Secara kronologis sejarah PSAK yang telah dihasilkan oleh IAI adalah
sebagai berikut:
· Tahun 1984 telah dikeluarkan Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) berisi
konsep dasap laporan keuangan dan karakteristik kualitatif informasi.
· September 1994 telah ditetapkan disahkan 35 PSAK yang berlaku untuk
seluruh perusahaan yang berorientasi laba (swasta)
· Oktober 1996, telah ditetapkan 37 PSAK.
· April 1999, telah ditetapkan 55 jenis PSAK dan 4 ISAK
· April 2002 telah ditetapkan dan disahkan sejumlah 58 PSAK/2002.
· Maret 2003 telah disahkan PSAK No. 59/2003 tentang Akuntansi Bank
Syariah, yang dilengkapi dengan PAPSI (Pedoman Akuntansi Perbankan
Syariah Indonesia) dan Fatwa MUI dalam bentuk 25 Fatwa Dewan Syariah
Nasional (DSN). Sedangkan khusus untuk Organisasi Sektor Publik (OSP)
telah ditetapkan dan disahkan pula 3 PSAK (berlaku untuk organisasi
pemerintah, yayasan, rumah sakit, LSM, lembaga pendidikan, maupun
lembaga non profit lainnya).
· Juli 2002 telah ditetapkan dan diterbitkan 11 Pernyataan “ED” untuk
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) berlaku efektif mulai tahun 2004.
· Tanggal 01 September 2007 telah ditetapkan dan diterbitkan kembali
PSAK, terdiri dari 59 PSAK. Yaitu 58 PSAK untuk entitas bisnis
konvensional dan satu PSAK (No. 59) tentang Bank Syariah; dilengkapi
dengan 8 (delapan) pernyataan khusus:
1. Rerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah
2. PSAK No. 101 Penyajian Laporan Keuangan Syariah
3. PSAK No. 102 Akuntansi Murabahah
4. PSAK No. 103 Akuntansi Salam
5. PSAK No. 104 Akuntansi Istishna’
6. PSAK No. 105 Akuntansi Mudharabah
7. PSAK No. 106 Akuntansi Musyarakah
Selain itu, dalam edisi September 2007 ini dilengkapi pula dengan
tujuh Interpretasi atas Standar Akuntansi (ISAK), yaitu:
ISAK No. 01 Interpretasi atas paragraf 23 Nomor 21 tentang
Penentuan Harga Pasar Dividen Pasar
ISAK No. 02 Interpretasi atas PSAK No. 21; Pasal 25 tentang
Penyajian modal dalam Neraca dan Pasal 31
tentang Piutang pada Pemesan Saham tentang Penentuan
Harga Pasar Dividen Pasar.
ISAK No. 03 Interpretasi tentang Perlakuan Akuntansi atas Pemberian
Sumbangan atau Bantuan (reformat 2007).
ISAK No. 04 Interpretasi atas paragraf 20 PSAK 10 (reformat 2007)
tentang Alternatif Perlakuan yang Diizinkan atas Selisih
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
45
Kurs (reformat 2007).
ISAK No. 05 Interpretasi atas paragraf 14 PSAK 50 (1998) tentang
Pelaporan Perubahan Nilai Wajar Investasi Efek dalam
Kelompok Tersedia untuk Dijual.
ISAK No. 06 Interpetasi tentang Instrumen Derivatif Melekat pada
Kontrak Dalam Mata Uang Asing
ISAK No. 07 Interpretasi atas paragraf 5 dan 19 PSAK 4 (reformat
2007) tentang Konsolidasi Entitas Bertujuan Khusus.
Jadi secara keseluruhan sekarang terdapat 2 rerangka dasar
penyajian dan penyusunan laporan keuangan (konvensional dan syariah) 65
PSAK (58 PSAK untuk entitas bisnis konvensional dan 7 PSAK untuk
entitas bisnis syariah) dan 7 ISAK.
PERLATIHAN
1. Apa yang dimaksud dengan GAAP dan PABU, jelaskan! Apa perbedaannya.
2. Mengapa diperlukan standar akuntansi keuangan, jelaskan!
3. Bagaimana makna yang terkandung dalam pernyataan rerangka dasar penmyajian dan
penyusunan laporan keuangan di Indonesia?
4. PABU merupakan prinsip akuntansi berterima umum, samakah dengan prisip
akuntansi yang lazim. Jelaskan dan berikan contohnya. Mengapa dalam pelaporan
keuangan.
5. Jelaskan proses perumusan dan penyusunan standar akuntansi di Amerika Serikat dan
Indonesia.
6. Apa yang Saudara ketahui tentang FASB dan Dewan SAK, bagaimana perbedaanya,
jelaskan.
7. Mengapa dalam menyajikan dan menyusun laporan keuangan harus menerapkan
pernyataan yang ada dalam SAK tersebut? Bisakah suatu laporan keuangan (untuk
perusahaan yang go publik) tidak mengikuti pernyaataan yang ada dalam PSAK,
jelaskan jawaban Saudara.
8. Dari sekian banyak PSAK yang ada, jelaskan PSAK yang mengatur tentang praktik
bisnis yang berbasis syariah. Lembaga apa saja sekarang yang sudah menerapkan
prinsip bisnis berbasis syariah tersebut.
9. Mengapa diperlukan PSAK khusus, misalnya untuk praktiik bisnis syariah, Jelaskan!
10. Apakah yang disebut ISAK? Bagaimana fungsinya, jelaskan!
11. Apa yang saudara ketahui tentang SAP, jelaskan! Apakah setiap entitas di pemerintah
(pusat dan daerah) wajib menyusun laporan keuangan, jelaskan! Elemen laporan
keuangan apa saja minimal yang harus dibuat dan disajikan.
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
46
BAB IV
KONSEP ASET
PENDAHULUAN
Bahwa aset tersebut berbeda dengan asset. Mengapa? Sebab aset adalah harta kekayaan
perusahaan yang dapat saja berslado minus. Karena aset tersebut menjadi jaminan untuk
utang atau kegiatan tertentu. Sedangkan asset seyogyanya tidak boleh bersaldo minus
karena asset merupakan harta kekayaan perusahaan yang bebas dan secara murni memang
milik perusahaan yang bebas dari penjaminan tertentu. Oleh karena itu, hendaknya kita
memahami secara benar makna dari kedua kata tersebut. Meskipun secara karakteristik
bahwa antara aktiva dan aset mempunyai sifat yang sama, yaitu aktiva dan aset berkaitan
dengan kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan apakah transaksi tertentu diakui
sebagai elemen aset dalam laporan keuangan. Dalam pembahasan selanjutnya istilah yang
digunakan adalah aset yang identik dengan aktiva.
Karakteristik tersebut adalah:
1. Adanya karakteristik manfaat di masa mendatang (pemakaian dapat berbeda-beda
seperti potensi jasa dan sumber-sumber ekonomi);
2. Adanya pengorbanan ekonomi untuk memperoleh aset;
3. Berkaitan dengan entitas tertentu;
4. Menunjukan proses akuntansi;
5. Berkaitan dengan dimensi waktu; dan
6. Berkaitan dengan karakteristik keterukuran.
A. PENGERTIAN ASET
APB (1970) dalam pernyataan No. 4 mendefinisikan aset adalah sumber-sumber
ekonomi perusahan yang diakui dan diukur sesuai dengan prinsip akuntansi berterima
umum, termasuk beban tangguhan tertentu yang tidak berbentuk sumber ekonomi.
Sedangkan FASB (1980), aset adalah manfaat ekonomi yang mungkin terjadi dimasa
mendatang yang diperoleh atau dikendalikan oleh suatu entitas tertentu sebagai akibat
transaksi atau peristiwa masa lalu.
Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa aset memiliki tiga karakteristik utama
sebagai berikut:
1. Memiliki manfaat ekonomi dimasa mendatang.
2. Diakui oleh suatu unit usaha.
3. Hasil dari transaksi masa lalu.
Memiliki Manfaat Ekonomi Masa Mendatang
Sesuatu dikategorikan sebagai aset bila memiliki manfaat atau potensi jasa yang
cukup pasti dimasa mendatang. Artinya sesuatu (aset) tersebut memiliki kemampuan baik
secara individu atau bersama-sama dengan aset lain untuk menghasilkan aliran kas masuk
dimasa mendatang, secara langsung maupun tidak langsung.
SFAC No. 6 menyebutkan bahwa manfaat ekonomi merupakan esensi sebenarnya dari
aset. Artinya aset harus memiliki kemampuan bagi suatu entitas untuk ditukar dengan
sesuatu yang lain yang memiliki nilai, atau digunakan untuk menghasilkan sesuatu yang
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
47
bernilai atau digunakan untuk melunasi utang. Praktisnya, manfaat ekonomi tersebut dapat
mengalir keperusahaan dengan berbagai cara, seperti (IAI, 1994):
a. Dapat digunakan baik sendiri maupun bersama aset lain dalam produksi barang dan
jasa yang dijual oleh unit usaha;
b. Dapat diperputarkan dengan aset lain;
c. Dapat digunakan untuk melunasi utang; dan
d. Dapat dibagikan kepada pemilik perusahaan.
Menurut Paton (1962), aset merupakan kekayaan (property) berbentuk fisik atau
bentuk lainnya yang memiliki nilai bagi suatu unit usaha. Sedangkan menurut Spague
(1970), aset adalah persediaan atau potensi yang akan diterima atau dimiliki oleh suatu
unit usaha. Vatter (1947), mendefinisikan aset sebagai manfaat ekonomi masa yang akan
datang dalam bentuk potensi jasa yang dapat diubah, diukur, atau disimpan. APB (1970)
dalam pernyataan nomor 4 memberikan contoh sumber ekonomi perusahaan sebagai
berikut:
1. Sumber-sumber ekonomi yang produktif.
a. Bahan baku, tanah, peralatan, paten, dan sumber-sumber lain yang
digunakan dalam produksi.
b. Hak kontrak untuk menggunakan sumber-sumber ekonomi milik unit usaha
lain seperti hak guna bangunan dan sebagainya.
2. Produk, yaitu barang yang siap untuk dijual atau barang yang masih dalam
proses produksi.
3. Uang.
4. Klaim untuk menerima uang.
5. Hak kepemilikan pada perusahaan lain.
a. Diperoleh dan Dikuasai oleh Unit Usaha
Sesuatu dapat dikatakan sebagai aset bila unit usaha tertentu dapat menggunakan
manfaat aset tersebut dan menguasainya sehingga dapat mengendalikan akses pihak
lain terhadap aset tersebut. Jadi pengasaan terhadap suatu manfaat merupakan faktor
yang penting agar suatu unit usaha dapat menghadapi akses pihak lain terhadap
pemakaian suatu aset.
b. Hasil Transaksi Masa Lalu
Suatu unit usaha dapat mengakui suatu aset apabila telah terjadi transaksi atau
peristiwa lain yang mnyebabkan suatu entitas memiliki hak atau pengendalian
terhadap manfaat dari aset tersebut. Jadi aset tersebut muncul karena transaksi masa
lalu. Dengan kata lain, aset tersebut dapat diakui apabila terdapat transaksi yang benarbenar
terjadi bukan berasal dari transaksi yang bersifat hipotetis.
B. KONSEP PENILAIAN
Penilaian aset dalam akuntansi adalah proses penentuan jumlah rupiah untuk
menentukan makna ekonomi dari suatu aset yang akan disajikan dalam Neraca.
Konsep penilaian berkaitan dengan masalah penentuanmakna yang ingin disampaikan
pada pemakai laporan terhadap aset yang bersangkutan. Makna ekonomi yang akan
disampaikan tersebut harus relevan dengan tujuan yang akan dicapai. Oleh karena itu,
konsep penilaian harus didasarkan pada nilai pertukaran atau konversi.
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
48
a) Tujuan Penilaian
Tujuan pengukuran/penilaian aset adalah sebagai berikut:
1. Sebagai salah satu langkah dalam pengukuran laba;
2. Sebagai salah satu langkah dalam proses penyajian posisi keuangan;
3. Memenuhi kebutuhan informasi yang ingin dicapai dalam pelaporan
keuangan; dan
4. Memenuhi kebutuhan informasi khusus yang memerlukan penilaian untuk
kepentingan manajemen.
b) Dasar Penilaian
Penilaian aset berkaitan dengan penentuan nilai pertukaran dari aset tersebut.
Hendriksen (1982) menyebutkan bahwa ada dua jenis nilai pertukaran yang dapat
digunakan yaitu nilai keluaran (output values) dan nilai masukan (input values).
Nilai Keluran menunjukan aliran dana (kas) yang diperkirakan akan diterima
perusahaan dimasa mendatang sesuai dengan harga pertukaran output/produk yang
dihasilkan perusahaan. Sedang nilai masukan menunjukan jumlah rupiah yang
harus dikeluarkan perusahaan untuk memperoleh aset (input) yang akan digunakan
dalam kegiatan operasi perusahaan, sebagai berikut:
1. Nilai Keluaran
Nilai keluaran didasarkan pada jumlah kas atau penghargaan lain (non kas) yang
diterima suatu unit usaha bila suatu aset/potensi jasa akhirnya keluar dari unit usah
tersebut karena suatu pertukaran. Dasar lain yang dapat digunakan yaitu:
a. Discounted Future Cash Receipts or Service Potential.
Nilai sekarang kas masa mendatang yang akan diterima perusahaan
seandainya aset dijual. Konsep penilaian tersebut adanya taksiran terhadap jumlah
yang diterima, faktor diskonto, dan periodik waktu penerimaan. Hubungan ketiga
tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
U
P = -----------------
(1+i)n
P = Nilai sekarang (present value) dari aset
U = Kas/setaranya yang akan diterima
i = Faktor diskonto
n = Periodik penerimaan kas (waktu)
Meskipun dasar penilaian ini memiliki validitas dalam penilaian bagi
investor, namun penerapannya memiliki beberapa kelemahan, terutama bila
diterapkan untuk aset individual.
Alasannya adalah sebagai berikut:
1. Penerimaaan kas yang diharapkan umumnya tergantung pada distribusi
probabilitas yang bersifat subyektif dan tidak dapat diuji kebenarannya;
2. Meskipun tingkat diskonto dapat diperoleh, tetapi penyesuaian terhadap
preferensi risiko, memerlukan evaluasi khusus bagi manajemen dan mungkin
sulit diterima oleh pihak-pihak yang berkepentingan;
3. Apabila dua faktor atau lebih termasuk sumber daya manusia (yang dianggap
sebagai aset fisik) memberikan kontribusi pada produk perusahaan yang pada
akhirnya menghasilkan aliran kas, namun alokasi yang logis untuk
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
49
memisahkan factor potensi jasa secara individu sulit dilakukan. Penerimaan
netto marginal yang dihubungkan terhadap aset mungkin dapat digunakan
tetapi jumlah penerimaan netto dari produksi yang bersangkutan; dan
4. Nilai diskontoan dari aliran kas yang berbeda untuk masing-masing aset tidak
dapat ditambahkan bersam untuk memperoleh nilai perusahaan secara
keseluruhan. Hal ini disebabkan kontribusi yang ada merupakan hasil
kontribusi bersama masing-masing aset dan kenyataan menunjukan bahwa
beberapa aset seperti aset tak berwujud (intangible assets) tidak dapat
diindentifikasikan secara terpisah.
b. Harga Keluaran Sekarang (current output price)
Dasar penilaian ini dapat digunakan untuk menilai surat berharga, dan
beberapa jenis persediaan. Apabila tambahan biaya untuk penjualan tersebut, maka
harga jual sekarang harus dikurangi dengan biaya tersebut sehingga dihasilkan
nilai bersih yang dapat direalisasi (net realizable value)
Kelemahan yang melekat pada dasar penilaian ini:
Pertama, dasar penilaian tersebut hanya dapat diterapkan untuk aset yang
pemiliknya dimaksudkan untuk dijual seperti persediaan, surat berharga, peralatan
dan tanah yang tidak memiliki manfaat lagi untuk kegiatan operasi perusahaan.
Kedua, dasar penilaian ini merupakan pengganti harga jual masa mendatang
sehingga relevansi pemakaian menimbulkan masalah.
Ketiga, semua aset tidak dapat dinilai atas dasar harga jual sekarang, sehingga
metoda penilaian yang berada harus digunakan untuk menilai aset yang berbeda
pula.
2. Nilai Setara Kas Sekarang (current cash equivalent)
Nilai ini dapat diukur dari kutipan harga pasar barang sejenis yang kondisinya
sama. Nilai setara kas sekarang dianggap relevan karena menunjukan kondisi
perusahaan dalam hubungannya dengan penyusuaian keadaan lingkungan.
Kesulitan utama dari konsepini adalah perlunya penyesuaian untuk memisahkan
pos yang tidak memiliki harga pasar sekarang. Kelemahan kedua adalah nilai
setara kas sekarang tidak memiliki sifat yang dapat ditambahkan.
3. Nilai Likuidasi (liquidation value)
Nilai likuidasi hanya digunakan dalam kondisi berut ini :
a. Bila produk/aset lainnya kehilangan mafaat normal sehingga menjadi usang
atau tidak laku dijual.
b. Bila unit usaha merencanakan untuk membubarkan usahanya dalam waktu
dekat sehingga tidak dapat menjual seluruh aset dipasar yang normal
2. Nilai Masukan
Dalam menilai aset, nilai masukan sering dianggap lebih tepat dari pada nilai
keluaran karena nilai tersebut lebih dapat diuji kebenarannya untuk nilai tersebut tidak
memungkinkan dilakukannya pelaporan pendapatan sebelum pendapatan benar-benar
terealisir. Dalam penilaian yang dapat digunakan untuk menilai masukan adalah
sebagai berikut:
a. Biaya Historis (cost historis)
b. Biaya Masukan Terkini (current input cost)
c. Biaya Penilaian Mendatang (discounted future cost)
d. Biaya Standar (standard cost)
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
50
C. KONSEP PENGUKURAN DAN PENGAKUAN ASET
Dalam praktik bisnis, pengukuran terhadap aset seringkali jadi masalah. Hal ini
disebabkan adanya berbagai konsep atau prosedur yang ditawarkan, sehingga
memungkinkan memakai lebih dari satu konsep. Terutama penyajian dalam laporan
keuangan, misalnya untuk menghitung laba atau menyajikan informasi lainnya bagi
kreditur, investor, maupun pemakai lainnya.
Di sisi lain, dalam pengukuran aset tidak ada satu konsep pun yang ideal dapat
dipakai, misalnya pengukuran dengan harga perolehan historis, sementara dianggap
sebagai dasar pengukuran yang ideal karena memenuhi asas daya banding dan keajekan.
Namun dalam kondisi lain, bisa jadi dasar pengukuran kini (current) yang lebih baik
karena dapat menujukkan informasi yang wajar (terutama untuk nilai aset yang disajikan)
berkaitan dengan tingkat inflasi yang terjadi.
Bila ditinjau dari sudut pandang interpretasional, pengukuran aset dimaksudkan untuk
menghasilkan sumber daya penerimaan kas atau aset lainnya untuk masa yang akan
datang. Sebab nilai bersih yang direalisasi atau setara kas akan dapat menjadi satu-satu
ukuran yang tepat dalam menilai masukan atau keluaran dari suatu arus sumber daya.
Namun, jika ditinjau dari sudut pandang normatif, bahwa tujuan pengukuran aset adalah
untuk menyediakan informasi yang memungkinkan terjadinya estimasi kas yang akan
diterima pada periodik yang akan datang. Dalam konteks ini maka konsep keluaran-lah
yang paling tepat digunakan karena lebih unggul daripada konsep masukan. Jadi nilai
bersih yang dapat direalisasikan dan nilai setara kas berlaku relevan untuk berbagai
estimasi. Hal ini dapat dilihat dari tabel berikut:
TABEL 4
KONSEP PENGUKURAN DAN KONDISI PENERAPAN
NO. KONSEP PENGUKURAN KONDISI PENERAPAN
NILAI KELUARAN
Bukti transaksi akurat tersedia
1 Diskonto penerimaan kas atau potensi jasa masa
yang akan datang
Penerimaan kas atau setranya ditandai
dengan tingkat kepastian yang tinggi.
2 Harga Keluaran Sekarang Bila harga jual sekarang menggambarkan
harga keluaran yang akan datang
3 Nilai Setara Kas Sekarang Alternatif terbaik adalah likuidasi teratur.
4 Nilai Likuidasi Bila perusahaan tidak mampu menerapkan
harga dalam kondisi normal
NILAI MASUKAN
Bukti Transaksi akurat tersedia sebagai
indikasi kebuthan kas
1 Biaya Historis (ccst historis) Nilai masukan tanggal transaksi
2 Biaya Masukan Sekarang (current input cost) Nilai masukan berlaku sekarang
3 Biaya Penilaian Mendatang (discounted future cost) Nilai masukan perdiksi sekarang
4 Biaya Standar (standard cost) Nilai masukan kondisi normal pada
kapasitas efisien.
Sumber: diadaptasi dari Hendriksen, 1982: 258
Sedangkan pengakuan pos (akun) aset didasarkan pada beberapa kriteria berikut:
a. Pengertian, pos aset akan masuk dalam struktur akuntansi dan pelaporan bila telah
memenuhi dalam elemen definisi laporan keuangan, dan memenuh azas
kebermanfaat (utility).
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
51
b. Keterukuran (measurability), diakui sebagai pos aset bila memiliki makna yang
relevan, bermanfaat, dan dapat diukur jumlahnya dengan sumber reliabilitas yang
akurat dan dapat ditelusuri.
c. Relevansi, bila pos tersebut dapat dilaporkan dan berimplikasi pada kemungkinan
perbedaan terhadap keputusan yang diambil.
d. Reliabilitas, pos yang disajikan harus dapat dipresentasikan dan dapt diuji
kebenarannya, netral, dan mememnuhi aturan tertentu, (menurut SFAC No. 5
dalam FASB).
D. MASALAH KHUSUS DALAM ASET
Ada beberapa masalah khusus yang berkaitan dengan aset ini, yaitu: beban
tangguhan (deferred charges), kapitalisasi bunga, pengeluaran kapital (capital
expenditure), modal donasi (aset sumbangan), dan transaksi aset non-moneter,
(Godzali dan Chariri, 207, 2001).
PERLATIHAN
1. Apa yang disebut aset, jelaskan!
2. Mengapa konsep aset diperlukan dalam proses penyajian dan penyusunan suatu
laporan keuangan, jelaskan!
3. Bagaimana konsep pengukuran aset yang Saudara ketahui? jelaskan sertakan contoh
penerapannya.
4. Kapankah suatu konsep atau prosedur pengakuan aset dapat dikatakan sebagai hal
yang ideal? Mengapa dalam konsep tersebut harus memperhatikan kondisi ekonomi
yang terjadi, jelaskan.
5. Jelaskan masalah khusus yang terjadi dalam konsep aset, dan berikan contohnya
masing-masing untuk masalah tersebut.
6. Bilakah suatu aset harus dicatat dan diakui dalam laporan keuangan? Konsep atau
prosedur apa yang harus dipilih, sehingga pelaporan informasi yang relevan dan
obyektif bagi pemakai laporan keuangan dapat dicapai. Namun, kondisi yang terjadi
kadangkala berkaitan dengan kebijakan akuntansi yang diambil oleh entitas bisnis.
Mengapa demikian, jelaskan!
7. Aset adalah aset milik entitas bisnis dan mempunyai manfaat ekonomis yang terbatas,
jelaskan maksud pernyataan tersebut.
8. Bilamana suatu aset dinyatakan milik entitas bisnis maka dasar atau dokumen apa
yang dapat dipakai agar aset tersebut dapat dicatat dan dilaporkan sebagai aset yang
telah dicatat dan diakui secara obyektif. Jelaskan! Apakah dokumen tersebut dapat
dikategorikan sebagai data akuntansi.
9. Jelaskan apa yang Saudara ketahui tentang modal kekayaan intelektual (intellectual
capital) dan bagaimana cara untuk mengakui dan melaporkannya dalam laporan
keuangan.
10. Suatu entitas bisnis (perusahaan) menerima aset donasi dari lembaga/instansi
pemerintah, yaitu sebidang tanah seluas 2 hektar. Tanah tersebut ditaksir mempunyai
nilai wajar sebesar Rp. 2.015.000.000,-, biaya administrasi dan sertifikasi yang harus
dikeluarkan untuk kepemilikan tanah tersebut sebesar Rp.16.500.000,-. Sedangkan
biaya lainnya sejumlah Rp.12.530.000,-. Sebagai tindak lanjut perusahaan akan
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
52
memanfaatkan tanah tersebut untuk kepentingan bisnis dan sosial.
Pertanyaan:
a) Bagaimana pengakuan terhadap tanah tersebut.
b) Uraikan pengungkapannnya dalam laporan keuangan.
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
53
BAB V
KONSEP PENDAPATAN
Banyak pendekatan yang digunakan dalam menjelaskan konsep pendapatan. Ada
yang memandang dari sisi aliran aset, produk perusahaan, pemasaran produk, dan lainlain.
Secara lebih jelas berikut ini akan diuraikan beberapa konsep pendapatan.
A. PENGERTIAN PENDAPATAN
Pendapatan dapat dianggap sebagai produk perusahaan, artinya sesuatu yang
dihasilkan oleh potensi jasa (cost) yang dimilik oleh perusahaan. Menurut Paton dan
Littleton (1940), pengertian pendapatan dapat ditinjau dari aspek moneter. Dilihat dari
aspek fisik, pendapatan merupakan hasil akhir dari suatu aliran fisik dalam proses
menghasilkan laba.
Dari aspek moneter, Paton dan Littleton (1976) menghubungkan aliran pendapatan
dengan aliran masuk aset yang berasal dari seluruh kegiatan operasi perusahaan. Atas
dasar ini konsep pendapatan, seperti yang diungkapkan Belkaoui (1993) dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 7
ALIRAN PENDAPATAN
Sumber: Godzali, 2001, 254 (diolah kembali)
Aliran Fisik melibatkan kegiatan berikut:
a) Kegiatan menghasilkan dan menjual produk (ouput)
b) Obyek kegiatan yang berupa produk yang dihasilkan/dijual.
Aliran Moneter melibatkan kegiatan:
a) Peristiwa naikknya nilai perusahaan karena kegiatan produksi atau penjualan
produk
b) Obyek yang berupa jumlah rupiah aset yang dihasilkan atau dijual.
Dalam APB (1970) pernyataan No. 4 diejlaskan bahwa, pendapatan adalah kenaikan
kotor aset atau penurunan kotor utang yang diakui dan diukur sesuai dengan prinsip
akuntansi berterima umum yang berasal dari kegiatan perusahaan berorientasi laba yang
PENDAPATAN
Konserp Aliran Masuk
(in flow)
Konsep Aliran Keluar
(out flow)
 Aliran masuk aset
 Kenaikan aset
 Aliran keluar barang
dan jasa
 Penjualan barang dan
pemnyerahan jasa
Pendekatan Aset-Utang
Pendekatan Biaya-Pendapatan
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
54
dapat mengubah ekuitas pemilik. Sementara itu, FASB (1980) dalam SFAC No. 6
mendefinisikan bahwa, pendapatan adalah aliran masuk atau kenaikan aset suatu entitas
atau penurunan utang (atau kombinasi keduanya) dari penyerahan atau produksi barang,
penyerahan jasa, atau kegiatan lain yang merupakan kegiatan utama yang berlangsung
terus menerus dari entitas tersebut. Sedangkan IAI sendiri memiliki pengertian
pendapatan yang tidak jauh berbeda. Seperti termaktub dalam PSAK No. 23/1999 tentang
pendapatan, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pendapatan adalah:
“Arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aset normal perusahaan
selama suatu periodik bila arus masuk itu mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak
berasal dari kontribusi penanaman moda.”
B. PENDAPATAN DAN UNTUNG (GAINS)
Kenaikan jumlah rupiah aset dapat berasal dari (Suwardjono, 1989, 147):
1. Transaksi modal atau pendanaan (financing) yang mengakibatkan adanya
tambahan dana yang ditanamkan oleh pemegang saham dan kreditur (pemegang
obligasi).
2. Untung dari penjualan aset yang bukan berupa dari produk perusahaan seperti aset
tetap, surat berharga, atau penjualan anak perusahaan.
3. Hadiah (donasi), sumbangan, dan temuan.
4. Penyerahan produk perusahaan berupa hasil penjualan produk atau penyerahan jasa
(sumber utama pendapatan).
FASB (1980) mendefinisikan untung (gains) sebagai kenaikan aset yang sekaligus
menaikkan modal yang berasal dari transaksi sampingan atau insidentil atau
transaksi/peristiwa lain yang bukan berasal dari pendapatan atau investasi oleh
pemilik. Dalam pengertian tersebut bahwa FASB memisahkan untung dari
pendapatan. Meskipun demikian, dalam penyajian laporan keuangan, untung tersebut
tetap dilaporkan dalam laporan rugi laba dalam kelompok tersendiri (extra ordinairy
item) yaitu dalam pos laba diluar usaha, sebagai bagian dari laba secara keseluruhan
(comprehensive income).
Sementara IAI, mengartikan untung sebagai bagian yang terpisah dari pendapatan.
Hal ini dapat dilihat dari Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.
23/1999 yang menyebutkan bahwa penghasilan (income) meliputi pendapatan
(revenue) maupun keuntungan (gains). Secara singkat diurumuskan, sebagai berikut:
I = R+G
Sehingga dengan cara ini, para pemakai laporan keuangan akan dapat mengetahui
dengan jelas kenaikan nilai aset perusahaan, apakah yang berasal dari kegiatan utama
perusahaan atau kegiatan sampingan (insidentil)?
C. PENGUKURAN PENDAPATAN
Pendapatan diukur dalam satuan nilai tukar produk atau jasa dalam suatu transaksi
yang bebas (arm’s length transaction). Nilkai tukar tersebut menunjukkan ekuivalen
kas atau nilai diskonto tunai dari uang yang diterima atau akan diterima dari transaksi
penjualan. IAI juga menganut prinsip yang sama yaitu mengukur pendapatn
berdasarkan nilai wajar imbalan yang diterima atau dapat diterima.
Apabila periodik pengumpulan kas relatif pendek maka potongan tersebut dapat
dihiraukan. Ada tiga alasan yang mendukung perlakuan ini, yaitu:
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
55
1) Pada tingkat potongan yang rendah, jumlah yang relatif kecil tidak akan
mempengaruhi pengukuran pendapatan. Contohnya bila terjadi transaksi penjualan
secara kredit, dengan potongan 15% dan masa jatuh tempo selama 60 hari, maka
akan menghasilkan potongan kurang dari 3% dari total pendapatan (3/12x15%).
2) Karena potongan dapat diklasifikasikan sebagai bagain dari total pendapatan, maka
pengaruh utama ada pada masalah pengakuan pendapatan tersebut. Potongan harus
segera dicatat setelah pendapatan diakui. Akan tetapi bila jumlah potongan tidak
material (jumlahnya cukup besar) maka pengaruhnya terhadap lapa periodik juga
tidak akan besar.
3) Penggolongan pendapatan yang timbul dari penjualan yang disertai potongan dapat
diakui dan dicatat sebagai rugi dan hal ini akan mengurangi jumlah pendapatan
(revenue). (Godzali dan Chariri, 2001, 259).
Dalam pengukuran, pendapat di atas menunjukkan bahwa nilai uang sekarang atau
setara kas akhirnya kan diterima sebagai hasil dari proses produksi dan transaksi
penjualan. Sehingga jumlah jumlah rupiah bersih dapat diakui sebagai dasar yang
paling tepat dan layak dibandingkan dengan jumlah pendapatan kotor (belum
dikurangkan potongan). Dengan demikian potongan penjualan, retur penjualan dan
biaya lainnya akan diperlakukan sebagai kontra rekening pendapatan secara langsung.
Misalnya penjualan kredit senilai Rp.10.000.000,00 potongan tunai 1% dari nilai
penjualan kredit dan biaya angkut penjualan Rp.100.000,00 maka pendapatan yang
diakui dan dicatat adalah sebesar Rp.9.800.000,00.
D. PEMBENTUKAN DAN REALISASI PENDAPATAN
Pembentukan pendapatan disebut pula earning process, sedangkan realisasi
pendapatan adalah konsep lain yang berbeda namun saling berkaitan erat dan dapat
digunakan untuk menjelaskan dan mengakui pendapatan. Kedua konsep ini dalam
masuk struktur teori akuntansi sehingga akan dapat mempengaruhi dalam penyusunan
dan penyajian laporan keuangan secara wajar dan konsisten.
Pembentukan Pendapatan (earning process).
Eaning process adalah konsep yang menjelaskan bagaimana proses terjadinya
pendapatan secara kronologis sesuai dengan kebijakan dan ketentuan yang diambil
oleh perusahaan. Dalam konsep ini, pendapatan diakui dan terbentuk secara bersamaan
dari seluruh proses berlangsungnya kegiatan perusahaan. Sehingga proses
pembentukan pendapatan ini terjadi dari sejak dimulainya kegiatan produksi,
pemasaran, penjualan hingga saat pengumpulan piutang usaha, yang memerlukan
waktu tertentu (siklus waktu) dengan didahului pengorbanan ekonomis berupa
pengeluaran biaya atau pun beban. Jadi pada dasarnya pendapatan tidak akan terjadi
bila perusahaan belum atau tidak melakukan kegiatan produksi (industri) dan
penjualan produk atau jasa (dagang dan jasa). Secara lebih jelas proses pembentukan
pendapatan dapat dijelaskan pada gambar berikut:
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
56
Gambar 8
PROSES PEMBENTUKAN PENDAPATAN
Cash in flow of revenue
Cash out flow o f expenses
Gambar 7 Earning Process
REALISASI PENDAPATAN.
Realisasi pendapatan merupakan teknik akuntansi yang dapat dijadikan sebagai
dasar untuk menandai adanya proses pengukuran dan pengakuan pendapatan secara
wajar. Ada dua hal pokok dalam proses realisasi pendapatan yaitu:
Adanya kepastian perubahan produk menjadi bentuk aset lain (potensi jasa)
melalui kejualan penjualan yang sah. Diperolehnya aset lain (bentuk aset lancar)
sebagai bentuk pengesahan terhadap transaksi penjualan tersebut. (Godzali dan Chariri,
2001, 262).
Berdasarkan peristiwa atau kejadian kedua hal pokok di atas maka dalam proses
realisasi pada dasarnya merupakan penegasan dari proses pembentukan pendapatan.
Sehingga pendapatan tersebut dapat diakui sesuai dengan waktu kejadiannya dan akan
diakui secara proporsional sesuai dengan waktu untuk mewujudkan pendapatan
tersebut.
E. KONSEP PENGAKUAN PENDAPATAN
Secara umum dalam pengakuan pendapatan, perusahaan dan para akuntan
menggunakan konsep realisasi dengan menentukan peristiwa kritis (critical event)
yang akan dijadikan sebagai dasar dalam penentuan waktu pengukuran dan pengakuan
pendapatan tersebut.
Kriteria Pengakuan Pendapatan
Menurut FASB (1980) yang dimuat dalam pernyataan SFAC No. 5, ada dua
kriteria yang dapat dijadikan dasar untk mengakui pendapatan, yaitu:
Telah terealisasi (realized), yaitu bila terjadi transaksi pertukaran antara barang yang
dihasilkan perusahaan dengan kas atau klaim untuk menerima kas. Syarat agar barang
mudah dikonversi adalah:
· Memiliki harga per unit yang pasti dan barang tersebut tidak boleh perubahan
bentuk dan ukuran barang (interchangeable). Misalnya logam mulia, perak
atau perhiasan lainnya.
· Mudah dijual tanpa memerlkan yang yang relatif besar.
· Pendapatan telah terbentuk (earned), yaitu bila kegiatan menghasilkan barang
dan jasa telah berjalan dan secara substansial telah selesai.
Awal
kegiatan/produk
Produksi selesai
dan penyimpanan
Penagihan
(collection periods)
Pemasaran Penjualan
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
57
Kam (1990) ada tiga (3) kriteria yang dapat digunakan untuk mengakui
pendapatan, yaitu:
a) Keterukuran Nilai Aset
Oleh karena pendapatan menyebabkan kenaikan total aset perusahaan yang
sekaligus akan meningkatkan modal perusahaan, criteria ini merupakan salah satu
criteria yang dapat diterima secara umum. Kriteria yang umum digunakan, bahwa
aset dianggap sebagai penukar dapat segera dikonversi menjadi kas atau setaranya
(tidak mesti kas dan piutang saja). Diterimanya aset penukar baik likuid maupun
tidak sebagai kriteria pengakuan pendapatan masih tergantung pada kondisi yang
mendasari pertukarana tersebut. Paton dan Littleton (1940, 49) mengemukakan,
“Ditinjau dari pandangan yang dominan bahwa pendapatan dapat direalisasi bila
terbukti ada penerimaan kasa atau piutang atau aset lainnya yang likuid.”
Cara lain untuk mencerminkan keterukuran nilai aset adalah adanya
kepastian pengumpulan kas. Masalah pengumpulan kas berkaitan erat dengan
perimbangan (judgment) yang umumnya didasarkan pada pengalaman perusahaan
sebelumnya. Makin lama periodik pengumpulan makin besar tingkat
ketidakpastian pengumpulan kas. Hal ini berakibat pendapatan tidak dapat segera
untuk diakui.
b) Terjadinya transaksi
Pendapatan diakui apabila terjadi pertukaran antara barang yang dihasilkan
perusahaan dengan aset baru yang diterima perusahaan. Adanya keterlibatan pihak
luar dalam transaksi menunjukkan adanya bukti yang obyektif yang berimplikasi
pada naiknya nilai perusahaan. Transaksi pertukaran merupakan nilai dasar yang
dapat dipertanggungjawabkan dalam menentukan waktu pengakuan pendapatan
dan jumlah pendapatan yang harus dicatat dan diakui. (Godzali dan Chariri, 2001,
265).
c) Proses pembentukan pendapatan telah selesai
Pendapatan terbentuk apabila ada kegiatan yang menghasilkan pendapatan dan
telah berjalan serta secara substansial telah selesai. Kegiatan menghasilkan
pendapatan secara konseptual terdiri dari tahap produksi, pemasaran, penjualan,
dan pengumpulan kas. Oleh karena itu, setiap kali biaya yang dikeluarkan pada
tahap-tahap tersebut, berarti sejumlah pendapatan telah terbentuk, meskipun
terkadang belum dapat diakui pada periodik yang bersangkutan.
PSAK No. 23/1999 telah menentukan kriteria untuk mengakui pendapatan yang
lebih bersifat teknis. Penpatan diakui apabila besar kemungkinan manfaat
ekonnomi masa depan akan mengalir ke perusahaan dan manfaat tersebut dapat
diukur dengan andal (reliabel). Selanjutnya dalam PSAK tersebut dinyatakan
bahwa pendapatan dari penjualan barang harus diakui apabila seluruh kondisi
berikut terpenuhi:
Perusahaan telah memindahkan risiko secara signifikan dan telah
memindahkan manfaat kepemilikan barang kepada pembeli. Perusahaan tidak lagi
mengelola atau melakukan pengendalian efektif atas barang yang dijual. Jumlah
pendapatan tersebut dapat diukur dengan andal. Besar kemungkinan manfaat
ekonomi yang dihubungkan dengan transaksi akan mengalir kepada perusahaan
tersebut. Biaya yang terjadi atau yang akan terjadi sehubungan dengan transaksi
penjualan dapat diukur dengan andal.
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
58
Saat Pengakuan Pendapatan
1. Pendapatan diakui selama kegiatan produksi
Pendapatan diakui selama kegiatan produksi, meskipun produk yang dihasikan
perusahaan masih dalam proses produksi. Prosedur yang digunakan adlah
persentase penyelesaian. Cara ini umumnya dijumpai pada peusahaan kontraktor
yang mengerjakan proyek-proyek dan memerlukan waktu lebih dari satu periodik
akuntansi. Seperti perusahaan pembuatan kapal, lokomotif, pembuatan gedung,
jalan raya, dan sebagainya. Pengakuan pendapatan dengan cara ini dapat dilakukan
bila harga kontrak sudah pasti dan taksiran biaya untuk menyelesaikan proyek serta
tingkat penyelesaian kontrak dapat ditaksir dan dipertanggungjawabkan secara
wajar. Taksiran tersebut umumnya dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu:
Berdasarkan persentase biaya, di mana tahap penyelesaian ditentukan dengan
membandingkan biaya yang telah dikeluarkan dengan taksiran total biaya untuk
menyelesaikan proyek.
Berdasarkan persentase penyelesaian fisik, dimana tingkat persentase penyelesaian
fisik didasarkan pada tahap kemajuan proyek (penyelesain pekerjaan di lapangan).
2. Pendapatan diakui pada saat produik selesai.
Pengakuan pendapatan atas dasar produk selesai biasanya dianggap tepat untuk
industri pertambangan dan pertanian, seperti; emas, timah, gandum, dan
sebagainya. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mengakui pendapatan
saat produksi selesai, yaitu:
o Harga jual dapat ditentukan dengan cukup tepat.
o Tidak diperlukan kegiatan pemasaran yang cukup material untuk
menjual produk tersebut.
o Biaya produk sulit untuk ditentukan.
o Satuan-satuan persediaan dapatsaling dipertukarkan (barang tidak
terpengaruh oleh perubahan bentuk dan ukuran).
3. Pengakuan pendapatan pada saat penjualan.
Pada banyak perusahaan cara ini merupakan dasar yang paling jelas dan obyektif.
Paton dan Littleton (1940) mengemukakan sebagai berikut:
Pendapatan merupakan jumlah nominal yang merupakan hasil akhir dari operasi
perusahaan. Oleh kartena itu, harus diakui dan diukur pada tingkat atau titik
kegiatan yang menentukan dalam kegiatan aliran operasi perusahaan. Pendapatan
harus benar-benar terjadi dan didukung oleh adanya aset baru yang sah (sebaiknya
berupa kas dan piutang).
Namun timbul masalah yang terjadi apabila pendapatan diakui pada saat
penjualan adalah yang berkaitan dengan biaya yang terjadi setelah penjualan (after
sales costs) misalnya biaya penagihan piutang dagang, biaya klaim, dan lain-lain.
Ada dua hal penting yang pelu diperhatikan untuk mnengantisipasi hal ini adalah:
Biaya setelah penjualan, dalam praktik biaya ini terjadi seringkali muncul
setelah terjadinya penjualan, mka sebagai solusinya bila biaya ini muncul adalah
dengan melakukan pendebitan pada jumlah rupiah taksiran biaya dan mengkredit
jumlah rupiah yang sama ke rekening cadangan biaya.
Hak pengembalian barang, khusus kasus ini FASB (1981) yang termuat
dalam SFAS No. 48 menyatakan bahwa apabila pembeli berhak untuk
mengembalikan barang, maka pendapatan baru dapat diakui bila beberapa syarat
berikut dapat terpenuhi:
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
59
Harga jual pasti dan dapat ditentukan pada saat pejualan. Pembeli sudah
membayar kepada penjual atau pembeli diwajibkan untuk membayar penjualan.
Kewajiban untuk membayar tersebut tidak tergantung pada kondisi apakah produk
yang dibeli laku dijual atu tidak.Kewajiban membayar kepada penjual tidak
berubah apabila produk dicuri, nilai produk berkurang atau produk mengalami
kerusakan (aus atau susut).
Pembeli benar-benar ada atau dengan kata lain pembeli merupakan suatu
badan yang secara ekonomi disebut perusahaan Penjual secara signifikan tidak
memiliki kewajiban atau bertanggungjawab terhadap hasil penjualan kembali
produk yang dilakukan pembeli.
Jumlah nominal pengambilan dapat ditaksir secara cukup pasti. Penjualan jasa, ada
beberapa pedoman yang dapat digunakan untuk mengakui pendapatan jasa sebagai
berikut:
Apabila kinerja (performance) jasa terdiri dari pengerjaan satu macam tindakan,
pendapatan diakui pada saat pekerjkaan tersebut terlaksana. Misalnya, biro jual
beli rumah, biro jasa, maka pendapat akan diakui pada komisi dari kegiatan
tersebut telah terjadi transaksi.
Bila pelaksaan jasa terdiri dari pengerjaan lebih dari satu macam kegiatan atau
tahapan, maka pendapatan diakui selama periodik pelaksaan pekerjaan atau secara
proporsional sesuai dengan jangka waktu penyelesaian jasa tersebut.
Bila jasa dilaksanakan lebih dari satu macam kegiatan, maka pendapatan harus
diakui pada saat pelaksanaan pekerjaan seluruhnya selelsai bedasarkan kondisi
berikut:
a) Proporsi jasa yang dihasilkan sebagai pekerjaan akhir merupakan tindakan
yang sangat penting dari keseluruhan jasa yang dikerjakan.
b) Bila jasa yang diberikan terdiri dari pekerjaan yang tidak dapat ditentukan dan
dilaksanakan pada periodik waktu yang tidak dapat ditentukan maka tidak ada
cara untuk menetukan tingkat penyelesaian pekerjaan. Oleh karena itu,
pendapatan harus diakui pada saat waktu pekerjaan selesai.
c) Bila terdapat tingkat ketidakpastiaan yang cukup tinggi (significant) dalam
pengumpulan pendapatan jasa (kas) maka pendapatan harus diakui pada saat
kas trelah diterima.
4. Pendapatan pada saat kas diterima
Dalam hal terdapt ketidakpastian yang besar mengenai pengumpulan piutang yang
timbul dari penjualan barang atau jasa, maka pengakuan pendapatan dapat ditunda
sampai saat kas betul-betul telah diterima. Alasan yang mendukung penggunaan dasar
penerimaan kas untuk pengakuan pendapatan yang berasal dari penjualan angsuran
didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut:
a) Seluruh atau sebagian piutang yang timbul bukan merupakan aset yang
mempunyai daya beli murni.
b) Semakin lama jangka waktu angsuran akan semakin besar kemungkinan piutang
tindakan tertagih.
c) Biasanya sesudah penjualan, terutama biaya penagihan dan pengumpulan piutang
lebih tinggi dibandingkan dengan biaya sesudah penjualan untuk jenis penjualan
kredit.
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
60
Dari beberapa pendekatan dalam pengakuan pendapatan di atas maka dapat diringkas
pelaporan pendapatan harus memenuhi kriteria berikut:
1. Nilai ekonomis harus sudah ditambahkan perusahaan pada produksinya,
2. Jumlah pendapatan harus dapat diukur,
3. Pengukuran harus dilakukan dan secara relatif bebas dari bias, dan
4. Adanya penandingan beban dengan pendapatan dengan dasar yang layak.
Tabel berikut ini mengikhtisarkan beberapa periodik dan kondisi pelaporan pendapatan
dalam laporan keuangan:
TABEL 5
IKHTISAR PELAPORAN PENDAPATAN
SAAT PELAPORAN KRITERIA KETERANGAN
Selama kegiatan produksi Penetapan harga berdasarkan
kontrak atau persyaratan
tertentu menggunakan harga
pasar yang ada pada tingkatan
produksi tertentu.
Akrual: kontrak jangka panjang
dilihat dari tingkat pertumbuhan
(accretion)
Saat penyelesaiaan produk Harga jual didasarkan pada
harga pasar atau nilai wajar
Logam mulia, produk pertanian
dan jasa tertentu.
Pada saat penjualan Harga yang telah ditetapkan
pada produk itu.
Misalnya; barang dagangan
Saat penerimaan kas Harga wajar pada saat transaksi
atau akad ditambah beban
tambahan (bunga maupun
marjin) yang disepakati.
Misalnya: penjualan angsuran,
pertukaran aset, dll
PERLATIHAN
1. Apa yang disebut pendapatan, jelaskan!
2. Mengapa konsep pendapatan diperlukan dalam proses penyajian dan penyusunan
laporan keuangan, jelaskan!
3. Bagaimana konsep pengukuran pendapatan yang Saudara ketahui? Jelaskan sertakan
contoh penerapannya.
4. Kapan suatu pendapatan harus diakui dan diukur?
5. Kapankah suatu konsep atau prosedur pengakuan pendapatan sebagai hal yang ideal?
Mengapa dalam pengakuan pendapatan tersebut harus memperhatikan kondisi
ekonomi yang terjadi, jelaskan.
6. Jelaskan bagaimana mengakui dan mengukur pendapatan di luar usaha, media apa
untuk mengungkapkannya? Jelaskan.
7. Pendapatan atau penghasilan dalam suatu kegiatan usaha diakui untuk tujuan tertentu
pada waktu transaksi dicatat (critical event). Dalam beberapa kondisi tertentu
pendapatan diakui bersamaan pada waktu penghasilan tersebut diperoleh. Tetapi pada
kondisi lainnya penghasilan bisa juga diakui pada saat terjadinya penjualan.
a) Jelaskan dan berikan alasan mengapa pendapatan pada saat penjualan.
b) Pada saat kondisi apa yang tepat untuk mengakui pendapatan untuk kegiatan yang
bersifat produktif.
c) Kapan suatu pendapatan diakui secara umum, tentukan titik kritisnya (kejadian
penting).
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
61
8. Untuk dapat digolongkan sebagai akun luar biasa dalam laporan laba rugi, suatu
kejadian atau transaksi harus bersifat tidak biasa atau tidak kerap terjadi. Jelaskan
bagaimana suatu kejadian tersebut bersifat tidak biasa dan bagaimana harus
diungkapkan dalam laporan keuangan.
9. Mengapa pendapatan perlu diakui dan dilaporkan dalam laporan keuangan, jelaskan!
10. Jika perusahaan memperoleh laba pada tahun buku tahun ini sebesar
Rp.1.000.000.000,- dan penghasilan laba di luar usaha sebesar Rp.250.000.000,-
sedangkan pembagian dividen berjumlah Rp.250.000.000,- (250.000 lbr saham).
Jelaskan bagaimana menyajikan dan mengungkapkan hal ini dalam laporan keuangan.
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
62
BAB VI
KONSEP BIAYA
PENDAHULUAN
Konsep dasar yang melandasi pembebanan dan pelaporan biaya menurut Paton dan
Littleton (1970) adalah Konsep Upaya dan Hasil (efforts and accomplishment concepts)
yang terbagi dalam dua bagian, yaitu:
a) Expenses yang masih melekat diakui dan dicatat sebagai biaya.
b) Expenses yang sudah habis dipakai diakui dan dicatat sebagai beban.
A. PENGERTIAN
Ada beberapa pengertian biaya dilihat dari sudut pandang peristiwa moneter dan fisik,
yaitu: Menurut FASB (1980), “biaya adalah aliran kas keluar (cash out flows) atau
pemakaian aset atau timbulnya utang atau kombinasi keduanya selama satu periodik yang
berasal dari penjualan atau produksi keduanya selama satu periodik yang berasal dari
penjualan atau produksi barang atau penyerahan jasa atau pelaksanaan kegiatan lainnya
yang merupakan kegiatan utama perusahaan (entitas)”.
Sedangkan IAI (2007) dalam paragraf 70 menyatakan, “Biaya (beban) adalah
penurunan manfaat ekonomis selama satu periodik akuntansi dalam bentuk arus kas
keluar atau berkurangnya aset atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan
ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal”. Pengertian ini
menunjukkan bahwa, dividen tersebut bukan merupakan beban/biaya. Sebab yang menjadi
beban/biaya tersebut adalah beban/biaya operasional dan non operasional. Distribusi
pembagian dividen (laba) diambil dari laba bersih.
Menurut Kam (1990), biaya sebagai penurunan nilai aset atau kenaikan utang atau
kenaikan ekuitas pemegang saham (stockholder’s equity) sebagai akibat pemakaian barang
atau jasa oleh suatu unit usaha untuk menghasilkan pendapatan periodik berjalan.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Biaya dapat dipandang dari sudut peristiwa fisik dan moneter;
2. Biaya menunujukkan adanya perubahan nilai, yang menunujukkan pengorbanan
ekonomis yang telah dan akan dilakukan; dan
3. Biaya akan dikeluarkan dari adanya kegiatan pemakaian aset untuk tujuan
menghasilkan pendapatan.
Sehingga beban tersebut merupakan pengeluaran kas dimana manfaat ekonomisnya
telah dinikmati oleh perusahaan (habis). Sedangkan biaya mengandung dua dimensi, yaitu
yang telah menjadi beban dan masih melekat untuk masa yang akan datang. Disamping itu
beban tidak memerlukan aloksi atau distribusi sistematis, karena didasarkan fungsi
pengeluaran. Sebaliknya biaya harus dilokasikan secara sistematis sesuai dengan manfaat
ekonomis dan metoda alokasi yang dipakai. Secara lebih jelas perbedaan antara biaya dan
beban dapat dilihat pada tabel berikut:
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
63
Tabel 6
PERBEDAAN BIAYA DAN BEBAN
FOKUS BIAYA BEBAN
Tujuan Pengeluaran
Biaya tidak habis pakai
untuk menghasilkan
pendapatan
Habis pakai dalam periodik
bersangkutan untuk
menghasilkan pendapatan
Masa (periodik) manfaat
ekonomi
Lebih dari satu periodik
akuntansi
Maksimal satu periodik akuntansi
Pencatatan dan pelaporan
Dicatat dalam rekening
Biaya (sebagai aset lancar)
dan dilaporkan di Neraca
Dicatat sebagai beban (beban
operasional) dan dilaporkan
dalam Laporan Rugi/Laba
Alokasi /pembebanan Secara sistematis Tidak ada alokasi (segera)
B. PENGUKURAN DAN PENGAKUAN BIAYA
Pengukuran dan pengakuan biaya memainkan peranan penting dalam penyusunan
laporan keuangan. Kecermatan mengukur besarnya biaya akan mempengaruhi
keakuratan informasi laporan keuangan yang dihasilkan. Ketepatan saat mengakui
biaya juga akan berpengaruh dalam penentuan besarnya tingkat laba/rugi perusahaan.
Sejalan dengan hal tersebut maka ada tiga konsep dasar dalam pengukuran biaya yang
dapat digunakan sebagai berikut:
1. Konsep Biaya Historis (historical cost), yaitu jumlah rupiah atau setara kas yang
dikorbankan untuk memperoleh aset berdasarkan periodik pengeluarannya, seperti
gedung, peralatan, dan asuransi dibayar dimuka.
2. Konsep Biaya Pengganti (replacement cost), yaitu jumlah atau harga aset
pertukaran sekarang sebagai dasar pencatatan. Misalnya, penilaian untuk sediaan,
aset, gedung, dan tanah.
3. Konsep Biaya Setara Kas (cash equivalent), yaitu jumlah rupiah atau kas yang
dapat direalisasi dalam kondisi perusahaan normal.
Untuk mengakui biaya ada dua konsep yang mempunyai kedudukan penting yaitu:
a) sebagai aset (potensi jasa) dan b) sebagai beban pendapatan (biaya). Namun bila
didasarkan atas konsep kontinyuitas usaha (going concern), biaya pertamakali dapat
diperlakukan sebagai pengurang pendapatan, hal ini berakibat munculnya dua masalah
yaitu:
1) Kriteria yang digunakan untuk menentukan biaya tertentu yang harus dibebankan
pada pendapatan periodik berjalan.
2) Kriiteria yang digunakan untuk menentukan bahwa biaya tertentu ditangguhkan
pembebanannya.
Berdasarkan hal tersebut maka biaya dapat ditangguhkan pembebanannya bila:
a) Memenuhi definisi aset (memiliki manfaat ekonomis masa mendatang, dapat
dikendalikan perusahaan, atau berasal dari transaksi masa lalu);
b) Ada kemungkinan bahwa manfaat ekonomis masa mendatang yang melekat pada
aset tersebut masih dapat dinikmati oleh entitas yang menguasainya;
c) Besarnya manfaat eknonomis dapat diukur secara andal (reliable).
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
64
Di lain pihak beban dalam laporan rugi laba dapat diakui bila terdapat penurunan
manfaat ekonomis masa mendatang, yang berkaitan dengan penurunan aset atau
kenaikan kewajiban yang telah terjadi dan dapat diukur dengan andal. Beban juga akan
dapat diakui, dicatat dan dilaporkan dalam laporan rugi laba pada saat timbulnya
kewajiban meskipun tanpa harus adanya pengakuan aset, misalnya saat timbulnya utang
garansi.
C. PRINSIP PENANDINGAN (MATCHING PRINCIPLES)
Konsep ini dimaksudkan adalah untuk mencari dan menemukan dasar hubungan
yang tepat dan rasional anatara pendapatan dan biaya. Pendapatan merupakan hasil
yang akan dicapai oleh perusahaan, sementara biaya yang dikeluarkan adalah untuk
memperoleh pendapatan tersebut sesuai dengan konsep upaya dan hasil. Namun,
terkadang muncul masalah berkaitan dengan upaya penandingan ini. Masalah utama
dalam menandingkan antara pendapatan dan biaya adalah untuk menentukan dasar
penndingan yang paling tepat. Hubungan fisik yang dapat dilihat sebenarnya dapat
digunakan sebagai sarana untuk dapat melacak dan dasar pembebanannya. Meskipun
demikian harus diakui bahwa dengan melihat kondisi yang ada, seharusnya dasar
penandingan yang paling relevan adalah didasrkan atas alasan kelayakan
(reasonableness) bukan pada alasan hubungan fisiknya. Gambar konsep penandingan
hubungan biaya dengan pendapatan sebagai berikut:
GAMBAR 9
KONSEP PENANDINGAN
Ada tiga dasar penandingan yang umum digunakan sebagai dasar untuk mencari
hubungan antara biaya dan pendapatan dalam satu periodik tertentu, (Kam, 1990)
mengemukakan sebagai berikut:
1. Hubungan Sebab Akibat (association of causes and effects)
2. Alokasi Sistematik dan Rasional (systematic and rational allocation)
3. Pembebanan Segera (immediate recognition)
Tiga konsep dasar penandingan tersebut diuraikan sebagai berikut:
Cost of Assets Basic of matching:
-Hubungan sabab akibat
-Alokasi sistematis
-Pembebanan segera
GOODS
BUSSINES UNIT
UNITUNITS INCOME
BTU EXPENSES
D
CGM/COS
Revenue & Gains
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
65
1. Hubungan sebab akibat, dalam dasar ini biaya akan ditandingkan secara langsung
(direct matching principles) seperti beban komisi penjualan, gaji dan upah, dan
beban barang yang terjual (cost of goods sold). Oleh karena itu, biaya harus
dihubungkan dengan pendapatan yang direalisasi selama periodik tertentu atas
dasar korelai rasional yang dapat dilihat secara langsung. Sehingga dalam
mengalokasikasikan secara rasional biaya tersebut dapat dibagi menjadi dua,
yaitu:
a) biaya yang melekat pada produk yang terjual yang akan diakui sebagai beban.
b) biaya yang melekat pada produk yang belum terjual (dilaporkan sebadai elemen
persediaan) dan akan dicatat sebagai aset sampai produk atau jasa tersebut
terjual.
Dalam perusahaan industri biaya dikelompokkan dalam biaya produksi
langsung dan biaya produksi tidak langsung. Biaya produksi langsung adalah biaya
yang digunakan untuk memproduksi barang atau jasa tertentu yang secara
langsung dapat diidentifikasi atau ditelususri ke produk yang dihasilkan tersebut.
Seperti biaya bahan baku dan tanaga kerja, karena terjadinya pengeluaran biaya
tersebut terjadi atau manfaat ekonomisnya dapat diidentifikasi langsung pada
produk yang dihasilkan itu lebih tepat menggunakan beban bahan baku dan beban
gaji dan upah). Sedangkan biaya produksi tidak langusng adalah biaya yang
dikeluarkan untuk menghasilkan barang atau jasa dan digunakan dalam proses
produksi, sehingga dalam pembebanannya perlu dilakukan identifikasi atau
penelusuran secara sistematis, proporsional, dan akurat. Biaya tersebut adalah
biaya overhead pabrik (lebih tepat digunakan beban overhead pabrik).
Untuk biaya langsung yang berhubungan dengan pendapatan masa
mendatang, tetapi tidak masuk dalam biaya produksi, maka pembebanan biaya
harus dilakukan pada saat terjadinya atau dikeluarkannya biaya tersebut. Oleh
karena itu, biaya tersebut diakui dan dilaporkan pada periodik terjadinya, kecuali
masa manfaat yang akan diperoleh dari pengorbanan biaya tersebut dapat diukur
secara andal maka biaya tersebut harus dialokasikan pada periodik berikutnya
secara proporsional, yaitu dengan melakukan penandingan antara pendapatan dan
biaya yang telah dikeluarkan.
Bila biaya yang berhubungan dengan pendapatan yang terjadi setelah
pendapatan diakui, maka hal ini akan berkaitan dengan penentuan besarnya biaya
yang akan timbul, misalnya setelah transaksi, atau setelah penjualan. Apabila biaya
tersebut dapat ditaksir dan diukur secara layak dan andal maka biaya ini dapat
diakui sebagai biaya pada periodik pengakuan pendapatan tersebut. Jadai
hubungan sebab akibat dapat digunakan bila dapat didentifikasi untuk menentukan
bahwa pendapatan tersebut terjadi akibat adanya biaya yang dikeluarkan atau
sebaliknya. Misalnya untuk biaya penagihan piutang dagang, yang timbul akibat
keterlambatan pembayaran atau karena pelanggan yang pindah ke lokasi lain.
Untuk biaya garansi, yang timbul sebagai biaya pada saat pemasaran produk
atau penjualan dan harus dicatat dan diakui sebagai utang garansi. Meskipun
sebenarnya biaya ini belum terjadi tetapi pembenannya harus dilakukan sebagai
wujud tanggungjawab dan penjaminan kepercayaan masyarakat. Hal ini sejalan
dengan prinsip dalam pengakuan pendapatan bahwa biaya tidak akan terjadi bila
tidak ada pendapatan. Seperti dalam kontrak jangka panjang yang menggunakan
metoda kontrak selesai, maka biaya tidak akan diakui atau dibebankan selama
belum adanya pendapatan yang diakui. Pada penjualan angsuran (installment
sales), total penjualan angusuran dan beban pokok barang terjual (cost of goods
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
66
sold) dicatat secara bersamaan. Selisih penjualan dan beban pokok barang terjual
dicatat dalam rekening utang dengan nama “Laba Kotor yang Belum Direalisasi”
(LKBD). Laba ini akan dialokasikasikan secara proporsional sesuai dengan aliran
kas masuk atau angsuran yang telah diterima. Dengan demikian, beban barang
yang terjual dianggap memiliki hubungan dengan pendapatan atas dasar kas yang
diterima.
2. Alokasi sistematis dan rasional, atau dikenal dengan dasar penandingan periodik
(period matching) atau penandingan tidak langsung (indirect matching principles).
Alokasi dapat digunakan sebagai dasar penandingan bila dasar penandingan sebab
akibat tidak dapat digunakan. Ada beberapa alasan yang mendukung pemakaian
alokasi ini, yaitu:
1. Banyak biaya periodik yang berhubungan secara tidak langsung dengan
periodik berjalan
2. Sulitnya mencari dasar hubungan langsung yang layak dan rasional.
3. Manfaat ekonomis masa mendatang yang sulit diukur dengan layak dan andal.
4. Biaya yang terjadi bersifat rutin dan terjadi berulang-ulang.
5. Bila biaya tersebut merupakan biaya bersama.
3. Pembebanan segera (immediate recognition), pembebanan dengan cara ini
dilakukan bila tidak ada alasan yang kuat untuk membebankan biaya atau beban
atas dasar hubungan sebab akibat dan alokasi sistematis dan rasional, maka biaya
harus dibebankan segera pada periodik terjadinya. Alasan yang melandasi
pemebebanan dengan cara ini adalah kepraktisan. Seperti biaya yang dikeluarkan
untuk advertensi sangat sulit dihubungkan dengan pendapatan atas dasar hubungan
sebab akibat, karena biaya tersebut kemungkinan memiliki masa manfaat
ekonomis lebih dari satu periodik akuntansi. Demikian juga manfaat ekonomis
tersebut sulit untuk diukur secara andal dalam cara pembebanan atas dasar alokasi
sistematis dan rasional sehingga sebagian besar entitas menggunakan cara
pembebanan segera. Dengan asumsi bahwa biaya tersebut tidak sangat besar dan
terjadi secara rutin.
D. KELEMAHAN KONSEP PENANDINGAN
Konsep penandingan merupakan salah satu konsep yang digunakan dalam
rerangka akuntansi konvesional. Menandingkan biaya dengan pendapatan (Paton dan
Littleton, 1970) sama halnya dengan menandingkan upaya dan hasil (efforts and
accomplishment). Beberapa kelemahan konsep ini adalah:
1. Bukti yang obyektif.
Dalam pengakuan pendapatan, bukti obyektif merupakan syarat utama yang harus
dipenuhi. Namun demikian bukti obyektif tersebut kurang begitu diperhatikan dalam
pengakuan biaya. Pengakuan biaya lebih didasarkan pada masalah rasional dan
kelayakan dari pada bukti obyektif. Salah satu alasan tidak diperhatikannya bukti
obyektif dalam pengakuan biaya adalah adanya penerapan konsep konservatisme.
Konsep ini menyatakan bahwa biaya, rugi dan utang harus segera diakui meskipun
tidak ada bukti yang andal dan obyektif. Sementara pendapatan, untung (gains) dan
aset tidak dapat diakui apabila tidak ada bukti yang obyektif.
2. Suatu kondisi atau situasi yang melibatkan ketidakpastian (uncertainty).
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
67
Hal ini memungkinkan timbulnya suatu kerugian (losses) bagi entitas dimana
timbulnya rugi tersebut sangat tergantung pada terjadinya atau tidaknya suatu
peristiwa sekarang atau masa yang akan datang. Dalam rugi kontijensi hendaknya
dimasukkan sebagai unsur biaya. Seperti kemungkinan tidak terkumpulnya piutang
dagang, gugatan terhadap aset, sengketa di pengadilan, dan lain-lain. Terhadap hal
tersebut maka taksiran kerugian harus diakui berdasarkan kondisi berikut:
a. Sebelum laporan keuangan disajikan maka terhadap informasi yang menunjukkan
kemungkinan timbulnya rugi yang cukup pasti, harus diungkapkan.
b. Bila jumlah kerugian dapat ditaksir dengan layak dan andal (akurat), maka dpat
ditentukan besarnya kerugian berdasarkan tingkat persentase tertentu.
E. EVALUASI TERHADAP KONSEP PENANDINGAN
Hubungan sebab akibat merupakan konsep paling ideal untuk menandingan antara
biaya dengan pendapatan. Namun hubungan ini sebenarnya akan sulit untuk diterapkan
karena terkait dengan konsep biaya melekat (cost attach) dan tidak memiliki alasan
atau argumentasi yang kuat. Oleh karena itu, dalam menetapkan konsep penandingan
yang dipakai harus memperhatikan beberapa kriteria beriktu:
1. Kejelasan (additivity)
Aloklasi harus melibatkan keseluruhan jumlah yang ada, sehingga jumlah bagianbagiannya
sama dengan jumlah keseluruhannya dan tidak kurang atau tidak lebih.
Dengan kata lain, jika jumlah yang dilokasikan ditambahkan bersama-sama maka
totalnya harus sama dengan jumlah sebelum alokasi.
2. Ketegasan (unambiguity)
Metoda alokasi harus menhasilkan alokasi yang unik dengan menggunakan satu
dasar alokasi yang jelas (scarcity) dan tepat, dan sistematis.
3. Defensibilitas (defensibility)
Metoda alokasi yang dipilih harus lebih baik dibanding dengan metoda alokasi
lainnya. Dan metoda tersebut harus didukung oleh alasan yang kuat agar dapat
dipertahankan dari kemungkinan pemakaian metoda lainnya. (Godzali dan Chariri,
2003).
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
68
BAB VII
KONSEP LABA
PENDAHULUAN
Laba adalah sisa lebih yang diperoleh oleh entitas bisnis, yaitu sisa lebih antara
pendapatan dan biaya atau beban. Jadi laba merupakan kenaikan harga aset yang dimiliki
selama satu periodik akuntansi, atau kenaikan daya beli yang diinvestasikan. Sehingga
konsep laba ini harus dipahami secara baik agar kenaikan ekuitas tersebut dapat digunakan
sebagai informasi yang optimal bagi semua pihak dalam mengambil keputusan ekonomi.
Dalam praktik, kita harus dapat memisahkan konsep laba menurut pandangan barbagai
pihak. Tergantung pada tujuan terhadap penyajian laba tersebut. Sebab laba tersebut
merupakan akumulasi dari seluruh kegiatan baik yang bersifat rutin maupun non rutin.
A. PENGERTIAN LABA (INCOME)
Pengertian laba yang dianut dalam struktur akuntansi sekarang adalah laba
akuntansi yang merupakan selisih dari pengukuran pendapatan dan biaya. Dalam
Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan, (IAI, 2007)
menyatakan, Penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu
periodik akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan
kewajiban yang mengakibatkan kenaikan yang tidak berasal dari kontribusi penanam
modal. (tujuan). Dalam paragraf lain (07) selanjutnya disebutkan bahwa: penghasilan
(income) meliputi pendapatan (revenue) maupun keuntungan (gains). Jadi pendapatan
merupakan kenaikan aset, yang dihasilkan dari pendapatan setelah dikurangi dengan
beban atau biaya.
Menurut Fisher (1912) dan Bedford (1965) menyatakan bahwa pada dasarnya ada
tiga konsep laba yang umum digunakan sebagai berikut:
1. Phsycal income, yang menunjukan konsumsi barang/jasa yang dapat memenuhi
kepuasan dan keinginan individu.
2. Real income, yang menunjukkan kenaikan dalam kemakmuran ekonomi yang
ditunjukkan oleh adanya kenaikan cost of living.
3. Money income, yang menunjukkan kenaikan nilai moneter sumber-sumber
ekonomi yang digunakan untuk konsumsi sesuai dengan biaya hidup (cost of
living).
Menurut Mitchel dalam Bedford (1965), perbedaan antara laba ekonomi
dan laba akuntansi disebabkan oleh perbedaan konsep yang melandasinya. Hick
(1946) secara spesifik menyebutkan bahwa laba ekonomi (economic income)
adalah jumlah maksimum yang dapat dikonsumsi selama satu minggu tanpa harus
mengurangi jumlah kemakmuran pada awal periodik. Laba akuntansi memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1. Laba akuntansi didasarkan pada transaksi aktual terutama yang berasal dari
penjualan barang/jasa.
2. Laba akuntansi didasarkan pada postulat periodisasi dan mengacu pada kinerja
perusahaan selama satu periodik.
3. Laba akuntansi didasarkan pada prinsip pedapatan yang memerlukan
pemahaman khusus tentang definisi, pengukuran dan pengakuan pendapatan.
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
69
4. Laba akuntansi memerlukan pengukuran tentang biaya (expenses) dalam
bentuk biaya historis.
5. Laba akuntansi menghendaki adanya penandingan (matching) antara
pendapatan dengan biaya yang relevan dan berkaitan dengan pendapatan
tersebut.
B. LABA AKUNTANSI.
Keunggulan laba akuntansi dapat dirumuskan sebagai berikut (Belkauoi, 1995):
1) Laba akuntansi teruji dalam sejarah di mana pemakai laporan keuangan masih
mempercayai bahwa laba akuntansi masih brmanfaat untuk membantu
pengambilan keputusan ekonomi.
2) Laba akuntansi diukur dan dilaporkan secara obyektif dan dapat diuji
kebenarannya (verifiable).
3) Laba akuntansi dipandang bermanfaat untuk tujuan pengendalian terutama
pertanggungjawaban manajemen.
Sedangkan kelemahan laba akuntansi dapat dirumuskan (Belkauoi, 1995) sebagai
berikut:
1) Laba akuntansi gagal mengakui kenaikan nilai aset yang belum direalisasi dalam
satu periodik karena prinsip biaya historis dan realisasi.
2) Laba akuntansi yang didasarkan pada prinsip biaya historis mempersulit
perbandingan laporan keuangan karena kemungkinan terjadinya perbedaan
metoda perhitungan biaya dan metoda alokasi.
3) Laba akuntansi yang didasarkan pada prinsip realisasi, biaya historis, dan
koservatisme dapat menghasilkan data yang menyesatkan dan tidak relevan.
Di pihak lain kelemahan laba akuntansi tersebut di atas menurut Hendriksen
(1989) menyebutkan beberapa kelemahan laba akuntansi yang diukur dengan
rerangka akuntansi konvensional. Oleh karena itu, secara lebih jelas Hendriksen
mengungkapkan pula beberapa kelemahan sebagai berikut:
a. Konsep laba belum dirumuskan secara jelas.
b. Belum ada dasar pengukuran dan penyajian yang secara teroritis mantap.
c. Praktik akuntansi yang berterima umum memungkinkan timbulnya
ketidakkonsistenan dalam pengukuran laba periodik dari perusahaan yang
berbeda atau periodik akuntansi yang sama.
d. Perubahan tingkat harga (daya beli uang) belum tercermin dalam laba akuntansi
yang dihitung atas dasar nilai nominal uang.
e. Informasi lain mungkin terbukti lebih bermanfaat bagi investor dan pemegang
saham dalam pengambilan keputusan investasi.
C. TUJUAN PELAPORAN LABA
Tujuan pelaporan laba adalah memberikan informasi keuangan yang dapat
menunjukkan prestasi perusahaan (earning management) dalam menghasilkan laba
(earning per share). Tujuan pelaporan laba adalah untuk menyediakan informasi yang
bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan dalam pengambilan keputusan ekonomi. Oleh
karena itu, informasi tentang laba perusahaan sangat penting bagi investor dan pembuat
keputusan (decision maker) yang dapat digunakan sebagai:
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
70
1. Indikator efesiensi penggunaan dana yang tertanam dalam perusahaan yang
diwujudkan dalam tingkat kembalian (rate of return on invested capital);
2. Pengukur prestasi manajemen;
3. Alat pengendalian alokasi suber daya ekonomi suatu negara;
4. Dasar kompensasi dan pembagian bonus;
5. Alat motivasi manejemen dalam pengendalian perusahaan;
6. Dasar untuk kenaikkan kemakmuran; dan
7. Dasar pembagian dividen.
D. KONSEP PENGUKURAN DAN PENGAKUAN LABA
Pengukuran besarnya laba sangat tergantung pada besarnya pendapatan dan biaya.
Karena laba adalah bagian dari pendapatan, maka konsep penghimpunan dan realisasi
pendapatan juga berlaku untuk laba. Sehingga dalam pengukuran dan pengakuan laba
tersebut akan serupa dan konsisten dengan pengukuran dan pengakuan pendapatan Hal ini
menunjukkan bahwa adanya basic concept yang sama.
Dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan, IAI (2007)
menyatakan bahwa, “Penghasilan (income) akan diakui apabila kenaikan manfaat
ekonomis di masa mendatang yang berkaitan dengan peningkatan aset atau penurunan
kewajiban yang telah terjadi dan jumlahnya dapat diukur dengan andal” (paragraf 06)
Pendapatan harus diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau yang akan
diterima (paragraf 08). Imbalan tersebut umumnya berupa kas atau nilai setara kas yang
diterima atau yang akan diterima.
Ada tiga pendekatan yang dapat digunakan untuk mengakui dan mengukur laba:
1. Pendekatan Transaksi (transaction concept)
Pendekatan transaksi menganggap bahwa perubahan aset atau utang (laba) terjadi
hanya karena adanya transaksi, baik internal maupun eksternal. Transaksi
eksternal timbul karena adanya transaksi yang melibatkan perubahan aset maupun
utang dengan pihak luar perusahaan. Pada saat transaksi eksternal terjadi, nilai
pasar dapat dijadikan dasar untuk mengakui pendapatan.
Bahwa pendapatan dari hasil transaksi harus diakui bila seluruh kondisi di bawah
ini terpenuhi, yaitu:
a. perusahaan telah memindahkan risiko secara signifikan dan memindahkan
manfaat kepemilikan barang atau jasa kepada pembeli.
b. perusahaan tidak lagi mengelola atau melakukan pengendalian efektif atas
barang atau jasa yang dijual
c. jumlah pendapatan tersebut dapat diukur secara andal
d. besar kemungkinan manfaat ekonomi yang dihubungkan dengan transaksi akan
mengalir kepada perusahaan tersebut.
e. biaya yang terjadi atau akan terus terjadi sehubungan transaksi penjualan dapat
diukur secara andal, (PSAK 23/2007, 13).
2. Pendekatan Kegiatan (event concept)
Pendekatan ini merupakan perluasan dari pendekatan transaksi. Hal ini disebabkan
pendekatan kegiatan dimulai dengan transaksi sebagai dasar pengukuran.
Perbedaannya adalah bahwa pendekatan transaksi didasarkan pada proses
pelaporan yang mengukur transaksi dengan pihak luar sedangkan pendekatan
kagiatan didasarkan pada kejadiannya.
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
71
3. Pendekatan Pemeliharaan Modal (capital maintenance concept)
Dalam konsep pemeliharaan modal, kapital disini dimaksudkan sebagai kapital
atau modal dalam arti kekayaan bersih dalam artian luas dan dalam berbagai
bentuknya. Jadi kapital diartikan sebagai kelompok kekayaan tanpa
memperhatikan siapa yang memiliki kekayaan tersebut.
Pegukuran terhadap sangat dipengaruhi oleh nilai (unit pengukur), jenis
kapital dan skala pengukuran. Perbedaan terhadap ketiga faktor tersebut akan
mengakibatkan perbedaan besarnya laba yang akan diperoleh.
1) Nilai atau satuan unit pengukur
Nilai menunjukan preferensi seseorang terhadap barang tertentu karena
adanya manfaat yang diharapkan dari barang tersebut. Nilai bersifat subyektif
dan sulit diukur, maka harga pasar dianggap sebagai nilai yang obyektif
untuk mengukur suatu barang (obyek) tersebut. Secara umum nilai kapital
dapat diukur dengan menggunakan biaya historis, current cost maupun
replacement cost.
2) Jenis kapital
Kapital secara umum diartikan sebagai aset bersih (netto) yaitu selisih antara
jumlah utang. Laba dapat dihitung dari selisih antara kapital awal dan kapital
akhir. Pada dasarnya pengertian kapital dapat ditinjau dari dua sudut pandang
yaitu finansial dan fisik.
3) Skala pengukuran
Skala menunjukan seberapa besar informasi yang dihasilkan oleh sejumlah
angka tertentu. Skala pengukuran dalam akuntansi dapat dibagi menjadi dua
yaitu skala nominal dan skala daya beli konstan:
a. Skala Nominal
Skala pengukuran nominal adalah sejumlah rupiah (nominal) yang telah
terjadi dan dicatat dalam akuntansi tanpa memperhatikan perubahan daya
beli.
b. Skala Daya Beli Konstan
Untuk memperoleh nilai atas dasar skala daya beli konstan, unit moneter
diubah dengan menggunakan indeks tertentu (misalnya indeks harga
konsumen). Metoda yang dapat digunakan untuk menilai aset bersih
(Hendriksen, 1989):
1. Kapitalisasi aliran kas harapan (capital of expected cash flows);
2. Penilaian harga pasar perusahaan (market valuation of the firm);
3. Jumlah setara kas (market cash equivalent);
4. Harga input historis (historical input prices);
5. Harga input terkini (current input prices); dan
6. Daya beli konstan (constant purchasing power).
E. UNSUR LABA
Ada dua konsep yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja suatu entitas atau
perusahaan. Dua konsep tersebut, yaitu current operating concept (earnings) dan all
inclusive concept of income (laba komprehensif).
a. Konsep Laba Periodik (earning periodic)
Konsep laba periodik dimaksudkan untuk mengukur efisiensi suatu perusahaan.
Ukuran efisiensi umumnya dilakukan dengan membandingkan laba periodik
berjalan dengan laba periodik sebelumnya atau dengan laba perusahaan lain pada
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
72
industri yang sama. Yang termasuk unsur laba adalah peristiwa atau perubahan
nilai yang dapat dikendalikan manajemen dan berasal dari keputusan-keputusan
periodik berjalan.
b. Laba Komprehensif
FASB dalam SFAC No. 3 dan 6 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan laba
komprehensif adalah, “Total perubahan aset bersih (ekuitas) perusahaan selama
satu periodik berasal dari semua transaksi dan kegiatan lain dari sumber selain
sumber yang berasal dari pemilik”. Jadi pengertian laba komperhensif adalah
hampir sama dengan pengertian laba bersih (net income) yang penyusunannya
menggunakan konsep atau pendekatan all inclusive. Laba periodik dan laba
komprehensif mempunyai komponen utama yang sama yaitu pendapatan, biaya,
untung/laba dan rugi.
F. UNSUR NON OPERASIONAL
Unsur non-operasional adalah pos luar biasa (extraordinary item), kegiatan yang
dihentikan (discontinued operation), dan perubahan akuntansi (accounting changes).
a. Pos Luar Biasa (extraordinairy items)
Extraordinary items adalah peristiwa atau transaksi yang memiliki pengaruh
material, dan diharapkan jarang terjadi serta tidak berasal dari faktor yang sifatnya
berulang-ulang dalam kegiatan usaha normal perusahaan (APB Opinion No. 9,
1966, : 21). Definisi tersebut banyak dikritik karena bersifat ambiguous. Akhirnya
dikeluarkan APB Opinion No. 30 “Reporting the Results of Operation” pada tahun
1973 yang menyebutkan bahwa unsur laporan keuangan dikatakan sebagai
extraordinary items jika memenuhi dua syarat berikut:
1. Tidak umum (unusual)
2. Jarang terjadi (infrequency of occurrence)
b. Penghentian Segmen Bisnis
Segmen bisnis merupakan komponen dari entitas yang kegiatannya menunjukkan
bisnis yang terpisah atau berdasarkan kelas konsumen. Penghentian segmen bisnis
berarti kegiatan operasional bisnis tersebut dihentikan atau dijual. Apabila
penghentian segmen bisnis dilakukan maka harus ada pengakuan untung atau rugi
terhadap penghentian tersebut sesuai pada tanggal pengukuran.
Laba atau rugi yang akan diakui termasuk yang terjadi akibat dua faktor berikut:
4) Laba atau rugi kegiatan segmen mulai tanggal pengukuran sampai tanggal
penghentian.
5) Untung/laba atau rugi penghentian segmen.
APB No. 30 menyebutkan bahwa hasil penghentian segmen dilaporkan
bersih setelah pajak dan disajikan dalam laporan laba-rugi setelah pos laba usaha
(laba dari kegiatan normal) tetapi sebelum pos luar biasa.
c. Perubahan Kebijakan Akuntansi (judgment of accounting)
Perubahan akuntansi dapat dikelompokan ke dalam tiga jenis:
1. Perubahan prinsip akuntansi, yaitu perubahan yang terjadi dimana perusahaan
memilih metoda akuntansi yang berbeda dengan metoda yang digunakan
sebelumnya. Metoda akuntansi yang dipilih tersebut masih berada dalam
lingkup generally accepted accounting principles, (misalnya dari FIFO ke
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
73
LIFO untuk persediaan, atau dari metoda depresiasi garis lurus ke metoda
depresiasi dipercepat)
2. Perubahan estimasi akuntansi, yaitu perubahan taksiran jumlah tertentu atas
jumlah taksiran yang telah ditentukan pada periodik sebelumnya (misalnya
taksiran umur ekonomi aset tetap atau taksiran piutang tidak tertagih).
3. Perubahan entitas pelapor, yaitu perubahan yang berkaitan dengan status
entitas pelapor sebagai akibat konsolidasi, perubahan anak perusahaan tertentu
atau jumlah perusahaan yang dikonsolidasikan.
d. Penyesuaian Periodik Sebelumnya.
Jumlah akuntansi untuk penyesuaian periodik sebelumnya dibebankan atau
dikredit ke saldo laba ditahan awal periodik. Jumlah tersebut adalah jumlah bersih
setelah diperhitungkan aspek pajak sehingga jumlah tersebut tidak diperhitungkan
dalam penentuan laba bersih tahun berjalan.
G. PERATAAN LABA (INCOME SMOOTHING)
Ada beberapa pendapat yang mencoba membahas teknik perataan laba tersebut
sebagai berikut:
a. Beidelman (1973), perataan laba yang dilaporkan dapat didefinisikan sebagai
usaha yang disengaja untuk meratakan laba atau memfluktuasikan tingkat laba
sehingga pada saat sekarang dipandang normal bagi suatu perusahaan. Dalam hal
ini perataan laba menunjukkan suatu usaha manajemen perusahaan untuk
mengurangi variasi abnormal laba dalam batas-batas yang diijinkan dalam praktik
akuntansi dan manajemen yang wajar. Selanjutnya dia mengungkapkan ada dua
alasan yang unik untuk melakukan alasan perataan laba, yaitu:
· Alasan pertama didasarkan pada pola laba periodik yang stabil dan dapat
mendukung tingkat dividen yang lebih tinggi dibandingkan pola laba
berfluktuasi.
· Alasan kedua berkaitan dengan upaya meratakan kemampuan untuk
mengantisipasi pola fluktuasi laba periodik dan kemungkinan mengurangi
korelasi kembalian yang diharapkan perusahaan (firm’s expected return)
dengan kembalian porto folio pasar (return of market portfolio).
b. Heyworth (1953), menyatakan bahwa motivasi yang mendorong dilakukannya
peraturan laba adalah untuk memperbaiki kinerja hubungan dengan kreditur,
investor dan karyawan, serta meratakan siklus usaha melalui proses psikologis.
c. Barnes, et. Al (1976) yang membedakan tiga dimensi perataan laba, yaitu:
1) Perataan laba melalui terjadinya peristiwa dan akan pengakuan peristiwa.
Artinya manajemen dapat menetukan waktu terjadinya transaksi aktual
sehingga pengaruh transaksi tersebut terhadap laba yang dilaporkan cenderung
rata sepanjang waktu. Teknik ini disebut pula dengan istilah real income.
2) Perataan melalui alokasi (classification smoothing). Jika angka-angka dalam
laporan rugi laba selain laba bersih merupakan obyek laba, maka manajemen
dapat dengan mudah mengklasifikasikan unsur-unsur dalam laporan laba rugi
sehingga mengurangi variasi laba setiap periodiknya.
3) Perataan melalui alokasi sepanjang periodik. Atas dasar terjadi dan diakuinya
peristiwa tertentu, oleh manajemen yang memiliki media pengendalian
tertentu dalam penentuan laba periodik yang dapat terpengaruh oleh adanya
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
74
kualifikasi peristiwa tertentu. Teknik ini disebut pula dengan istilah articial
smoothing.
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
75
BAB VIII
KONSEP UTANG
A. PENGERTIAN UTANG
Konsep utang ini, biasanya berkaitan dengan waktu dan kondisi yang mendasari
timbulnya utang tersebut. Dari dimensi waktu, utang dikategorikan dalam jangka
pendek dan jangka panjang, sedangkan dari kondisi dapat timbul karena adanya
transaksi rutin atau pun yang khusus (misalnya kewajiban kontinjensi). Ada berbagai
pengertian yang dirumuskan dalam utang ini, antara lain:
· SFAC No. 6, mendefinisikan utang adalah pengorbanan manfaat ekonomi
masa mendatang yang mungkin timbul karena kewajiban sekarang suatu entitas
untuk menyerahkan aset atau memberikan jasa kepada entitas lain di masa
mendatang sebagai akibat transaksi masa lalu.
· IAI (2007), mendefinisikan utang adalah kewajiban yang merupakan utang
perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesainnya
diharapkan mengakibatkan arus kas ke luar dari sumber daya perusahaan yang
mengandung manfaat ekonomi.
Berdasarkan kedua pengertian di atas maka dapat dirumuskan bahwa, utang
adalah kewajiban perusahaan (entitas) sekarang yang berimplikasi terhadap
pengorbanan sumber daya ekonomi masa sekarang, dan berasal dari transaksi atau
peristiwa masa lalu.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan ada tiga makna pokok dalam utang
tersebut, yaitu:
1. Adanya kewajiban sekarang;
2. Implikasi pengorbanan sumber daya ekonomi; dan
3. Berasal dari transaksi masa lalu.
Kewajiban sekarang, timbul akibat adanya tanggungjawab dari perusahaan untuk
segera menunaikan kewajibannya dalam bentuk penyerahan aset atau jasa. Utang ini
muncul karena adnya tuntutan dari dari pihak lain yang menghendaki penyelesaian
terhadap kewajiban tersebut sesuai dengan perjanjian, atau karena telah jatuh tempo.
Kewajiban ini pada umumnya dapat dikelompokan dalam dua jenis yaitu:
1) Kewajiban pada pihak eksternal (investor, kreditur), dan
2) Kewajiban pada pihak internal (karyawan atau pemilik).
Kewajiban pada pihak eksternal dapat berupa kewajiban rutin atau kewajiban khusus.
Kewajiban rutin adalah berkaitan dengan utang kepada supplier, bank atau pihak
lainnya yang terjadi secara berulang-ulang. Sedangkan kewajiban khusus adalah
kewajiban pada pihak internal maupun eksternal. Misalnya kewajiban pembayaran
tunjangan dan kesejahteraan karyawan, dan bonus, sedangkan kewajiban khusus dapat
berupa utang dividen atau utang bersyarat lainnya.
Implikasi pengorbanan sumber daya, hal ini akibat timbulnya kewajiban yang
harus segera diselesaikan atau telah jatuh tempo. Sehingga untuk memenuhi adanya
kewajiban atau tuntutan (klaim) tersebut maka perusahaan harus mengalokasikan
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
76
sejumlah dana. Yaitu berupa mengalirnya aset (sumber daya) atau jasa kepada pihak
lain yang akan menerima, sesuai dengan jumlah dan waktu yang telah disepakati.
Transaksi masa lalu, berkaitan dengan obyektivitas dan kesahihan transaksi
tersebut. Sehingga untuk mengakui adanya transaksi harus dapat didukung dengan
bukti yang obyektif dan sah sesuai dengan prosedur yang berlaku pada perusahaan
atau entitas tersebut. Misalnya untuk kasus pembelian barang dagangan secara kredit,
maka syarat pengakuan terjadinya utang harus dikaitkan pula dengan syarat
penyerahan barang. Apakah menggunakan FOB destination atau apakah menggunakan
FOB shipping point? Untuk mengakui pencatatan dan pelaporan persediaan sekaligus
mengakui timbulnya utang, harus memperhatikan faktor tersebut.
B. PROSES TERJADINYA UTANG
Utang dapat terjadi karena adanya proses kontrak (contractual process) dan faktor
lain yang memenuhi kriteria untuk mengakui adanya utang. Proses kontrak terjadi
karena adanya kesepakatan dengan pihak lain untuk melakukan transaksi (pembelian
atau penyerahan jasa) secara obyektif dan sah, sesuai dengan prosedur atau
kesepakatan yang telah ditetapkan oleh masing-masing pihak. Sedangkan faktor lain,
terjadi karena adanya kejadian khusus pada perusahaan atau entitas dan hal ini
berakibat perusahaan atau entitas tersebut harus menunaikan kewajibannya. Hal ini
dapat terjadi karena peristiwa hukum atau sosial (dapat berupa transaksi keuangan atau
non keuangan). Misalnya, akibat adanya tuntutan masyarakat pengguna barang atau
jasa terhadap kualitas barang (garansi), atau karena faktor kelalaian sehingga terjadi
kecelakaan. Hal ini berimplikasi pada timbulnya kewajiban untuk melakukan
perbaikan atau penggantian terhadap kerusakan tersebut.
Kohler (1970), menyatakan bahwa utang adalah suatu jumlah yang harus dibayar
dalam bentuk uang, barang atau jasa. Utang memiliki kriteria sebagai berikut:
1) Telah terjadi, seperti beban gaji, beban asuransi, dan beban iklan.
2) Akan terjadi, misalnya utang biaya, utang pajak, dan utang bank.
3) Terjadi karena tidak dilaksanakannya suatu tindakan di masa mendatang, misalnya
utang bersyarat, atau beban tangguhan. (Godzali dan Chariri, 232, 2001).
Selanjutnya atas dasar rumusan di atas, maka utang dapat terjadi karena beberapa
faktor berikut:
1. Kewajiban Legal (contractual liabilities), adalah utang yang timbul karena
adanya ketentuan formal berupa peraturan hukum untuk membayar kas atau
menyerahkan barang (jasa) kepada entitas tertentu. Misalnya, utang dagang dan
utang bank.
2. Kewajiban Konstruktif (constructive liabilities), timbul karena kewajiban
tersebut sengaja diciptakan untuk tujuan atau kondisi tertentu, meskipun secara
formal dilakukan melalui perjanjian tertulis untuk membayar sejumlah tertentu di
masa mendatang. Misalnya, rencana bonus yang akan dikeluarkan oleh perusahaan
pada awal tahun anggaran, hal ini dipandang sebagai utang bonus.
3. Kewajiban Equitabel (moral liabilities), kewajiban yang timbul karena adanya
kebijakan yang diambil oleh perusahaan karenalasan moral atau etika dan
perlakuannya dapat diterima oleh praktik secara umum. Misalnya utang garansi,
kewajiban ini timbul karena adanya kebijakan perusahaan terhadap pemberian
garansi kepada konsumen, agar tidak merugikan konsumen. Meskipun tidak
berimplikasi hukum, tetapi lebih pada kewajiban moral (hazad moral). Kewajiban
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
77
ini timbul karena adnya sanski moral, sosial atau kebiasaan. Oleh karena
kewajiban equitabel tidak didasarkan pada ketentuan hukum, maka ada
kecenderungan ketidakkonsistenan dalam praktik. Untuk mengatasi masalah ini,
sebaiknya kewajiban equitabel ini harus disertai pula dengan ketentuan hukum,
agar dapat mengikat perusahaan untuk selalu menepati kebijakan yang telah
diambilnya.
Secara umum utang harus diakui dan dilaporkan dalam laporan keuangan
(neraca) bila memenuhi persyaratan berikut:
1) Pengorbanan ekonomis barang atau jasa untuk masa mendatang;
2) Jumlah utang dapat diukur secara andal; dan
3) Secara substansi transaksi utang telah terjadi.
C. PENGUKURAN DAN PENGKLASIFIKASIAN UTANG DALAM LAPORAN KEUANGAN
Dasar pengukuran utang adalah jumlah rupiah yang telah atau akan dikorbankan
pada saat pelunasan atau jatuh tempo. Sebagai dasar penilaian dapat digunakan nilai
sekarang (current value) atau berdasarkan nilai diskonto yang akan terjadi. Misalnya
menggunakan nilai kas masa mendatang. Nilai kas sekarang adalah nilai kas masa
mendatang pada periodik tertentu ditambah dengan tingkat bunga yang telah
disepakati.
Dalam pendiskontoan, umumnya tidak dilakukan karena adanya selisih antara nilai
sekarang dengan nilai jatuh tempo (maturity value), tetapi perlu memperhatikan pula
faktor ketidakpastian (contingencies) nilai pembayarannya. Hal ini akan berpengaruh
terhadap nilai kewajiban tersebut. Secara umum dalam pelaporan keuangan, utang
atau kewajiban ini diklasifikasikan dalam dua kelompok, yaitu pada bagian utang
jangka pendek (short term liabilities) dan utang jangka panjang (long term liabilities).
Utang jangka pendek, biasanya didasarkan pada tanggal pembayaran (periodik) yang
kurang dari satu tahun atau telah jatuh tempo pada tahun yang bersangkutan, meskipun
berasal dari utang jangka panjang, misalnya utang dagang, utang gaji utang bonus, dan
utang dividen. Sedangkan utang jangka panjang masa pembayaran (jatuh tempo), lebih
dari satu periodik akuntansi, misalnya utang bank, dan utang modal.
Khusus untuk utang yang bersyarat, maka harus diungkapkan secara khusus dalam
neraca, meskipun kemungkinan pembayarannya belum dapat ditentukan secara andal.
Misalnya utang garansi, dan utang pelayanan (servis) purna jual. Sedangkan utang
tangguhan (deffered liabilities), dapat pula disajikan sebagi kewajiban, meskipun
utang tangghan ini bukan merupakan kewjiaban ekonomi, tetapi dapat diakui dan
diukur sesuai dengan prisni pakuntansi berterima umum. Misalnya: dana pensiun,
utang pajak, laba kotor belum direalisasi (dalam kasus penjualan angsuran).
D. PELUNASAN UTANG
Kewajiban dapat dikatakan lunas bila perusahaan telah melakukan penyerahan
barangatau jasa kepada pihak lain. IAI (2007), dalam PSAK menyatakan bahwa
penyelesaian kewajiban masa kini biasanya berkaitan dengan kepentingan perusahaan
untuk mengorbankan sumber daya yang dimiliki, untuk memenuhi tuntutan pihak lain.
Dalam proses penyelesaian utang ini dapat dilakukan beberapa cara sebagai berikut:
a. Pembayaran kas;
b. Penyerahan aset (misalnya, penyerahan persediaan);
c. Penyerahan jasa;
d. Konversi kewajiban dengan kewajiban lain;
e. Konversi kewajiban menjadi modal;
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
78
f. Pembebasan atau pembatalan kewajiban; dan
g. In-Substance defeseance, yaitu pelunasan utang dengan cara melakukan perjanjian
antara debitur dengan badan perwalian (trust) untuk menempatkan sejumlah dana
dan bebas risiko sebagai dana pembayaran utang untuk masa sekarang dan
mendatang. Namun, pada kondisi tertentu, bila ternyata aset atau dana yang
diserahkan tersebut tidak memenuhi syarat (adanya tuntutan dari pihak lain) maka
utang tersebut harus segera diselesaikan atau kalau tidak harus diungkapkan secara
lengkap dalam laporan keuangan (neraca dan atau catatan atas laporan keuangan).
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
79
BAB IX
PENGUNGKAPAN DALAM LAPORAN KEUANGAN
A. PENGERTIAN DAN JENIS PENGUNGKAPAN
Secara umum dalam menerbitkan laporan keuangan adalah untuk menyediakan
informasi keuangan yang bermanfaat untuk pengambilan keputusan ekonomi,
terutama pihak yang berkepentingan dengan informasi tersebut. Sehingga dalam
laporan keuangan diperlukan pengungkapan yang komprehensif dan memadai, agar
para pemakai laporan keuangan dapat menggunakan informasi tersebut secara optimal,
relevan dan akurat. Hal ini berarti, dalam laporan keuangan memerlukan
pengungkapan (disclosure); artinya tidak menutupi atau tidak menyembunyikan.
Berkaitan dengan penerbitan laporan keuangan, disclosure yang mengandung arti
bahwa laporan keuangan harus mampu memberikan informasi dan penjelasan yang
cukup, lengkap, jelas dan dapat menggambarkan secara akurat kejadian-kejadian
ekonomi yang terjadi dan berpengaruh terhadap hasil usaha pada periodik tertentu
secara konsisten dan wajar.
Tiga konsep pengungkapan yang sering diusulkan untuk digunakan dalam
penerbitan laporan keuangan adalah:
1. Pengungkapan yang cukup (adequate), yaitu pengungkapan informasi minimal
yang harus dilakukan agar laporan keuangan tidak menyesatkan.
2. Wajar (fair), merupakan tujuan etis agar dapat memberikan perlakuan yang sama
dan bersifat umum bagi semua pemakai laporan keuangan.
3. Lengkap (full), yaitu penyajian semua informasi yang relevan, signifikan, dan
relevan, dan mudah dipahami (informatif).
B. KEPADA SIAPA INFORMASI HARUS DIUNGKAPKAN
FASB (1980) dalam SFAC No. 1 menyatakan, “Pelaporan keuangan harus
memberikan informasi yang berguna bagi investor potensial dan kreditur dan
pengguna lainnya dalam rangka pengambilan keputusan investasi rasional, kredit dan
keputusan sejenis lainnya.
Disamping ketiga pihak di atas hendaknya informasi juga diungkapkan kepada
pegawai, pelanggan/konsumen, pemerintah, dan masyarakat umum. Tetapi penekanan
pengungkapan adalah pada investor, karena keputusan investor adalah dapat diketahui
dengan jelas dan terdefinisikan dengan baik. Agar keputusan yang diambil berkaitan
dengan kegiatan membeli, menjual, dan mempertahankan saham (modal) dalam hal
pemberian kredit, investasi, perpanjangan kredit, ataupun penarikan kredit (investasi).
C. INFORMASI APA YANG HARUS DIUNGKAPKAN
Tujuan dasar pembuatan laporan keuangan menekankan yang penting dalam
pengungkapan laporan keuangan bagi investor. Agar informasi dapat disajikan secara
memadai dan dapat diperbandingkan. Oleh karena itu, menurut prinsip akuntansi yang
berterima umum (PABU) hendaknya informasi tersebut disajikan minimal dalam dua
periodik akuntansi. Mengapa harus dua periodic akuntansi? Hal ini dimaksudkan akan
memberikan informasi yang lebih informatif dan perbandingan adalah untuk
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
80
memberikan pengungkapan yang cukup mengenai bagaimana angka-angka akuntansi
itu diukur dan dihitung.
SFAC No. 1 menyatakan bahwa tujuan laporan keuangan tidak terbatas pada isi
dari laporan keuangan saja, tetapi lebih luas. Bahwa, pelaporan keuangan mencakup
tidak hanya laporan keuangan tetapi juga media pelaporan informasi lainnya yang
berkaitan langsung atau tidak langsung dengan informasi yang disediakan oleh sistem
akuntansi. Informasi tersebut berisi tentang sumber-sumber ekonomi, utang, laba
periodik, dan hal lainnya.
Tujuan pelaporan keuangan menurut SFAC No. 1 dapat diringkas sebagai berikut:
1. Pelaporan keuangan memberikan informasi yang bermanfaat bagi investor dan
kreditur, dan pemakai lainnya dalam mengambil keputusan investasi, kredit dan
yang serupa secara rasional. Informasi tersebut harus bersifat komprehensif bagi
mereka yang memiliki pemahaman yang rasional tentang kegiatan bisnis dan
ekonomi dana memiliki kemauan untuk mempelajari informasi dengan cara
rasional (paragraf 34).
2. Pelaporan keuangan memberikan informasi untuk membantu investor, kreditur dan
pemakai lainnya dalam menilai jumlah, pengakuan, dan ketidakpastian tentang
penerimaan kas bersih yang berkaitan dengan perusahaan (paragraf 37).
3. Pelaporan keuangan memberikan informasi tentang sumber-sumber ekonomi suatu
perusahaan, klaim terhadap sumber-sumber tersebut (kewajiban suatu perusahaan
untuk menyerahkan sunber-sumber pada entitas lain atau pemilik modal), dan
pengaruh transaksi, peristiwa, dan kondisi yang mengubah sum,ber-sumber
ekkonomi dan klaim terhadap sumber tersebut (paragraf 40).
4. Pelaporan keuangan menyediakan informasi tentang hasil usaha (kinerja
keuangan) suatu perusahaan selama satu periodik (paragraf 42).
5. Pelaporan keuangan menyediakan informasi tentang bagaimana perusahaan
memperoleh dan membelanjakan kas, tentang pinjasman dan pembayaran kembali
pinjaman, tentang transaksi modal, termasuk dividen kas dan distribusi lainnya
terhadap sumber ekonomi perusahaan kepada pemilik, serta faktor-faktor lainnya
yang mempengaruhi likuiditas dan sovabilitas perusahaan (paragraf 49).
6. Pelaporan keuangan menyediakan informasi tentang bagaimana manajemen
perusahaan mempertanggungjawabkan pengelolaan kepada pemilik (pemegang
saham) atas pemakaian sumber ekonomi yang dipercayakan kepadanya (paragraf
50).
7. Pelaporan keuangan menyediakan informasi yang bermanfaat bagi manajer dan
direktur sesuai kepentingan pemilik (paragraf 52).
Untuk selanjutnya laporan keuangan harus disajikan secara lengkap sesuai dengan
elemen laporan keuangan yang ada, seperti Neraca, Laporan Arus Kas, Laporan Rugi
Laba, Laporan Laba Ditahan, Laporan Perubahan Ekuitas, Catatan atas Laporan
Keuangan dan laporan pendukung laiannya. Oleh karena itu, untuk mengakui dan
mengungkapkan serta menyajikan transaksi atau suatu peristiwa tertentu dalam
laporan keuangan harus memperhatikan beberapa faktor berikut:
a. Definisi (definition); suatu akun/pos akan masuk dalam struktur
akuntansi bila memenuhi definisi elemen laporan keuangan.
b. Keterukuran (measurability); suatu akun/pos harus memiliki makna
tertentu yang relevan dan dapat diukur jumlahnya dengan reliabilitas
yang tinggi.
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
81
c. Relevansi (relevance); informasi yang terdapat dalam akun/pos tersebut
memiliki kemampuan untuk membuat suatu perbedaan dalam keputusan
yang diambil pemakai laporan keuangan.
d. Reliabilitas (reliability); informasi yang disajikan harus sesauai dengan
keadaan yang sebenarnya dan digambarkan atau mampu
mempresentasikan secara obyektif, dapat diuji kebenarnnya
(verifiablity), konsisten dan netral terhadap data/informasi yang
disajikan, (Godzali, 2001, 338).
D. JENIS DATA YANG HARUS DIUNGKAPKAN
Ada dua jenis data yang harus diungkapkan dalam laporan keuangan, yaitu: 1)
Pengungkapan data kuantitatif dan 2) Pengungkapan data kualitatif.
Dalam menyajikan informasi kepada investor dan kreditur tekanannya lebih ditujukan
pada informasi keuangan berupa dalam satuan moneter (data kuantitatif) dan
hendaknya dilengkapi dengan data pendukung lainnya agar dapat digunakan untuk
pengambilan keputusan ekonomi. Disamping itu akan dilengkapi pula informasi
lainnya secara rinci seperti segmen report (misalnya diversifikasi produk, keadaan
geografis dan pertumbuhan normal), estimasi atau peramalan yang relevan bagi para
pemegang saham (data kualitatif). Informasi kualitatif ini akan dapat bermanfaat bagi
investor dan pengguna lainnya bila disajikan informasi yang relevan dengan proses
pengambilan keputusan ekonomi. Informasi dikatakan relevan bila informasi tersebut
dapat memberikan nilai tambah (value added information) bagi pemakainya.
Secara umum ada lima macam informasi kualitatif yang perlu diungkapkan
berkaitan dengan akun dan jumlah yang tercantum dalam laporan keuangan, yaitu:
1. Ketidakpastian (uncertainty), yaitu peristiwa yang kemungkinan akan terjadi masa
mendatang dan akan berpengaruh secara material terhadap keadaan keuangan
perusahaan.
2. Dasar penilaian dan kebijakan akuntansi, pengungkapan tentang dasar atau metoda
penilaian yang digunakan perusahaan seperti: metoda penilaian persediaan perlu
diungkapkan dalam laporan keuangan.
3. Perubahan akuntansi, yaitu pengungkapan terhadap perubahan atas kebijakan yang
digunakan perusahaan, seperti perubahan metoda penilaian persediaan dan FIFO
menjadi LIFO.
4. Keterikatan dengan suatu perjanjian atau kontrak, pengungkapan tentang adanya
pembatasan-pembatasan atau keterikatan dari satu atau lebih aset, utang maupun
kontrak.
5. Peristiwa kemudian setelah tanggal neraca (subsequent event), penjelasannya
tentang peristiwa atau kejadian yang telah terjadi sesudah tanggal neraca tetapi
sebelum laporan keuangan dipublikasikan merupakan informasi penting yang perlu
diungkapkan, (Godzali, 2001, 341-342).
E. PENGUNGKAPAN WAJIB (MANDATORY DISCLOSURE) DAN PENGUNGKAPAN SUKARELA
(VOLUNTARY DISCLOSURE)
Pengungkapan wajib merupakan pengungkapan informasi (data) baik bersifat
kuantitatif maupun kualitatif dengan memperhatikan unsur adequate, fair, dan full. Di
USA lembaga yang mewajibkan pengungkapan adalah Security and Exchange
Commission (SEC), sedangkan di Indonesia tugas ini identik yang dilakukan oleh
Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM), yang menjadi lembaga otoritas
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
82
pengungkapan wajib bagi perusahaan. Pengungkapan sukarela, merupakan
pengungkapan melalui informasi keuangan berupa supplementary information, sesuai
dengan kebijakan perusahaan (entitas).
Metoda pengungkapan digunakan dalam laporan keuangan harus memperhatikan
sifat informasi yang disajikan dan kepentingan relatif pengguna. Ada beberapa metoda
pengungkan yang sering digunakan yaitu: 1) Bentuk dan susunan laporan formal, 2)
terminologi dan penyajian yang rinci, 3) Informasi sisipan, 4) Catat kaki (footnotes), 5)
Ikhtisar tambahan dan skedul-skedul, 6) Komentar dalam laporan auditor, dan
Pernyataan Direktur Utama atau Ketua Dewan Komisaris, dan 7) Bentuk lainnya
disesuaikan dengan kebutuhan pengungkapan.
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
83
BAB X
TINJAUAN UMUM TEORI AKUNTANSI SYARIAH
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan
Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (kamu); sebagian mereka adalah pemimpin bagi
sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin,
maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang zhalim" (Al Maidah: 51)
PENDAHULUAN
Mayoritas ahli sejarah akuntansi, seperti Sieveking, mengira bahwa akuntansi tumbuh
karena tumbuhnya serikat-serikat dagang (partnerships) (Littleton, 1933 hal. 9). Padahal
sebenarnya tumbuhnya serikat-serikat itu sebagai salah satu fenomena luasnya
perdagangan tidaklah menjadi asas dalam perkembangan akuntansi. Sebab, tumbuhnya
serikat-serikat itu termasuk yang paling baru apabila dibandingkan dengan tumbuhnya
negara itu sendiri. Sepanjang sejarah, berbagai negara seperti negeri Babil, Fir`aun, dan
Cina, telah menciptakan, menggunakan dan mengembangkan salah satu bentuk pencatatan
transaksi keuangan. Penggunaan tersebut menyerupai apa yang sekarang dikenal dengan
nama "Maskud Dafatir" (bookkeeping), dan bertujuan mencatat pendapatan dan
pengeluaran negara.
Sejarah Islam menunjukkan bahwa Negara-negara Islam telah mendahului Republik Italia
lebih kurang sekitar 800 tahun dalam menggunakan sistem pembukuan. Selanjutnya salah
satu sistem pembukuan moderen yang dikenal dengan nama sistem Al Qaidul Muzdawaj
yang sesuai dengan kebutuhan negara, dan kebutuhan para pedagang muslim.
Sesungguhnya pengertian "muhasabah" (akuntansi) di negara Islam hingga
pengklasifikasiannya senantiasa ada di dalam masyarakat Islam meskipun pada saat negara
Islam tidak ada lagi. Berbeda dengan apa yang ada di masyarakat lain di luar Islam. Bahwa
pengertian "muhasabah" di dalam masyarakat Islam tidak sekedar masalah pencatatan
data-data keuangan, tetapi lebih sempurna dari itu Yaitu bagaimana cara mencatat,
menghitung, mengklasifikasikan dan melaporkannya dalam bentuk laporan tertentu.
Di antaranya, yang patut disebutkan bahwa memang dalam Al Qur'an tidak menunjukkan
kata "muhasabah" dengan istilah yang kita kenal sekarang, tetapi menunjukkan
kandungannya lebih dari 48 kali (Athiyyah, 1982, 44). Sesungguhnya hajat dan
pengunaan negara Islam, dengan kekuasaannya yang ada di pusat maupun di daerah, serta
hajat dan pengggunaan kaum muslimin terhadap "muhasabah" menunjukkan bahwa
perkembangan muhasabah tidak lain adalah hasil sistem masyarakat dan aktivitas manusia
secara bersama-sama. Selanjutnya perkembangan muhasabah tidak terbatas pada aktivitas
manusia dalam bidang perdagangan saja sebagaimana yang dikatakan para ahli sejarah
akuntansi Barat. Sistem masyarakat dan aktivitas manusia ini telah tumbuh, berkembang,
dan menjadi sempurna di dalam lingkup syariat Islam. Apabila kita perhatikan
perkembangan sekarang ini terutama pada masyarakat non-Islam dan pada pertengahan
terakhir abad ke-20, secara khusus, maka kita temui bahwa perkembangan itu mengikuti
sistem yang sama dengan sistem yang dilalui oleh perkembangan muhasabah pada masa
negara Islam dulu dengan sedikit perbedaan sistem dan prosedur saja. Sebab,
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
84
perkembangan akuntansi pada saat sekarang ini di negera-negara non-Islam terpengaruh
dengan perkembangan baru di dalam undang-undang umum (cammon law) dan
berpengaruh terhadap kebutuhan-kebutuhan pribadi dalam bidang perdagangan. Hal ini
berbeda dan tidak sesuai dengan kemampuannya dan sarana pekerjaan yang digunakannya.
Semuanya ini dipengaruhi oleh sistem suatu negara dan kebutuhan-kebutuhannya baik
secara langsung maupun tidak langsung. Sehingga berpengaruh pula pada model
pencatatan dan pelaporannya..
Sementara itu orang-orang Barat membedakan antara akuntansi dan bookkeeping,
sedangkan negara dan masyarakat Islam menggunakan kata akuntansi dalam bentuk yang
lebih sempurna, di dalamnya meliputi pengertian bookkeeping dan juga pengertian
akuntansi dan musa'alah (pertanggungjawaban).
Syariat Islam dan tuntutan-tuntutannya termasuk faktor yang mengantarkan kepada
perkembangan akuntansi di negara Islam. Sebenarnya, sebagian ahli sejarah non
muslim menyangkal pendapat yang mengatakan bahwa pertumbuhan dan
perkembangan akuntansi terjadi di Repbulik Italia pada abad XV. Namun mereka
tidak menentukan di mana tempat pertumbuhan dan perkembangan akuntansi yang
sebenarnya. Barangkali hal ini dapat dimaklumi, karena mereka tidak mengetahui hakikat
Islam dan tuntutan-tuntutannya dari satu segi, dan dari segi lain mereka tidak memiliki
data dan bukti-bukti serta kurang melakukan penelitian di dalam masyarakat Islam. Di
antara para ahli sejarah yang menyangkal pendapat tersebut adalah Have, dia berkata:
"Perkembangan akuntansi tidaklah terjadi di Republik Italia kuno, tetapi yang terjadi
adalah Itali mengetahui tentang akuntansi dan ilmu itu sampai kepada mereka dari bangsa
lain". (1976, 13).
Apabila kita perhatikan sejarah akuntansi dan yang ditulis oleh non muslim sampai
sekarang, dan diikuti oleh mayoritas kaum muslimin tanpa meneliti lagi, kita lihat bahwa
di sana ada penekanan pada dua masa; Pertama, masa sebelum berdirinya negara Islam.
Kedua, masa yang awalnya bersamaan dengan berakhirnya abad XV dengan munculnya
buku Pacioli yang di dalamnya terdapat satu bab khusus tentang akuntansi. Dengan
demikian, mereka mengabaikan masa sejak munculnya Islam dan hingga tahun 1494 M.
yaitu tahun munculnya buku Pacioli. Masa ini merupakan mata rantai yang hilang, karena
masa ini nampaknya telah dilalaikan secara sengaja, tetapi, "Barangkali, masa ini telah
dilalaikan karena mereka tidak memiliki ilmu dan jahil tentang Islam serta tuntutantuntutannya
dari satu sisi, dan dari sisi lain mereka jahil pula terhadap bahasa Arab". Oleh
karena itu, sudah seharusnya kita sebagai komunitas muslim (terutama) di negara-negara
Islam mulai memberikan dan menyampaikan informasi (ilmu) ini khususnya tentang
akuntansi secara benar kepada semua lapisan masyarakat. Agar persepsi yang sudah
kaprah tidak terjadi lagi untuk masa sekarang dan mendatang.
B. SEJARAH AKUNTANSI DI KALANGAN ORANG-ORANG ARAB SEBELUM ISLAM
Ketika berbicara tentang sejarah akuntansi di kalangan orang-orang Arab, maka yang
dimaksudkan adalah masa yang berakhir dengan hijrahnya Rasulullah shallallahu `alaihi
wasallam, dari Makkah ke Madinah tahun 622 M, yang setelah itu dimulailah sejarah
Islam. Pada masa sebelum berdirinya negara Islam, bangsa Arab terpecah-pecah, tidak
disatukan oleh satu sistem politik, kecuali tradisi kekabilahan yang dominan. Sekalipun
demikian, mereka memiliki pasar-pasar dan tempat-tempat aktivitas perdagangan di dalam
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
85
negeri maupun di luar negeri, yang tercermin dalam dua perjalanan di musim dingin dan di
musim panas, yaitu ke negeri Syam dan ke negeri Yaman.
Nubuwwah Rasul Muhammad shallallahu `alaihi wasallam berawal pada tahun 609 M.,
dan beliau selama tiga belas tahun tinggal di Makkah sampai berhijrah ke Madinah pada
tahun 622 M. Dengan hijrahnya Rasul Muhammad shallallahu `alaihi wasallam dari
Makkah ke Madinah, mulailah tahun Hijriyah menjadi kalender Islam yang didasarkan
pada peredaran bulan, sedangkan kalender Masehi berdasarkan pada peredaran matahari.
Kehidupan bangsa Arab di negeri antara dua sungai pada masa lampau telah mencapai
tingkat kehidupan yang makmur. Hal ini berpengaruh terhadap akuntansi yang ada di
kalangan orang-orang Arab, yaitu konstruksi kehidupan sosial di negeri Rafidin atau yang
dikenal dengan nama negeri antara dua sungai (Mathews dan Perera, 1991, 11) mulai
berbuat untuk melayani kebutuhan-kebutuhan mereka dalam bidang perdagangan dan
industri yang maju pada saat itu. Ensiklopedi Britanian menunjukkan bahwa negeri Rafidin
juga dikenal dengan nama Jaziratul Arabiyah. Antara tahun 4500 SM sampai tahun 500
SM. Kehidupan di negeri antara dua sungai mencapai tingkat kehidupan yang tinggi
karena tanahnya subur di satu sisi, dan di sisi yang lain karena kemajuan dalam bidang
pekerjaan dan industri, seperti industri batu bata, pewarnaan pakaian, pertukangan, dan
penukaran uang (Chatfield. 1968, 12). Negeri antara dua sungai atau negeri Rafidin
meliputi wilayah Akkad di Utara dan Sumar di Selatan. Wilayah-wilayah tersebut
memiliki berbagai peradaban seperti peradaban Sumariyah kuno milik orang-orang Sami,
kemudian peradaban Asyuriyah Babiliyah, dan Kildaniyah. Sebagian besar negeri antara
dua sungai itu menjadi wilayah Iraq, sebagian kecil menjadi wilayah Iran, dan sebagian
lagi menjadi wilayah Suriah (Chatfield, 1968, 12). Peradaban di negeri antara dua sungai
ini telah sampai pada tingkat memaksakan bahasanya ke dunia, sehingga bahasa mereka
menjadi bahasa populer dalam perdagangan dan politik di dunia, dan Babilonia menjadi
pusat jalinan perdagangan di timur (Brown, 1968, 16-17).
Kemajuan dalam bidang perdagangan, industri, keuangan, dan jasa sebagaimana yang
dikenal pada waktu itu di belahan dunia Arab menjadikan keberadaan sarana untuk
mencatat apa yang terjadi sebagai sesuatu yang urgen. Sarana tersebut adalah berupa
tulisan. Ustadz Mahmud Syakir menerangkan bahwa orang-orang Arab-lah yang
menemukan tulisan pada tahun 3200 SM, (1991, 6). Penemuan tulisan ini berimplikasi
pada terjadinya perubahan mendasar dalam kehidupan manusia untuk suatu masa karena
telah membantu untuk mencatat dan menukil pengetahuan serta pemikiran-pemikiran.
Salah seorang peneliti Barat berkata bahwa manusia ini berutang budi kepada penduduk
antara dua sungai karena mereka telah menemukan tulisan. (Chatfield, 1968, 16). Ustadz
Mahmud Syakir tidak menentukan di negeri Arab bagian mana tulisan itu ditemukan,
tetapi Chatfield menyebutkan bahwa tempat itu di negeri Rafidin.
Tetapi, Ibnu Khaldun menyebutkan bahwa tulisan telah berpindah dari Yaman ke Iraq,
karena di sana terdapat tulisan yang bernama Al Khaththul Himyari, lalu dari Iraq
berpindah ke Hirah" (hal. 463). Ibnu Khaldun menambahkan, "Orang-orang Himyar
memiliki tulisan yang dinamakan Al Musnad, huruf terpisah dan mereka melarang untuk
mempelajari tulisan itu kecuali atas izin mereka. Dari Himyar, Mesir mempelajari tulisan
Arab" (Hal. 464).
Kemajuan dalam bidang perdagangan dan sosial serta keterkaitannya dengan penemuan
tulisan dalam kapasitasnya sebagai sesuatu yang urgen yang sangat dibutuhkan oleh
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
86
keadaan pada saat itu, mendorong salah seorang peneliti untuk mengatakan bahwa orangorang
Finiqiya pernah menggunakan huruf paku yang pernah digunakan di negeri Rafidin,
namun setelah itu mereka menemukan huruf-huruf khas mereka yang kemudian digunakan
oleh orang-orang Yunani. Huruf-huruf Finiqiya ini memiliki karakter tersendiri, menarik,
ditulis dari arah kanan ke kiri. (Britanica, vol. 9; 392). Pada hakikatnya, tulisan sejak
ditemukan dan untuk masa yang cukup lama hanya digunakan untuk mencatat pemasukan
dan pengeluaran gudang. Hal ini membuat timbulnya suatu ungkapan bahwa tulisan
ditemukan "not to write book but to keep books" (American Institute of Ceritifield Public
Accountants, 1970, 1). Selanjutnya dapat dikatakan bahwa perkembangan dan kemajuan
dalam bidang perdagangan dan sosial berimplikasi pada penemuan tulisan, dan tulisan
dengan perannya berimplikasi pada peletakan batu fondasi bagi akuntansi. Semuanya ini
terjadi di wilayah tersebut yang merupakan bagian dari dunia Arab. Dan tidak mustahil hal
seperti itu terjadi pula di wilayah-wilayah yang lain dari dunia Arab, di samping negeri
antara dua sungai. Namun sampai sekarang, berbagai ekskavasi tidak menunjukkan hal itu,
atau dalam bentuk yang lebih rinci lagi tidak ada seorang pun yang mempelajari ekskavasiekskavasi
itu dari segi perdagangan dan akuntansi, khususnya dalam hal yang berkaitan
dengan Yaman dan masa-masa keemasan yang dialaminya.
Tulisan Sumariyah termasuk bentuk tulisan yang terdahulu secara umum, karena tulisan
Mishriyah (Mesir) muncul setelah itu. Kedua bentuk tulisan itu, yaitu Sumariyah dan
Mishriyah terbentuk dari rumus-rumus sesuatu dan dikenal dengan nama pictographic
yaitu tulisan dalam bentuk gambar (Chatfield, 1968, 16). Demikian pula buku-buku
akuntansi yang digunakan di Sumar dan Babilonia, yang sifatnya mengandung hitunganhitungan
berimbang (neraca), menurut pemikiran James dan Snyder mungkin
dikategorikan sebagai sistem Sumariyah untuk sistem Al Qaidul Muzdawaj (Double Entry
Bookkeeping), (Snell, 1982, 53).
Penduduk negeri antara dua sungai telah menggunakan papan tulis tembikar yang
bertuliskan dengan huruf paku untuk mencatat hitungan-hitungan mereka. Meskipun
sederhana, itu sudah cukup dan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan mereka dalam bidang
perdagangan dan sosial. Babilonia telah dikenal dengan pekerjaan-pekerjaan penukaran
uang sejak masa yang tidak dikenal sampai abad V SM, (Brown, 968, 18).
Sudah tentu orang-orang Babilonia dan Asyuria tidak mengatur dan memelihara hitunganhitungan
mereka dengan cara yang digunakan pada masa kita sekarang ini atau cara yang
mendekati hal itu. Tetapi, sistem yang mereka gunakan dalam mengatur urusan keuangan
serta mencatat dan memelihara hitungan-hitungan mereka telah memberikan andil dalam
perkembangan yang terjadi pada masa berikutnya di tempat lain di dunia Arab, kemudian
di dunia Islam. Di antara yang patut disebutkan adalah papan tulis tembikar Sumariyah dan
Babiliyah yang diungkap oleh berbagai ekskavasi telah menjelaskan tujuan gudang-gudang
umum dan tempat-tempat ibadah, di samping menjelaskan tentang adanya sistem akuntansi
dalam penggajian dan pengupahan tentara Romawi, dan berbagai tingkatan gaji dan upah
tersebut.
Apabila diperhatikan tempat lain di dunia, maka akan ditemukan peradaban Mesir yang
termasuk paling baru dibandingkan dengan peradaban-peradaban yang dikenal di negeri
antara dua sungai, karena peradaban Mesir dimulai sekitar tahun 500 SM. Sudah pasti
bahwa orang Arab baik yang ada di negeri antara dua sungai di Mesir telah menemukan
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
87
sistem akuntansi yang sesuai dengan lingkungan mereka pada saat itu, dan berbeda dengan
penduduk-penduduk lain. Di samping itu, orang-orang Arab baik yang ada di negeri
Rafidin atau Mesir, atau negeri Syam, di celah-celah perdagangan mereka, telah
memberikan pengaruh terhadap tetangga mereka di bagian utara. Orang-orang Romawi
dan Yunani telah mengambil manfaat dari sistem akuntansi yang terkenal di kalangan
orang-orang Arab yang ada di negeri antara dua sungai dan Mesir. Sebab, orang-orang
Romawi dan Yunani memperhatikan pembukuan pedagang, tempat-tempat ibadah, dan
negara sebagaimana halnya orang-orang Babilonia.
Meskipun orang-orang Yunani telah mengambil manfaat dari sistem akuntansi yang
terdahulu yang dikenal di kalangan tetangga mereka orang-orang Arab pada saat itu,
mereka pun secara bertahap memulai mengembangkan sistem akuntansi yang khusus bagi
mereka. Yang mendukung mereka dalam hal ini adalah penemuan mata uang sekitar tahun
630 SM. Namun, pengembangan mereka terhadap sistem akuntansi khusus mereka ini
memiliki karakter umum, karena perhatian mereka didasarkan pada pengungkapan
kesalahan-kesalahan tanpa adanya efektifitas dan mereka memperhatikan akuntansi
sebagai sarana untuk membantu pengambilan keputusan atau mengukur efektifitas, atau
mengukur keuntungan yang dipastikan. Pada waktu selanjutnya, orang-orang Romawi
mengambil sistem akuntansi ini dari orang-orang Yunani.
Tujuan dari penggunaan akuntansi di kalangan orang-orang Arab adalah untuk mengukur
keuntungan. Keadaan seperti ini terus berlangsung sampai munculnya negara Islam pada
tahun 1 H/622 M. Adapun akuntansi sebagai sarana pembantu dalam pengambilan
keputusan belumlah difungsikan sampai munculnya negara Islam. Bagi orang-orang Arab
pra Islam, perhitungan keuntungan dilakukan dengan cara mengetahui kelebihan pada
modal murni antara awal dan akhir (saldo akhir) masa perdagangan. Bagi orang-orang
Arab Hijaz, keuntungan dihitung dua kali: pertama, setelah perjalanan dagang ke Yaman
pada musim dingin, dan kedua setelah perjalanan dagang ke Syam pada musim panas.
Tampaknya, karena minimnya bukti-bukti yang ada yang menjelaskan tentang sejarah
akuntansi di dunia Arab seperti Babilonia, orang-orang Arab pra Islam tidak memberikan
perhatian terhadap pencatatan penemuan-penemuan mereka dan perkembangan kehidupan
mereka. Tidak adanya perhatian terhadap pencatatan perkara-perkara tersebut kembali
kepada tabiat orang-orang Arab dalam mentransfer pengetahuan. Mereka menyebarkan
pengetahuan kepada para generasi secara lisan, dari orang ke orang. Orang-orang Arab
memiliki keistimewaan dalam hal kekuatan hafalan dan daya tangkapnya. Hal seperti ini
terus berlangsung sampai pada awal masa Islam. Namun, dengan tumbuhnya negara Islam,
hal ini mengalami perubahan yang cepat, karena pencatatan penemuan-penemuan dan ilmu
mulai mengambil perannya, yaitu berawal dari pencatatan hadits-hadits Rasulullah
Muhammad shallallahu `alaihi wasallam.
Tahun 1202 M adalah tahun dimasukkannya angka-angka Arab dan aritmetika yang
keduanya ditemukan oleh kaum muslimin kemudian dibawa ke Eropa, yaitu melalui buku
yang ditulis oleh Leonardo of Pisa Putra Bonnaci (Fibonnaci) yang banyak melakukan
perjalanan ke dunia Arab. (Brown, 1968, 11). Tentu saja, hal ini bukan berarti akuntansi
tidak sampai ke Itali melalui para pedagang muslim, sebelum tahun 1202 M. Sebab, sangat
memungkinkan, hubungan dagang dan akibat yang ditimbulkannya seperti adanya
hubungan cinta kasih antara kaum muslimin dan orang-orang orang Itali telah membuka
jalan bagi penggunaan angka-angka Arab dalam skala yang terbatas, sehingga buku
Leonardo of Pisa mendapatkan sambutan yang baik ketika terbit.
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
88
Dalam buku Leonardo of Pisa ini memuat bab-bab tentang aritmetika yang menjelaskan
cara penjumlahan, pengurangan, menentukan harga, barter dan persekutuan-persekutuan
terutama yang serupa dengan Syirkah Tadlamun. Buku ini mendapatkan perhatian besar
dari para pedagang, karena menyajikan cara baru penomoran dari satu sampai sepuluh.
Cara ini tidak akan disajikan kepada orang-orang Eropa di Itali kecuali setelah nyata
berhasil penerapannya di negara Islam di sisi penemunya, kaum muslimin. Dengan sistem
ini, masalah-masalah akuntansi yang dihadapi oleh para pedagang pada saat itu berhasil
diselesaikan. Secara umum, bahasa Arab adalah bahasa yang populer di dunia Islam.
Sebagian wilayah Islam bahasanya bukan bahasa Arab, namun bahasa mereka ditulis
dengan huruf-huruf Arab. Sebagian studi menunjukkan bahwa huruf-huruf Arab digunakan
dalam 39 bahasa selain bahasa Arab, Asia, Afrika, dan Eropa.
Di antara bahasa-bahasa Asia yang menggunakan hurup Arab adalah bahasa Turki, Parsi,
Azerbaijan, Kurdi, Afganistan, Hindustan, Kashmir, Punjab, Urdu, Tamil, India, Usbek,
Jawa, Sunda, Melayu, Sulawesi dan Indonesia. Adapun bahasa-bahasa Afrika yang ditulis
dengan huruf-huruf Arab antara lain: Qubataliyah, Syalhaniyah, Sawahiliyah, Bumbariyah,
Fulaqiyah, Susatiyah, Ghambiyah, dan Fayarijiyah. Sedangkan di Eropa, bahasa yang
menggunakan huruf Arab antara lain: Sanukan, Qazan, dan Qumnuk, (Hawaditus Sa’ah,
1995, 52). Sebagaimana telah diketahui, bahwa orang-orang Eropa dan orang-orang
Amerika mengkaitkan peradaban Islam dengan orang-orang Arab, hal ini karena orangorang
Arab-lah menjadi pelopor dalam penyebaran agama Allah, Islam. Di samping
menyebarkan agama Allah, mereka juga menyajikan peradaban mereka yang tumbuh dan
berkembang dari celah-celah Islam. Di antaranya adalah perdagangan, peperangan,
ketatanegaraan, dan ilmu-ilmu yang lain.
Hal ini ditegaskan oleh salah seorang peneliti bahwa orang-orang Arab yang datang dari
timur ke Eropa telah membawa dagangan mereka yang bermacam-macam, berbagai
penemuan mereka dalam ilmu pengetahuan, dan matematika, (Woolk, 1912, 54).
Peradaban Islam telah tumbuh dan berkembang sesuai dengan tuntutan-tuntutan syari’at
Islam yang berasaskan pada Al Qur’an dan As Sunnah. As Sunnah mengandung seluruh
ucapan, perbuatan, dan ketetapan Rasulullah Muhammad bin Abdillah shallahu `alaihi
wasallam, sebagaimana yang dihafal oleh para sahabat ridlwanullah ‘alaihim. Namun
sangat disayangkan, kita temukan sebagian penulis dari kalangan non Islam tidak berusaha
memahami Islam secara benar, dan mengulang-ulang pendapat yang tidak sesuai dengan
kedudukan ilmiah mereka tanpa memikirkan hasil dari apa yang mereka tulis. Di antaranya
adalah definisi yang mereka kemukakan tentang Rasul Muhammad shallallahu `alaihi
wasallam, yaitu seorang pemimpin yang di dalam tulisan-tulisan sastranya memberikan
banyak pengetahuan dan hikmah kepada para pengikutnya, (Haskins, 1900, 11).
Dengan definisi tersebut, mereka mempunyai maksud bahwa Al Qur'an bukan dari sisi
Allah. Salah satu penelitian modern yang dilakukan oleh salah seorang peneliti Muslim
bersama para peneliti Barat menunjukkan bahwa manfaat yang mungkin dipetik dari Islam
dalam pengembangan akuntansi dan kerangka perdagangan tidak dapat diambil
manfaatnya, setelah dilakukan penelitian yang mendalam, (Hamid et al, 1993, 132).
Hal ini menunjukkan bahwasanya sangat mendesak, kebutuhan untuk memberikan
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
89
pemahaman kepada orang-orang non muslim, terutama para pemikir mereka, tentang
hakikat Islam dan apa saja yang dapat dipersembahkan kepada manusia, di samping apa
yang telah dipersembahkan kepada mereka melalui berbagai ilmu pengetahuan yang
dijadikan asas oleh orang-orang Barat dalam meraih kemajuan ilmu pengetahuan mereka.
C. KILAS SEJARAH AKUNTANSI DI NEGARA-NEGARA ISLAM
Di antara karya-karya tulis yang menegaskan penggunaan akuntansi dan
pengembangannya di negara Islam, sebelum munculnya buku Pacioli, adalah adanya
manuskrip yang ditulis pada tahun 765 H/1363 M. Manuskrip ini adalah karya seorang
penulis muslim, yaitu Abdullah bin Muhammad bin Kayah Al Mazindarani, dan diberi
judul “Risalah Falakiyah Kitab As Siyaqat”. Tulisan ini disimpan di perpustakaan Sultan
Sulaiman Al-Qanuni di Istambul Turki, tercatat di bagian manuskrip dengan nomor 2756,
dan memuat tentang akuntansi dan sistem akuntansi di negara Islam. Huruf yang
digunakan dalam tulisan ini adalah huruf Arab, tetapi bahasa yang digunakan terkadang
bahasa Arab, terkadang bahasa Parsi dan terkadang pula bahasa Turki yang populer di
Daulat Utsmaniyah. Buku ini telah ditulis kurang lebih 131 tahun sebelum munculnya
buku Pacioli. Meskipun, buku Pacioli termasuk buku yang pertama kali dicetak tentang
sistem pencatatan sisi-sisi transaksi (double entry), dan buku Al Mazindarani masih dalam
bentuk manuskrip, belum di cetak dan belum diterbitkan.
Katakankanlah,”Apakah akan aku jadikan pelindung selain dari Allah yang menjadikan
langit dan bumi, padahal Dia memberi makan dan tidak diberi makan?’ katakanlah,
Sesungguhnya aku diperintahkan supaya aku menjadi orang yang pertamakali menyerah
diri (kepada Allah), dan jangan sekali-kali kamu masuk golongan orang-orang musyrik.”
(Al An’am: 14).
Sesungguhnya sejarah akuntansi, sebagaimana yang ditulis oleh para ahli sejarah Barat dan
menurut apa yang dikemukakan sebelumnya, menunjukkan bahwa akuntansi secara umum
atau apa yang dinamakan dengan sistem double entry secara khusus tumbuh dan
berkembang di Eropa, yaitu di Republik Itali. Di antara referensi yang dapat dilihat, baik
yang berbahasa Arab maupun yang berbahasa Inggris, tidak didapati penyebutan apa pun
tentang apa yang terjadi di negara Islam. Boleh jadi, pengabaian peran negera Islam dalam
pengembangan akuntansi karena disengaja atau karena ketidaktahuannya. Padahal peran
yang dimainkan oleh negara Islam dalam pengembangan berbagai ilmu dan seni adalah
cukup besar, seperti dalam akuntansi keuangan.
D. PERKEMBANGAN AKUNTANSI DI DUNIA ISLAM
Vangermeersch memandang bahwa tempat tumbuhnya sistem pencatatan sisi-sisi transaksi
(double entry) masih diperdebatkan. (Berton, 1933, 1). Hal ini berarti bahwa dia tidak
menerima bahwa tempat tumbuhnya sistem tersebut di Republik Itali. Dia beralasan bahwa
sistem pencatatan sisi-sisi transaksi dalam buku-buku akuntansi, yang merupakan suatu
metoda untuk memilah-milah data sesuai dengan kaidah-kaidah khusus yang telah dikenal
secara umum (Have, 1976, 5-6). Berdasarkan hal tersebut, sebagian peneliti memandang
bahwa masih diragukan, sistem pencatatan sisi-sisi transaksi dalam bentuk yang kita kenal
sekarang ini atau yang mendekati hal itu telah dipraktikan secara meluas pada abad XIV
(Weis and Tinuis, 1991, 54), yakni mereka meragukan adanya praktik tersebut secara
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
90
meluas di Itali pada abad XIV, terutama Pacioli hanya menyebutkan adanya praktik secara
meluas tanpa menentukan tempatnya. Keraguan ini pada kenyataannya beralasan, yaitu:
ALASAN PERTAMA, yaitu kosongnya masa sejarah dari sejarah akuntansi, yaitu masa yang
terjadi antara lenyapnya negeri antara dua sungai dan negeri Mesir di dunia Arab sampai
abad XV secara umum. Secara khusus, ketika Pacioli menyebarkan bukunya yang
mengandung satu bab tentang akuntansi, yaitu pada tanggal 10 Nopember 1494 M.
Kekosongan ini hampir mendekati dua ribu tahun.
ALASAN KEDUA, yaitu penggunaan sistem pencatatan sisi-sisi transaksi secara luas tidak
diragukan lagi mengharuskan adanya suatu praktik kerja dan pusat-pusat pelatihan yang
mampu mencetak pribadi-pribadi yang ahli dan mampu menggunakan sistem ini secara
luas. Pada kenyataannya, pusat-pusat pelatihan semacam itu tidak ada di Itali,
kecuali pada akhir abad XVI, yaitu setelah kurang lebih dua abad dari munculnya
buku Pacioli.
Pusat pelatihan para akuntan yang pertama di Itali didirikan di kota Venice pada tahun
1581 M, dan dikenal dengan nama Colege of Accountans. Setelah para peserta studi
menerima ilmu dari lembaga tersebut, mereka diharuskan untuk berlatih (praktik kerja) di
kantor-kantor akuntan yang telah teruji selama enam tahun, setelah itu, mereka diuji
sebelum dapat mempraktikkan profesi akuntansi secara mandiri, (American Institute of
Certified Accountants, 1970, 3). Demikian pula praktik kerja belum memiliki wujud yang
diperhatikan sebelum munculnya buku Pacioli. Hal ini kembali pada keterbelakangan ilmu
yang dialami Eropa pada saat itu, yang dikenal dengan masa kegelapan.
Di antara yang patut diperhatikan adalah Pacioli menyebutkan di dalam bukunya bahwa
sistem pencatatan sisi-sisi transaksi telah ada sejak masa yang lama (Murray, 1930, 16),
tetapi ia tidak menyebutkan sejak kapan dan di mana sistem ini telah ada sejak lama.
Apakah hal itu di dalam Republik Italia pada saat itu, ataukah di tempat lain. Demikian
juga salah seorang peneliti, De Rover, berpendapat bahwa bab yang terdapat di dalam
buku Pacioli tentang akuntansi hanyalah suatu bentuk nukilan dari apa yang ada pada saat
itu beredar di antara para murid dan guru di sekolah aritmetika dan perdagangan (Venetian
Schole) atau dalam bahasa Inggris, Schools of Commerce and Arithmetic. Dengan
demikian, Pacioli hanyalah penukil (transcriber) atau pencatat terhadap apa yang beredar
pada saat itu, (Chatfield, 1968, 45).
Sesungguhnya ucapan ini tampak diterima oleh akalnya, namun terganjal oleh adanya
hubungan antara para pedagang muslim dan para pedagang Itali. Tetapi, pertanyaan yang
muncul adalah: Siapakah yang menemukan sistem pencatatan sisi-sisi transaksi? Di mana
hal itu? Dan bagaimana sistem ini bisa beralih ke tangan orang-orang Itali?
Mungkin dapat dikatakan bahwa pada saat itu Eropa hidup pada masa kegelapan, kaum
muslimin telah menggunakan akuntansi dan ikut andil dalam mengembangkannya.
Sementara itu, peradaban Islam, dalam pertumbuhan dan perkembangannya, berdiri di atas
asas kebahagiaan manusia melalui hal-hal yang sesuai dengan syari’at Islam dan hal-hal
yang dapat merealisasikan bagi manusia integrasi antara tuntutan-tuntutan spiritual dan
tuntutan-tuntutaan material. Hal ini dalam rangka mengamalkan firman Allah Ta’ala:
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
91
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu,
dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al Qashash: 77).
Orang-orang Arab, terutama di Makah, kemudian kaum muslimin setelah itu,
menggunakan akuntansi untuk menentukan keuntungan dengan mengukur kelebihan yang
ada pada aset mereka. Peradaban Islam selamanya telah disifati sebagai peradaban Arab.
Tampaknya, hal ini dikarenakan kaum muslimin menggunakan bahasa Arab, yang
merupakan bahasa AlQur’an. Di samping itu, karena orang-orang Arab adalah para
pedagang yang tangguh di Eropa, Afrika, dan Asia. Pada hakikatnya, peradaban yang
dikenal oleh masa Islam adalah bersumber dari Islam, dan pembangunnya adalah kaum
muslimin.
Peradaban Islam ini, dengan segala karakter, arah pandang, dan sumbernya, berbeda
dengan seluruh peradaban sebelumnya dan yang sesudahnya. Oleh karena itu, merupakan
suatu kesalahan, mengatakan bahwa ia adalah peradaban Arab. Ia adalah peradaban Islam
yang belum pernah ada bandingannya di dunia ini, sebelum dan sesudahnya. Di samping
itu, Islam menolak fanatisme golongan, maka orang-orang yang ikut andil dalam
membangun peradaban Islam bukan saja orang-rang Arab. Bahkan, banyak dari ilmu yang
ditemukan dan dikembangkan oleh kaum Muslimin non-Arab. Dengan demikian tidak
boleh menyandarkan peradaban Islam kepada orang-orang Arab saja atau kepada
kelompok tertentu selain mereka. Kaum muslimin memiliki pengaruh yang besar terhadap
orang-orang yang dijumpainya dari berbagai macam bangsa, melalui perjalanan dagang
mereka. Sebagai contoh pengaruh para pedagang Yaman terhadap orang Indonesia dan
Malaysia, yakni mereka itu berpindah agama, dari Budha dan Hindu ke agama Islam.
Demikian pula, banyak orang-orang Eropa yang mengunjungi dunia Islam terpengaruh
dengan apa yang mereka rasakan di negeri Islam. Banyak di antara mereka yang masuk
Islam ketika mereka merasakan kekuatan pendorong yang merubah orang-orang badui
yang memeluk Islam menjadi ulama’ dan pemimpin. Sebagian peneliti telah merasakan
pengaruh peradaban Islam dan kaum muslimin terhadap dunia, yakni salah seorang dari
mereka mengatakan bahwa para pedagang Itali telah menggunakan huruf-huruf Arab
(Have, 1976, 33), di samping angka-angka Arab juga.
Di samping itu, sebagian penulis memandang bahwa sistem pencatatan sisi-sisi transaksi
yang dikenal dengan sistem pembukuan ganda (double entry) telah dikenal oleh penduduk
dahulu, dan sistem ini tersebar di Itali melalui perdagangan. Demikian pula bahwa di sana
terdapat beberapa peristiwa yang menunjukkan bahwa orang-orang terdahulu telah
mencatat pemasukan dan pengeluaran tunai pada lembaran-lembaran yang berhadapan
dengan sistem debet dan kredit. (Heaps, 1985, hal. 19-20). Tidak diragukan lagi, mereka
itu adalah orang-orang Arab terdahulu sebelum Islam, di Babilonia, Mesir, lalu di Hijaz,
setelah itu diikuti oleh kaum muslimin. Demikian pula perkataan peneliti ini bahwa sistem
pencatatan sisi-sisi transaksi telah tersebar di Itali melalui perdagangan, yang dimaksudkan
adalah melalui kaum muslimin. Sebab, kaum muslimin pernah menjalin hubungan dagang
yang kuat dengan orang-orang Itali; dan tidak ada seorang pun yang mendahului mereka
dalam melakukan hal itu, sejak Eropa keluar dari masa kegelapan.
Di antara bahasa-bahasa Asia yang menggunakan hurup Arab adalah bahasa Turki, Parsi,
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
92
Azerbaijan, Kurdi, Afganistan, Hindustan, Kashmir, Punjab, Urdu, Tamil, India, Usbek,
Jawa, Sunda, Melayu, Sulawesi dan Indonesia. Adapun bahasa-bahasa Afrika yang ditulis
dengan huruf-huruf Arab antara lain: Qubataliyah, Syalhaniyah, Sawahiliyah, Bumbariyah,
Fulaqiyah, Susatiyah, Ghambiyah, dan Fayarijiyah. Sedangkan di Eropa, bahasa yang
menggunakan huruf Arab antara lain: Sanukan, Qazan, dan Qumnuk (Hawaditus Sa’ah,
1995, No. 52). Sebagaimana telah dikatakan, orang-orang Eropa dan orang-orang Amerika
mengkaitkan peradaban Islam dengan orang-orang Arab boleh jadi dikarenakan orangorang
Arab menjadi pelopor dalam penyebaran agama Allah, Islam. Di samping
menyebarkan agama Allah, mereka juga menyajikan peradaban mereka yang tumbuh dan
berkembang dari celah-celah Islam. Di antaranya adalah perdagangan, dan ilmu-ilmu yang
lain.
Hal ini ditegaskan oleh salah seorang peneliti bahwa orang-orang Arab yang datang dari
timur ke Eropa telah membawa dagangan mereka yang bermacam-macam, berbagai
penemuan mereka dalam ilmu pengetahuan, dan matematika, (Woolk, 1912, 54).
Peradaban Islam telah tumbuh dan berkembang sesuai dengan tuntutan-tuntutan syari’at
Islam yang berasaskan pada Al Qur’an dan As Sunnah. As Sunnah mengandung seluruh
ucapan, perbuatan, dan ketetapan Rasulullah Muhammad bin Abdillah shallahu `alaihi
wasallam, sebagaimana yang dihafal oleh para sahabat ridlwanullah ‘alaihim. Sangat
disayangkan, kita dapati sebagian penulis dari kalangan non Islam tidak berusaha
memahami Islam secara benar, dan mengulang-ulang pendapat yang tidak sesuai dengan
kedudukan ilmiah mereka tanpa memikirkan hasil dari apa yang mereka tulis. Di antaranya
adalah definisi yang mereka kemukakan tentang Rasul Muhammad shallallahu `alaihi
wasallam, yaitu seorang pemimpin yang di dalam tulisan-tulisan sastranya memberikan
banyak pengetahuan dan hikmah kepada para pengikutnya, (Haskins, 1900, 11).
Dengan definisi tersebut, mereka mempunyai maksud bahwa Al Qur'an bukan dari sisi
Allah. Salah satu penelitian modern yang dilakukan oleh salah seorang peneliti Muslim
bersama para peneliti Barat menunjukkan bahwa manfaat yang mungkin dipetik dari Islam
dalam pengembangan akuntansi dan kerangka perdagangan tidak dapat diambil
manfaatnya, setelah dilakukan penelitian yang mendalam, (Hamid et al, 1993, 132).
Hal ini menunjukkan bahwasanya sangat mendesak, kebutuhan untuk memberikan
pemahaman kepada orang-orang non muslim, terutama para pemikir mereka, tentang
hakikat Islam dan apa saja yang dapat dipersembahkan kepada manusia, di samping apa
yang telah dipersembahkan kepada mereka melalui berbagai ilmu pengetahuan yang
dijadikan asas oleh orang-orang Barat dalam meraih kemajuan ilmu pengetahuan mereka.
Di antara karya-karya tulis yang menegaskan penggunaan akuntansi dan
pengembangannya di negara Islam, sebelum munculnya buku Pacioli, adalah adanya
manuskrip yang ditulis pada tahun 765 H/1363 M. Manuskrip ini adalah karya seorang
penulis muslim, yaitu Abdullah bin Muhammad bin Kayah Al Mazindarani, dan diberi
judul “Risalah Falakiyah Kitab As Siyaqat”. Tulisan ini disimpan di perpustakaan Sultan
Sulaiman Al-Qanuni di Istambul Turki, tercatat di bagian manuskrip dengan nomor 2756,
dan memuat tentang akuntansi dan sistem akuntansi di negara Islam. Huruf yang
digunakan dalam tulisan ini adalah huruf Arab, tetapi bahasa yang digunakan terkadang
bahasa Arab, terkadang bahasa Parsi dan terkadang pula bahasa Turki yang populer di
Daulat Utsmaniyah,. Buku ini telah ditulis kurang lebih 131 tahun sebelum munculnya
buku Pacioli. Memang, buku Pacioli termasuk buku yang pertama kali dicetak tentang
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
93
sistem pencatatan sisi-sisi transaksi (double entry), dan buku Al Mazindarani masih dalam
bentuk manuskrip, belum di cetak dan belum diterbitkan.
Al Mazindarani berkata bahwa ada buku-buku yang dimaksudkan adalah manuskripmanuskrip
yang menjelaskan aplikasi-aplikasi akuntansi yang populer pada saat itu,
sebelum dia menulis bukunya yang dikenal dengan judul "Risalah Falakiyah Kitab As
Sayaqat". Dia juga mengatakan bahwa secara pribadi, dia telah mengambil manfaat dari
buku-buku itu dan kemudian dalam menulis buku "Risalah Falakiyah" tersebut.
Dalam bukunya yang masih dalam bentuk manuskrip itu, Al Mazindarani menjelaskan halhal
beriktu ini:
1) Sistem akuntansi yang populer pada saat itu, dan pelaksanaan pembukuan yang khusus
bagi setiap sistem akuntansi.
2) Macam-macam buku akuntansi yang wajib digunakan untuk mencatat transaksi
keuangan, dan
3) Cara menangani kekurangan dan kelebihan, yakni penyetaraan.
Menurut Al Mazindarani, sistem-sistem akuntasni yang populer pada saat itu, yaitu pada
tahun 765 H./1363 M. antara lain:
· Akuntansi Bangunan.
· Akuntansi Pertanian.
· Akuntansi Pergudangan
· Akuntansi Pembuatan Uang.
· Akuntansi Pemeliharaan Binatang.
Al Mazindarani juga menjelaskan pelaksanaan pembukuan yang populer pada saat itu dan
kewajiban-kewajiban yang harus diikuti. Di antara contoh pelaksanaan pembukuan yang
disebutkan oleh Al-Mazindarani adalah sebagai berikut:" Ketika menyiapkan laporan atau
mencatat di buku-buku akuntansi harus dimulai dengan basmalah, "Bismillahir Rahmanir
Rahim". Jika hal ini yang dicatat oleh Al Mazindarani pada tahun 765 H/1363 M, maka hal
ini pula yang disebut oleh penulis Itali, Pacioli 131 tahun kemudian. Pacioli berkata,
"harus dimulai dengan ungkapan "Bismillah'." (Brown and Johnson, 1963, 28).
Salah seorang penulis muslim juga menambahkan pelaksanaan pembukuan yang pernah
digunakan di negara Islam, di antaranya adalah sebagai berikut:
1) Apabila di dalam buku masih ada yang kosong, karena sebab apa pun, maka harus
diberi garis pembatas, sehingga tempat yang kosong itu tidak dapat digunakan.
Penggarisan ini dikenal dengan nama Tarqin.
2) Harus mengeluarkan saldo secara teratur. Saldo dikenal dengan nama Hashil.
3) Harus mencatat transaksi secara berurutan sesuai dengan terjadinya.
4) Pencatatan transaksi harus menggunakan ungkapan yang benar, dan hati-hati dalam
menggunakan kata-kata.
5) Tidak boleh mengoreksi transaksi yang telah tercatat dengan coretan atau
menghapusnya. Apabila seorang akuntan (bendaharawan) kelebihan mencatat jumlah
suatu transaksi, maka dia harus membayar selisih tersebut dari kantongnya pribadi
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
94
kepada kantor.
Demikian pula seorang akuntan lupa mencatat transaksi pengeluaran, maka dia harus
membayar jumlah kekurangan di kas, sampai dia dapat melacak terjadinya transaksi
tersebut. Pada negara Islam, pernah terjadi seorang akuntan lupa mencatat transaksi
pengeluaran sebesar 1300 dinar, sehingga dia terpaksa harus membayar jumlah tersebut.
Pada akhir tahun buku, kekurangan tersebut dapat diketahui, yaitu ketika membandingkan
antara saldo buku bandingan dengan saldo buku-buku yang lain, dan saldo-saldo
bandingannya yang ada di kantor.
1) Pada akhir tahun buku, seorang akuntan harus mengirimkan laporan secara rinci
tentang jumlah (keuangan) yang berada di dalam tanggung jawabnya, dan cara
pengaturannya terhadap jumlah (keuangan) tersebut.
2) Harus mengoreksi laporan tahunan yang dikirim oleh akuntan, dan
membandingkannya dengan laporan tahun sebelumnya dari satu sisi, dan dari sisi yang
lain dengan jumlah yang tercatat di kantor.
3) Harus mengelompokkan transaksi-transaksi keuangan dan mencatatnya sesuai dengan
karakternya dalam kelompok-kelompok yang sejenis, seperti mengelompokkan dan
mencatat pajak-pajak yang memiliki satu karakter dan sejenis dalam satu kelompok.
4) Harus mencatat pemasukan di halaman sebelah kanan dengan mencatat sumbersumber
pemasukan-pemasukan tersebut.
5) Harus mencatat pengeluaran di halaman sebelah kiri dan menjelaskan pengeluaranpengeluaran
tersebut.
6) Ketika menutup saldo, harus meletakkan suatu tanda khusus baginya.
7) Setelah mencatat seluruh transaksi keuangan, maka harus memindahkan transaksitransaksi
sejenis ke dalam buku khusus yang disediakan untuk transaksi-transaksi
yang sejenis itu saja.
8) Harus memindahkan transaksi-transaksi yang sejenis itu oleh orang lain yang berdiri
sendiri, tidak terikat dengan orang yang melakukan pencatatan di buku harian dan
buku-buku yang lain.
9) Setelah mencatat dan memindahkan transaksi-transaksi keuangan di dalam buku-buku,
maka harus menyiapkan laporan berkala, bulanan atau tahunan sesuai dengan
kebutuhan.
10) Pembuatan laporan itu harus rinci, menjelaskan pemasukan dan sumber-sumbernya
serta pengalokasiannya. (Lasyin, 1973, 163-165).
Kalau diperhatikan pelaksanaan pembukuan tersebut, seluruhnya atau secara umum serupa
dengan apa yang digunakan sekarang, terutama poin 9 dan 10. Sebelumnya telah
disinggung, salah seorang penulis menyatakan bahwa orang-orang terdahulu mencatat
pemasukan dan pengeluaran pada dua halaman yang berhadap-hadapan, dengan sistem
debet dan kredit. (Heaps, 1985, hal. 19-20). Sesungguhnya pelaksanaan pembukuan yang
telah disebutkan di sini secara umum, khususnya poin 9 dan 10, menggambarkan bentuk
tertentu yang memberikan andil dengan suatu sistem atau dengan yang lain dalam
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
95
pengembangan sistem pencatatan sisi-sisi debet di sebelah kiri dan sisi-sisi kredit di
sebelah kanan, baik dalam satu halaman maupun dua halaman yang berhadap-hadapan.
Di samping apa yang telah disebutkan di atas, perkembangan akuntansi mencakup
penyiapan laporan keuangan, karena negara Islam telah mengenal laporan keuangan
tingkat tinggi. Laporan keuangan ini pernah dibuat berdasarkan fakta buku-buku akuntansi
yang digunakan. Di antara laporan keuangan yang terkenal di negara Islam adalah Al-
Khitamah dan Al Khitamatul Jami'ah. Al Khitamah adalah laporan keuangan bulanan
yang dibuat pada setiap akhir bulan. Laporan ini memuat pemasukan dan pengeluaran
yang sudah dikelompokkan sesuai dengan jenisnya, di samping memuat saldo bulanan.
Sedangkan Al-Khitamatul Jami'ah adalah laporan keuangan yang dibuat oleh seorang
akuntansi untuk diberikan kepada orang yang lebih tinggi derajatnya. Apabila Al-
Khitamatul Jami'ah disetujui oleh orang yang menerima laporan tersebut, maka laporan itu
dinamakan Al Muwafaqah. Dan apabila Al Khitamatul Jami'ah tidak disetujui karena
adanya perbedaan pada data-data yang dimuat oleh Al Khitamatul Jami'ah, maka ia
dinamakan Muhasabah (akuntansi) saja, (Lasyin, 1973, 138).
E. FAKTOR-FAKTOR PERKEMBANGAN AKUNTANSI DI NEGARA ISLAM
Salah seorang penulis mengatakan bahwa setiap ilmu tumbuh dari suatu kemahiran yang
diupayakan. Sebelum menjadi ilmu, harus ada praktik dan pengalaman, berdasarkan hal
ini, maka ilmu itu merupakan hasil dari pengalaman yang menentukan tanda-tanda ilmu
tersebut. (Heaps, 1985, 21).
Berdasarkan apa yang dikatakan oleh Heaps, maka munculnya sistem pencatatan sisi-sisi
transaksi atau yang dikenal dengan nama sistem pembukaan ganda (double entry), baik
sebagai ilmu maupun sebagai seni, atau sebagai yang lain, harus tumbuh dari suatu
kemahiran yang diupayakan. Kemahiran yang diupayakan ini harus tegak di atas adanya
suatu praktik kerja. Demikian pula, praktik kerja ini bukan lahir dengan sendirinya, namun
tegak di atas suatu bangunan yang tinggi dan kokoh. Bangunan yang tinggi nan kokoh ini
adalah pengetahuan yang turun menurun dari generasi ke generasi. Jadi, hal ini
mempertegas bahwa pengetahuan yang dapat menumbuhkan adanya praktik kerja dan
kemahiran untuk sistem pencatatan sisi-sisi transaksi asasnya telah ada di negara Islam,
yang timbul karena adanya berbagai faktor. Sementara itu, kami tidak melihat adanya
faktor apa pun yang membantu perkembangan ini di dalam Republik Itali. Di antara yang
patut disebutkan bahwa akuntansi yang kami lihat praktiknya di dunia Arab, kemudian
perkembangannya di dunia Islam, telah dijelaskan oleh Al Mazindarani bahwa itu
merupakan suatu ilmu.
Baik sebagai ilmu atau seni, atau yang lain, terdapat berbagai faktor yang ikut andil, atau
pada hakikatnya mengundang pekerjaan akuntansi di negara Islam. Faktor-faktor ini
berkaitan erat dengan kebutuhan-kebutuhan negara Islam dari satu sisi, dan dari sisi yang
lain dengan kebutuhan-kebutuhan kaum muslimin secara pribadi. Di antara faktor-faktor
tersebut adalah pendirian kantor-kantor pemerintahan, speisialisasi kemampuan, dan
kebutuhan terhadap adanya pegawai yang kapabel. Di samping faktor-faktor tersebut yang
erat kaitannya dengan kebutuhan negara Islam, di sana terdapat faktor lain yang ikut andil
dalam peletakan dasar-dasar akuntansi dan mendorong pengembangan akuntasi di dalam
negara Islam, dari sisi kebutuhan pribadi muslim, yaitu faktor zakat. Sebab, seorang
muslim senantiasa membutuhkan suatu cara yang membantu dirinya untuk memenuhi
kewajiban-kewajibannya sebagai seorang muslim dari segi perhitungan zakat yang harus
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
96
dikeluarkan sesuai dengan syari'at Islam, yang merupakan salah satu rukun Islam.
Pendirian kantor-kantor pemerintahan berakitan erat dengan sistem administrasi, sejak
pendirian awal negara Islam di Madinah Al Munawwarah pada tahun 622 M., yaitu pada
tahun pertama Hijriyah. Pada saat itu, kantor-kantor pemerintahan dikenal dengan nama
Dawawin, dan bentuk tunggalnya adalah diwan. Kata diwan berasal dari kata Parsi, tetapi
definisi dan penggunaanya telah berjalan di negara Islam. Kata diwan artinya adalah
tempat bekerja para pegawai, yaitu tempat pencatatan dan penyimpanan buku-buku
akuntansi (Lasyin, 1973, 26). Ibnu Khaldun berkata, "Asal penamaan ini adalah, pada
suatu hari Kisra melihat para pegawai di kantornya sedang menghitung sendiri, seolaholah
mereka berbicara (sendiri). Lalu, Kisra berkata, "Diwanah". Arti kata tersebut adalah
"gila", lalu tempat mereka itu dikatakan "Diwanah". Karena kata tersebut sering
diucapkan, huruf ha'nya dibuang untuk mempermudah pengucapan, dan menjadi kata
"diwan". (Lasyin, 173, 268).
Tampaknya, kata diwan telah digunakan bersamaan awal reformasi sistem kantor-kantor
pemerintahan dalam bentuk yang lebih baik dari yang sebelumnya. Salah satu ensiklopedi
ilmiah menyebutkan bahwa sistem resmi pertama untuk diwan-diwan telah dibuat sekitar
tahun 14 H/634 M. (Britanica, Vol. 22, 109) yakni pada masa Khalifah Umar Ibnul
Khaththab Radliyallahhu'anhu.
Adapun spesialisasi kemampuan memepunyai signifikansi, karena adanya pembagian
fungsi dan pekerjaan di negara Islam. Hal ini telah dimulai pada masa kehidupan
Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam (Lasin, 1973, 5). Demikian pula hak dan kewajiban
para pegawai di semua hirarki dari sistem administrasi telah dikenal sejak pendirian negara
Islam di Madinah pada tahun 622 M. Rasulullah Muhammad shallallahu `alaihi wasallam
memiliki 42 penulis yang memiliki spesialisasi di dalam pemerintahannya yang didirikan
di Madinah. Setiap pegawai memiliki peran tertentu, demikian pula kewajiban dan gaji
mereka juga tertentu dan jelas. (Hawari, 1989, 5).
Adapun para pegawai yang kompeten telah mendapatkan perhatian dari negara Islam.
Sejak awal, negara Islam telah menaruh perhatian pada pemilihan pegawai yang
berspesialisasi. Demikian pula kebijakan Rasulullah Muhammad shallallahu `alaihi
wasallam dalam memilih pegawai, yaitu dari orang-orang yang beliau pandang memiliki
kapabilitas dan kapasitas untuk menduduki jabatan. Rasulullah shallallahu `alaihi
wasallam memilih para pegawai itu dari para sahabatnya yang memiliki kapabilitas serta
kemampuan dan kelayakan untuk menerima jabatan, (Hawari, 1989, 16).
Di negara Islam, para akuntan terbagi dalam tujuh fungsi, enam fungsi berkaitan
dengan pekerjaan akuntansi, dan satu fungsi khusus untuk mengoreksi pembukuan.
Fungsi pengoreksian pembukuan memiliki kepentingan khusus, hal ini serupa
dengan yang kita namakan muraja'atul hisabat (pengoreksian pembukuan/auditing),
atau tadqiqul hisabat (pengakurasian pembukuan), atau ar riqabatul kharijiyyah
(pengawasan ekstern). Namun, penamaan yang pertama sebagai ungkapan yang paling
tepat untuk watak pekerjaan tersebut. Adapun penamaan kedua dan ketiga, dipandang
tidak sesuai dengan watak pekerjaan tersebut dan tugas yang diberikan kepada auditor.
Tugas auditor adalah memeriksa apa yang telah dibukukan, (Al Qalqasyandi, 1989, 130-
139).
Al Qalqasyandi telah menggambarkan tugas seorang auditor dan kebutuhan terhadapnya.
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
97
Dia berkata, "Enam yang lain tidaklah terpelihara dari sifat lupa dan kesalahan dalam
menghitung atau mencatat, sebagaimana yang sudah terkenal bahwa manusia itu tidak
melihat kesalahan-kesalahannya sendiri tetapi melihat kesalahan-kesalahan orang lain,
maka pimpinan kantor harus memilih seseorang untuk mengoreksi pembukuan. Orang
yang dipilih tersebut harus menguasai bahasa Arab, hafal Al Qur'anul Karim, cerdas,
berakal, jujur, tidak menyakiti orang lain. Ketika seorang auditor merasa puas terhadap isi
buku yang dikoreksinya, dia harus memaraf buku tersebut sebagai tanda bahwa dia telah
puas dan menerima isi buku tersebut.
Adapun zakat juga termasuk bagian dari unsur-unsur yang ikut andil dalam pengembangan
akuntansi di negara Islam. Ini jika tidak termasuk unsur asasi. Zakat adalah salah satu
rukun Islam yang lima, dan di negara Islam, dibayarkan kepada Baitul Mal. Baitul Mal ini
sekarang dinamakan Perbendaharaan Umum atau Perbendaharaan Negara. Al Qur'anul
Karim telah menentukan sumber-sumber yang wajib dikeluarkan zakatnya, dan obyekobyek
penyalurannya sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta`ala:
"Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan)
budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang
dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah." (At Taubah: 60)
Seorang muslim wajib membayar zakat, maka seorang muslim senantiasa membutuhkan
suatu cara yang dapat membantunya dalam menentukan jumlah zakat yang harus
dibayarnya. Oleh karena itu, tidak mustahil bahwa masalah penentuan jumlah zakat
merupakan faktor asasi yang mengantarkan kepada pengembangan akuntansi di negara
Islam. Hal itu agar seorang muslim dapat mengetahui perubahan-perubahan pada hartanya,
dan selanjutnya adalah perhitungan zakat yang harus dikeluarkan karena bertambahnya
harta seorang muslim selama satu tahun penuh, di samping dari laba yang diperoleh dari
modal kerja yang berputar.
Perkembangan akuntansi di negara Islam mencapai puncaknya dalam membangun
pengertian akuntansi sebagai suatu sarana untuk pengambilan keputusan sebagai tujuan
asasi bagi penggunaan akuntansi. Anehnya, hal inilah yang menjadi tujuan penggunaan
akuntasi pada masa kita sekarang ini. Para penulis sekarang ini mengaku bahwa
merekalah yang mengembangkan pengertian ini pada abad sekarang. Barangkali,
pengakuan mereka ini disebabkan oleh kejahilan mereka terhadap sejarah dan peran
akuntansi di negara Islam. Demikian pula, boleh jadi mereka membangun tujuan ini
pada abad XX M., sementara tujuan ini telah populer di negara Islam sejak abad I H. atau
abad VII M. Di antara yang menjelaskan tujuan ini dan realisasinya di negara Islam adalah
perkataan Imam Syafi'i Rahimahullah: "Barang siapa mempelajari hisab (akuntansi)
pikirannya bagus." (Syahatah, 1993, 45).
Perlu diketahaui bahwa Imam Safi'i hidup pada tahun 150-204 H/767-820 M. Hal ini tidak
saja menjelaskan peran yang dimainkan akuntansi dan signifikansinya pada waktu itu,
tetapi juga menjelaskan pengetahuan masyarakat pada saat itu terhadap peran dan
signifikansi tersebut. Hal ini tampak dalam bentuk khusus, ketika ucapan ini datang dari
seorang yang faqih, bukan datang dari spesialis akuntansi. Setelah itu, Imam Syafi'Ii
menjelaskan ucapannya itu, yaitu sesungguhnya seorang pedagang atau yang lain tidak
dapat mengambil keputusan secara benar atau mengeluarkan pemikiran yang tepat tanpa
bantuan data-data yang tercatat dalam buku. Para fuqaha' berkata bahwa di antara
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
98
kewajiban seorang muslim adalah mempelajari hukum-hukum ibadah yang menjadikan
shalat, shaum, dan zakatnya sah, serta hal-hal yang harus diketahui untuk menunaikan
manasik hajinya. Demikian pula dia harus mengetahui hukum-hukum jual beli jika ingin
berprofesi sebagai seorang pedagang; dan mempelajari akuntansi, sehingga ia tiadak
berbuat zhalim dan tidak dizhalimi. Hal inilah yang disebut ilmu Dlaruri. (Ghazali, 1400
H., Vol. 1, juz 1-3, 42-30) juga (Sabiq, 1403 H./1983 M., Vol. III, juz 11-14, 125-126).
Pengertian akuntansi dan tujuan penggunaannya telah berkembang dari sekedar sebagai
sarana untuk menentukan modal di akhir periodik V dan untuk mengukur keuntungan
melalui selisih modal pada dua priode, hal ini terjadi pada masa sebelum Islam, menjadi
sebagai sarana untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam pengambilan
keputusan dan penentuan tanggung jawab, hal ini terjadi pada berbagai masa negara Islam.
Al Qalqasyandi berkata, "Seorang akuntan harus berpegang pada aturan-aturan atau
format-format yang telah disiapkan sebelumnya, dan tidak boleh melanggar selamanya",
(hal. 54). Hal ini menunjukkan perkembangan akuntansi dan adanya sistem pengawasan
intern yang berkaitan erat dengannya. Semuanya itu diprogram, diinterpretasikan, dan
diaplikasikan menurut syariat Islam.
Demikian pula perkembangan dalam pengertian akuntansi dan tujuan penggunaannya ini
terlihat dalam perkataan Al Qalqasyandi yang lain. Dia berkata, "Sesungguhnya pekerjaan
akuntansi dibangun atas dasar kenyakinan", (hal. 154). Perkataan ini, secara khusus,
memantulkan dalam pemikiran kami akan pentingnya sistem dokumentasi. Sebab,
hitungan-hitungan yang dicatat dalam buku harus diyakini kebenarannya; dan keyakinan
ini tidak akan terwujud kecuali dengan adanya bukti-bukti yang memadai yang dapat
menetapkan terjadinya transaksi dari satu sisi, dan kebenaran pencatatan di dalam buku
dari sisi yang lain.
Perkembangan akuntasi di negara Islam tampak jelas pula bahwa seorang akuntan yang
bertanggung jawab atas pembukuan pengeluaran-pengeluaran harus meneliti pengeluaranpengeluaran
yang dilakukan oleh perangkat negara itu, untuk membuat ketetapan apabila
terdapat perbedaan-perbedaan di antara tahun-tahun keuangan. (Lasyin, 1973, 37).
Ini merupakan bukti lain tentang pengembangan pengertian akuntansi sebagai sarana
informasi yang bertujuan mengambil keputusan sekitar jalannya pengeluaran-pengeluaran
itu. Hal ini mengandung pembatasan perbedaan apa pun atau keraguan-keraguan dari
tahun ke tahun. Selanjutnya adalah pembatasan penanggungjawab perbedaan-perbedaan
tersebut, lalu pengambilan tindakan-tindakan yang pasti ketika perbedaan-perbedaan itu
tidak dapat di tolerir.
Imam Ghazali menyebutkan bahwa faktor yang mendukung perkembangan pengertian
akuntansi, dan selanjutnya adalah perkembangan tujuan penggunaan adalah perhatian
terhadap pengawasan diri, (juz XV, hal. 6-7). Sesunguhnya asas dalam pengawasan diri
adalah takut kepada Allah. Ini adalah ciri seorang muslim penganut aqidah yang
mengetahui bahwa Allah melihatnya. Selanjutnya, dia akan mengawasi dirinya karena dia
mengetahui di sana ada pengawas yang dapat melihat apa yang tidak bisa dilihat oleh
manusia, dan dapat mendengar apa yang tidak dapat didengar oleh selain-Nya di antara
makhluq-makhluq-Nya. Hal ini tampak jelas di dalam firman Allah Tabaraka Wa Ta’ala:
“Dan jika kamu melihatkan apa yang ada di hatimu atau kamu menyembunyikannya,
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
99
niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu”. (Al
Baqarah: 284)
Pengawasan diri inilah yang menjadikan seorang muslim menghisab dirinya sebelum
dihisab, khususnya mereka yang memiliki nafsu lawwamah. Dalam hal ini, Khalifah Umar
Ibnul Khaththab Radliyallahu `anhu berkata, “Hisablah diri kalian sebelum dihisab;
timbanglah amal kalian sebelum amal kalian ditimbangkan; dan bersiap-siaplah kalian
untuk menghadapi penampakan amal”.
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa perkembangan buku-buku akuntansi dan kantorkantor
pemerintahan terjadi pada masa khalifah Al Faruq Amirul Mu’minin Umar bin
Khaththab Radliyallahu `anhu , maka patut dikaitkan perkataannya ini dan perkembangan
tersebut, dan bagaimana beliau menerjemahkan jiwa lawwamah ke dalam realitas secara
umum, dan barangkali dari segi keuangan secara khusus. Wallahu A’lam. Sebab,
pengawasan diri dan muhasabah terhadap diri merupakan tuntutan asasi dari ajaran syari’at
Islam sebagaimana terdapat di dalam Al Qur’an dan As Sunah. Diantaranya firman Allah
Subhanahu Wa Ta`ala:
“Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadap
dirimu”. (Al Isra': 14)
Dari As Sunnah An Nabawiyyah, sesungguhnya pengawasan tersebut dari hasil
muhasabah terhadap diri sendiri. Muhasabah yang dimaksud dalam hal ini adalah
pertanggungjawaban. Hal ini tampak jelas di dalam perkataan Rasulullah shallallahu
`alaihi wasallam:
“Tidak akan beranjak kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat sebelum ditanya
tentang empat perkara, yaitu: tentang umurnya, dihabiskan untuk apa; tentang masa
mudanya, dihabiskan untuk apa; tentang hartanya, dari mana diproleh dan dibelanjakan
untuk apa; dan tentang ilmunya, apa yang telah diperbuat dengan ilmu tersebut”. (H.R.
Tirmidzi, dan menurut beliau hadits ini hasan shahih).
Hadits lain adalah dari Miqdam bin Ma’di Yakrib bahwa sayyidul basyar, Muhammad
shallallahu `alaihi wasallam menepuk pundaknya, kemudian berkata:
“Wahai Qadim (Miqdam) beruntunglah kamu, jika kamu meninggal tidak dalam keadaan
menjadi amir, tidak menjadi pencatat (katib), dan tidak menjadi pemimpin”. (H.R. Abu
Dawud)
Makna kata “katib” di sini adalah pencatat pekerjaan dan penghitungnya, (Al Mundziri,
1986, juz 3, 159).
Sebelumnya telah dikatakan bahwa awal pencatatan transaksi di dalam buku bersamaan
dengan berawalnya negara Islam pada masa Rasulullah Shallallahu `alaihi Wasallam
sebagai akibat bertambahnya pemasukan negara dari berbagai penaklukan dan zakat,
terutama setelah pemasukan tersebut semakin banyak dan tidak seluruhnya dapat
dibagikan pada saat itu. Tidak diragukan lagi bahwa pencatatan di dalam buku pada awal
masa tersebut berjalan sesuai dengan cara yang diikuti sebelum Islam. Tetapi, pelaksanaan
pencatatan tersebut berkembang pada masa khalifah kedua, yaitu khalifah Al Faruq Umar
Ibnul Khaththab Radliyallahu `anhu pada tahun 14--24 H. /636--646 M.
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
100
Beliaulah yang memerintahkan mencatat harta umum diklasifikasikan sesuai dengan
sumber pendapatannya. Perkembangan pada masa khalifah Umar Ibnul Khaththab ini
meliputi penentuan hakikat buku yang harus digunakannya dan cara mengaplikasikannya,
serta dokumen-dokumen yang harus dimilikinya sebagai asas pencatatan dan harus
disimpan setelah dicatat untuk memperkuat apa yang telah dicatat.
Pada awal kehidupan negara Islam, buku-buku akuntansi masih berupa kertas-kertas
terpisah, tidak berbentuk buku yang berjilid. Orang pertama yang memasukkan buku-buku
dan catatan yang terjilid sebagaimana yang kita kenal pada masa tersebut adalah Khalifah
Al Walid bin Abdul Malik, pada tahun 86-96 H/706-715 M. (Muhammad Al Marisi
Lasyin, 1973, hal. 36). Ini berarti bahwa hal ini terjadi kurang lebih tujuh ratus
sembilan puluh tahun sebelum munculnya buku Pacioli. Sementara itu, sistem buku
akuntansi ini telah mencapai puncaknya pada masa Daulat Abasiyyah pada tahun 132-232
H/750-847 M. Yakni, pada tahun 132 H/750 M. Khalid bin Burmuk terpilih menjadi
kepala Diwan Kharaj (Diwan pemasukan hasil-hasil pertanian) dan Diwan tentara. Khalid
bin Burmuk melakukan reformasi sistem kedua Diwan tersebut dan mengembangkan
buku-buku akuntansi serta memberi nama khusus terhadapnya.
Pada masa negara Islam, buku catatan pertama dikenal dengan nama “Jaridah”. Dari sini
tampak garis hubungan antara buku Pacioli yang terbit pada tahun 1494 M. dan sumber
rujukan buku tersebut, karena pada sebagian yang disebutkannya terdapat banyak
kesamaan dengan apa yang digunakan pada masa negara Islam. Di dalam bukunya, Pacioli
telah menjelaskan bahwa buku catatan pertama yang harus digunakan dikenal dengan
nama “Journal” dalam bahasa Ingris (Brown dan Johnson, 1963, hal. 43) atau “Zornal”
dalam bahasa Itali sebagaimana dikenal di kota Venice, (Martinelli, 1977, hal. 25). Dua
kata ini, yaitu Journal dan Zornal merupakan terjemahan secara harfiah dari bahasa Arab,
yaitu dari kata “Jaridah”. Jaridah adalah nama untuk buku catatan pertama pada
masa negara Islam, yaitu pada masa Daulat Abbasiyyah, sekitar tahun 132 H/749 M,
yaitu tujuh ratus empat puluh lima tahun sebelum munculnya buku Pacioli. Dari hal
ini dapat kita simpulkan bahwa asas atau sumber rujukan bagi apa yang dipraktikkan di
Republik Itali sebagaimana tersebut dalam buku Pacioli adalah apa yang telah
dipraktikkan di negara Islam.
Di antara yang harus dipraktikkan di negara Islam adalah pencatatan “Jaridah” sebelum
memakainya. Pencatatan ini, sebagaimana yang telah kami sebutkan, berlangsung ketika
distempel dengan stempel Sulthan. Praktik ini adalah bagi instansi-instansi pemerintahan
Islam. Barangkali juga bagi pribadi-pribadi dan lembaga-lembaga khusus. Demikian pula
Ibnu Khaldun yang hidup pada masa Daulat Abbasiyyah dan menulis bukunya tahun 167
H/784 M. Mengatakan bahwa seorang akuntan harus memakai buku-buku akuntansi yang
sesuai, dan mencatat namanya di akhir buku, serta menstempelnya dengan stempel
Sulthan. Stempel tersebut memuat nama Sulthan atau simbol khusus bagi Sulthan. Stempel
tersebut dibubuhkan di salah satu sisi buku,(hal. 205). Sesungguhnya penggunaan kata
“buku-buku akuntansi yang sesuai” oleh Ibnu Khaldun menunjukkan semenjak abad ke-
2 Hijriyah dan barangkali sebelum itu, kaum muslimin menggunakan buku-buku akuntansi
yang beragam sesuai dengan perbedaan karakter kegiatan, baik tingkat negara maupun
pribadi.
Dahulu, “Jaridah” digunakan untuk mencatat pemasukan-pemasukan dan pengeluaranpengeluaran,
tetapi secara terpisah. Yakni, ada jaridah untuk pemasukan dan ada jaridah
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
101
untuk pengeluaran. Hal ini termasuk serupa dengan apa yang sekarang dikenal dengan
nama Specialised Journals. Adapun transaksi-transaksi lain dicatat dalam buku yang
dikenal dengan nama Daftarul Yaumiyyah (Daily Book/Buku Harian).
Buku harian yang dikenal di negara Islam tujuh ratus empat puluh lima tahun sebelum
munculnya buku Pacioli adalah buku harian yang digunakan sekarang di dunia, dan
dikenal dengan nama General Journal. Buku harian ini dikenal di seluruh diwan di
samping specialised journals. Dahulu, buku harian ini digunakan untuk mencatat seluruh
transaksi keuangan khusus bagi diwan dan transaksinya dengan orang lain. Buku ini
serupa dengan apa yang sekarang dikenal di negara-negara Arab dengan nama Daftarul
Yaumiyyatil `Ammah (Buku Harian Umum).
Menurut An Nuwairi, yang meninggal pada tahun 734 H/1336 M atau kurang lebih tiga
puluh satu tahun sebelum munculnya buku Al Mazindani, pekerjaan pembukuan tunduk
pada praktik-praktik tertentu dan jelas. Sebab, seluruh harta yang masuk atau keluar harus
dicatat sesuai urutan waktu terjadinya, juga harus dicatat tanggal terjadinya setiap
transaksi. Demikian pula, keharusan mencatat transaksi menurut urutan waktu terjadinya
tidaklah terbatas pada transaksi-transaksi keuangan saja atau yang memiliki nilai
keuangan, tetapi mencakup juga seluruh transaksi yang berhubungan dengan diwan dan
yang lain. (An Nuwairi, 273-275). Pencatatan di buku harian berlangsung dari realitas
syahid yaitu yang sekarang dikenal dengan nama journal voucher, yang disiapkan oleh
akuntan, yang melakukan pencatatan di buku, (Lasyin, 1973, 131-132). Hal ini
menunjukkan kesinambungan pengembangan di dalam pekerjaan akuntansi yang awalnya
bersamaan dengan munculnya negara Islam tahun 622 M., dan menjadi kokoh pada masa
Khalifah Umar Ibnul Khaththab, serta semakin kokoh pada masa Daulat Abbasiyyah.
Kemudian bertambah berkembang setelah itu sebagaimana yang dirasakan dari apa yang
disebutkan oleh An Nuwairi.
Daulat Abbasiyyah, 132-232 H/750-847 M. memiliki banyak kelebihan dibandingkan
yang lain dalam pengembangan akuntasi secara umum dan buku-buku akuntansi secara
khusus. Sebab pada saat itu, masyarakat Islam menggunakan dua belas buku akuntansi
khusus (Specialized Accounting Books).
Buku-buku ini memiliki karakter dan fungsi dan berkaitan erat dengan fungsi dan tugas
yang diterapkan pada saat itu. Di antara contoh buku-buku khusus yang dikenal pada masa
kehidupan negara Islam itu adalah sebagai berikut:
1) Daftarun Nafaqat (Buku Pengeluaran). Buku ini disimpan di Diwan Nafaqat, dan
diwan ini bertanggung jawab atas pengeluaran Khalifah, yang mencerminkan
pengeluaran negara.
2) Daftarun Nafaqat Wal Iradat (Buku Pengeluaran dan Pemasukan). Buku ini disimpan
di Diwanil Mal, dan Diwan ini bertanggung jawab atas pembukuan seluruh harta yang
masuk ke Baitul Mal dan yang dikeluarkannya.
3) Daftar Amwalil Mushadarah (Buku Harta Sitaan). Buku ini digunakan di Diwanul
Mushadarin. Diwan ini khusus mengatur harta sitaan dari para menteri dan pejabatpejabat
senior negara pada saat itu, (Lasyin, 1973, 41).
Umat Islam juga mengenal buku khusus yang lain, yang dikenal dengan nama Al Auraj,
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
102
yaitu serupa dengan apa yang sekarang dinamakan Daftar Ustadzil Madinin (Debtors or
Accounts Receivable Subsidiary Ledger). Kata Auraj adalah dari bahasa Parsi, kemudian
digunakan dalam bahasa Arab. Auraj digunakan untuk mencatat jumlah pajak atas hasil
tanah pertanian, yaitu setiap halaman dikhususkan untuk setiap orang yang dibebani untuk
membayar pajak, di dalamnya dicatat jumlah pajak yang harus dibayar, juga jumlah yang
telah dibayar dari pokok jumlah yang harus dilunasi. Penentuan jumlah pajak yang harus
dilunasi didasarkan pada apa yang dinamakan Qanunul Kharaj (Undang-Undang
Perpajakan), (Al Mazindarani 765 H/1363 M.).
Di samping apa yang telah disebutkan, kaum muslimin di negara Islam mengenal
pembagian piutang menjadi tiga kelompok, yaitu:
1) Ar Ra’ij minal mal, yang dimaksudkan ialah piutang yang memungkinkan untuk
didapatkan, yaitu apa yang sekarang ini dikenal dengan nama Ad Duyunul Jayyidah, dan
dalam bahasa inggris dikenal dengan nama Collectable Debts.
2) Al Munkasir minal mal, yang dimaksudkan adalah piutang yang mustahil untuk
didapatkan, yaitu apa yang sekarang dinamakan Ad Duyunul Ma’dumah, dan dalam
bahasa inggris dikenal dengan nama Bad Debts atau Uncollectable Debts.
3) Al Muta’adzir wal mutahayyir wal muta`aqqid minal mal, yang dimaksudkan
adalah piutang yang diragukan untuk didapatkan, dan dalam bahasa inggris dikenal dengan
nama Doubtful Debts, (Lasyin, 1973, 141).
Dari pembagian piutang tersebut ada dua hal penting yang patut didapatkan, yaitu:
pertama, pengaruh kehidupan perdagangan terhadap pekerjaan akuntansi, sebagaimana
yang telah dikemukakan pada uraian sebelumnya dan
kedua adalah pembagian ini hanya berpengaruh terhadap penggambaran kondisi keuangan
baik bagi negara maupun pribadi, khususnya untuk tujuan zakat.
Sebab, penggambaran kondisi keuangan menuntut ketelitian dalam penggambaran hak dan
kewajiban. Karena itu tidak diragukan lagi bahwa mereka mengetahui pentingnya
inventarisasi para debitur untuk mengetahui apa yang mungkin diperoleh pada masa-masa
mendatang. Jika tidak, tentu mereka tidak segera mengelompokkan piutang dalam tiga
kelompok tersebut.
Pengelompokan ini adalah pengelompokan yang digunakan pada masa kita sekarang tanpa
menyebutkan bahwa sumbernya adalah di negara Islam. Hal ini mempertegas sekali lagi
pentingnya zakat sebagai faktor asasi yang membantu pengembangan akuntansi. Hal ini
jika tidak ada faktor lain, maka zakat adalah faktor yang pertama. Sebab, perhitungan
zakat menuntut pentingnya inventarisasi para debitur dan kreditur untuk mengetahui
pengaruh para debitur dan kreditur terhadap jumlah zakat.
Di sisi lain dari segi harta-harta yang diinvestasikan pada syirkah musahamah bahwa baik
yang bersifat umum maupun khusus, dan sebagai akibat dari ketidakterlibatan para pemilik
saham di dalam manajemen pada sebagian besar syirkah-syirkah, khususnya pada syirkah
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
103
musahamah yang bersifat umum, dan sekalipun sebagian para pemilik saham menjadi
angota dewan manajemen perusahaan atau anggota eksekutif perusahaan, baik yang
bersifat khusus maupun umum, maka harta-harta syirkah musahamah tersebut harus selalu
jauh dari jangkauan para pemilik sahamnya, bagaimanapun keadaannya. Yakni, tidak
diperkenankan bagi setiap pemilik saham, bagaimanapun juga tingkat kepemilikan
sahamnya atau fungsi manajerialnya pada syirkah musahamah tersebut, mengambil
manfaat dari harta-harta syirkah musahamah itu untuk tujuan-tujuan khusus pribadinya.
Adapun dalam hal yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban para pemilik
saham tersebut, dilihat dari sisi hubungan mereka dengan syirkah musahamah itu, baik
yang bersifat umum maupun khusus, dan hubungan mereka dengan hasil-hasil kegiatan
syirkah, yakni hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sebagai suatu syakhshiyyah
i`tibariyyah (entitas spiritual), maka kita dapati bahwa persoalannya di sini lebih jelas
darpada keadaan yang terdapat pada perusahaan-perusahaan individual dan perusahaanperusahan
lainnya yang bukan syirkah musahamah, yang telah kita perbincangkan
sebelumnya. Sesungguhnya hak-hak dan kewajiban-kewajiban syirkah musahamah itu
selalu khusus dan tersendiri baginya, tidak sama dengan hak dan kewajiban para pemilik
sahamnya. Dari segi hak-hak syirkah musahamah tersebut, kita dapati bahwa perusahaan
itulah yang menuntut akan hak-haknya melalui manajemennya, atau melalui orang-orang
yang melakukan penyelesaian di saat melakukan penyelesaian, yang hal itu tidak ada
hubungannya dengan para pemilik saham. Lain halnya jika kita lihat pada perusahaanperusahaan
individu dan perusahaan-perusahaan yang bukan syirkah musahamah.
Sebagaimana juga bahwa kewajiban-kewajiban syirkah musahamah tersebut terhadap
pihak lain selalu menjadi tangung jawab syirkah musahamah itu sendiri, bukan tanggung
jawab para pemilik sahamnya. Para pemilik saham tersebut tidaklah diminta untuk
menutupi kewajiban-kewajiban perusahaan tempat mereka menanam saham, kecuali
sebatas modal yang masih masih belum disetorkan. Adapun apabila pemilik saham itu
ternyata telah melunasi seluruh modal yang tercatat baginya, maka dia tidaklah
bertanggung jawab sama sekali mengenai utang-utang perusahaan, bagaimanapun juga
karakternya dan bagaimanapun juga besarnya.
Masih ada persoalan lain yang menuntut kejelasan, yaitu yang khusus berkaitan dengan
keuntungan-keuntungan perusahaan yang telah terealisasikan. Sebagai akibat dari dapat
diterapkannya prinsip syakhshiyyah i`tibariyyah secara mutlak terhadap syirkah
musahamah, baik yang bersifat khusus maupun umum, maka keuntungan-kentungan yang
telah dapat direalisasikan oleh perusahaan itu selama satu tahun keuangan, sebagaimana
yang digambarkan oleh daftar keuangan pada akhir tahun keuangan, menjadi milik khusus
syirkah musahamah tersebut. Hal ini berarti bahwa tidak ada hak bagi para pemilik
sahamnya terhadap keuntungan-keuntungan yang telah terealisasikan itu, kecuali sebatas
yang telah ditetapkan oleh dewan manajemen syirkah musahamah tersebut untuk
dibagikan kepada para pemilik sahamnya.
Apabila dewan manajemen tidak menetapkan adanya pembagian dari keuntungankeuntungan
yang terealisasikan tersebut, karena adanya kebutuhan-kebutuhan perusahaan
terhadap keuntungan-keuntungan itu, dan karena keterkaitan keuntungan-kentungan itu
dengan aset-aset yang tidak tunai, yang selanjutnya menimbulkan adanya kesulitan atau
kemustahilan untuk merubah aset-aset tersebut menjadi uang tunai, maka para pemilik
saham tersebut tidak dapat menuntut perusahaan agar membagikan bagian tertentu dari
keuntungan-keuntungan tersebut kepada mereka. Adapun jika dewan manajemen telah
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
104
menetapkan bagian tertentu dari keuntungan-kentungan itu untuk dibagikan dan telah
mengumumkan hal itu dengan sarana apa pun yang bisa dipercaya dan
dipertanggungjawabkan, seperti melalui daftar keuangan, atau surat menyurat secara
langsung kepada para pemilik saham, maka para pemilik saham berhak untuk
menuntutnya, dan syirkah musahamah tersebut mempunyai kewajiban terhadap para
pemilik sahamnya. Keuntungan-keuntungan yang telah diputuskan pembagiannya tersebut
akan tampak pada sisi kewajiban-kewajiban perusahaan dalam buku-buku catatan dan
daftar-daftar keuangannya, sampai selesai penyerahannya kepada para pemilik sahamnya.
Syakhshiyyah qanuniyyah dan wihdah muhasabiyyah yang kadangkala dinamakan dengan
nama syakhshiyyah muhasabiyyah. Namum sebenarnya bahwa yang lebih utama adalah
penggunaan istilah wahdah muhasabiyyah, agar tidak rancu, maka konsep keduanya dan
hubungan keduanya dengan syakhshiyyah i`ibariyyah, setiap kali mereka menemukan
istilah-istilah ini diuraikan sebagai berikut:
1. Syakhshiyyah Qanuniyyah
Syakhshiyyah Qanuniyyah (legal entity) itu adalah suatu ungkapan mengenai entitas yang
terpisah, yang memungkinkannya untuk menuntut pihak lain secara langsung dalam
sifatnya sebagai suatu pribadi, sebagaimana dimungkinkan pula bagi pihak lain untuk
menuntutnya secara langsung pula, dalam sifatnya sebagai suatu pribadi. Apabila kita
perhatikan keempat bentuk sistem investasi terdahulu, untuk mengetahui sejauh mana
kesesuaian syakhshiyyah qanuniyyah tersebut terhadap setiap sistem tersebut berdasarkan
definisi yang telah disebutkan sebelumnya, maka kita dapati beberapa perbedaan yang
mendasar di antara bentuk-bentuk sistem tersebut.
Dengan memperhatikan muassasat fardiyyah (sole proprietorship/lembaga-lembaga
individual), telah kami katakan sebelumnya bahwasanya tidak ada perbedaan apa pun
antara hak-hak dan kewajiban-kewajiban pribadi pemilik perusahaan dari satu sisi, dan
hak-hak dan kewajiban-kewajiban perusahaan itu sendiri dari sisi yang lainnya. Yakni,
kedua pihak membentuk satu pribadi atau satu badan dilihat dari segi hak dan
kewajibannya. Sebab, jika harta perusahaan itu tidak mencukupi untuk menutupi hak-hak
pihak lain, maka dimungkinkan bagi pihak yang lain itu untuk menuntut haknya kepada
pemilik perusahaan, yang hal itu pada dasarnya merupakan kewajiban-kewajiban
perusahaan. Demikian juga, apabila pemilik perusahaan secara lahiriyah tersebut ternyata
tidak sanggup menutupi utang-utang pribadinya, maka dimungkinkan bagi pihak
pengadilan untuk menghentikan kegiatan lembaga investasinya, guna menutupi hak-hak
pihak lain. Sebaliknya, apabila ada piutang perusahaan pada pihak lain, dan pihak itu tidak
melunasi utang-utangnya yang telah jatuh tempo itu kepada perusahaan tersebut, maka
pemilik perusahaan tersebut, dalam sifatnya sebagai pribadi, berhak menuntut pihak
tersebut agar menunaikan apa yang menjadi tangung jawabnya terhadap perusahaan.
Bahwa syakhshiyyah qanuniyyah perusahaan yang bersifat individu ini larut atau menyatu
dengan pemiliknya, dan tidak terpisah dengannya. Demikian pula, syakhshiyyah
qanuniyyah pemilik perusahaan individual tersebut mencakup perusahaannya dan tidak
terpisah darinya. Ketercakupan perusahaan individual dan pemiliknya tersebut hanyalah
terbatas pada lingkup hak dan kewajiban masing-masing. Berdasarkan hal tersebut, maka
bagi perusahan-perusahaan yang bersifat individual tersebut hanya terdapat satu
syakhshiyyah qanuniyyah saja, yakni lembaga individu dan pemiliknya secara lahiriyah
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
105
tersebut, keduanya mewakili satu badan ditinjau dari segi undang-undang. Keduanya tidak
mungkin dipisahkan untuk mendapatkan hak-hak dan menunaikan kewajiban-kewajiban.
Adapun pada bentuk yang kedua dari bentuk-bentuk sistem investasi, yaitu syirkah
asykhash yang dikenal oleh sistem Islam –yaitu syirkah `inan, syirkah mufawadlah,
syirkah wujuh, syirkah abdan atau a`mal, dan terakhir syirkah mudlarabah, dan yang
serupa dengannya yang terdapat di dalam sistem non Islam, yang dikenal dengan nama
syirkah tadlamun maka permasalahan ini menurut adalah serupa dengan apa yang
terdapat pada lembaga-lembaga individual. Sebab, syirkah-syirkah ini (partnership) berdiri
atas dasar perkenalan pribadi, dan inti hubungan di antara para sekutu adalah adannya
saling kepercayaan. Yakni, setiap individu dari pihak-pihak yang berada di dalam syirkah
investasi ini sudah barang tentu tidak akan mau menanggung risiko kerugian harta atau
usaha, kecuali jika didasarkan pada kepercayaan terhadap kebenaran tindak-tanduk pihakpihak
syirkah yang lain. Karena aktivitas atau kegiatan pada syirkah asykhash di sini
berdiri atas dasar tindak-tanduk pribadi, para investor dan orang-orang yang mengatur
lembaga mereka tersebut, apakah secara bersama-sama ataukah secara individu, wajib
bertanggung jawab secara bersama-sama terhadap hak-hak dan kewajiban-kewajiban
lembaga mereka itu. Berdasarkan itu semua, dapatlah kita simpulkan suatu pernyataan
bahwa para pemilik lembaga dan lembaga mereka, pada syirkah asykhash, membentuk
satu syakhshiyyah qanuniyyah, dan tidak diperkenankan memisahkan antara keduanya.
Akan tetapi, di sana terdapat satu kondisi yang harus diperhatikan secara sungguhsungguh,
yaitu apabila salah seorang di antara para sekutu tersebut ada yang memberikan
saham hanya modalnya saja, tanpa ikut serta dalam manajemennya, dan akad syirkah
tersebut telah menetapkan bahwa individu yang seperti ini tanggung jawabnya hanya
sebatas apa telah dia serahkan dari modal pokoknya. Pada kondisi yang seperti ini, maka
individu atau pribadi yang seperti ini tidaklah dianggap bertanggung jawab terhadap
kewajiban-kewajiban perusahaan, kecuali sebatas apa yang telah dia sahamkan dari modal
pokoknya. Namun, pada keadaan seperti ini, dipersyaratkan harus ada keterbukaan
mengenai batasan-batasan tangung jawab ini di dalam publikasi, korespondensi, dan
dokumentasi perusahaan. Ini di samping pentingnya keterbukaan mengenai karakter
tanggung jawab atas nama perusahaan atau lembaga tersebut. Penyebab dari pentingnya
keterbukaan itu adalah memberikan terlebih dahulu kepada pihak lain bentuk tanggung
jawab yang dipikul oleh para penyandang dana lembaga tersebut. Sesungguhnya
keterbukaan yang menyeluruh ini akan mendorong pihak lain untuk berkerja sama dengan
lembaga ini, sementara dia telah mengetahui tanggung jawab lembaga dan tanggung jawab
para pemilik lembaga tersebut didalamnya. Selanjutnya, dia akan mengetahui terlebih
dahulu antisipasinya, di saat terjadi hal-hal yang tidak diharapkan.
Berdasarkan uraian paragraf sebelumnya, tampak berbeda dengan apa yang terdapat di
dalam keterangan yang menyatakan bahwa syirkah-syirkah syakhshiyah adalah "akad-akad
yang akan menumbuhkan aktivitas-aktivitas atau kegiatan-kegiatan investasi yang terus
menerus atau hampir terus menerus, yang di dalamnya beberapa pihak saling bersekutu di
dalam modalnya. Akad-akad tersebut mendirikan suatu kegiatan perdagangan yang
mempunyai syakhshiyyah i`tibariyyah dan tanggung jawab yang tidak terbatas". (Lembaga
Fatwa dan Pengkajian, Jumadil Ula 1406 H/Januari 1986 M, 9).
Sesungguhnya sebab dari perbedaan itu terletak pada bahwa keterangan dari Lembaga
Fatwa dan Pengkajian tersebut menjelaskan bahwa di sana terdapat syakhshiyyah
i`tibariyyah, dan pada saat itu juga syakhshiyyah i`tibariyyah ini menghadapi tanggung
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
106
jawab yang tidak terbatas. Sesungguhnya, tidak mungkin tergambarkan adanya
syakhshiyyah i`tibariyyah yang tidak terpisah dari para penyandang dananya, secara
undang-undang. Sebab, fungsi syakhshiyyah i`tibariyyah adalah menuntut terhadap
lembaga atau perusahaan, dalam sifatnya sebagai suatu pribadi, agar supaya terpisah dari
para pemilik lahiriyahnya. Di samping itu, sesungguhnya tidak diperkenankan bagi para
pemilik lahiriyah lembaga atau perusahaan tersebut menuntut pihak lain dalam sifatnya
sebagai pribadi. Sebagai tambahan dari itu semua, para pemilik lembaga atau perusahaan
tersebut tidak memiliki kekuasaan terhadap modal pokok lembaga atau perusahaan
tersebut, mereka tidak dapat mengambil darinya untuk penarikan-penarikan pribadi, dan
mereka tidak dapat melakukan suatu tindakan terhadap modal pokoknya secara pribadi.
Berdasarkan sebab-sebab ini, maka tidaklah mungkin tanggung jawab para pemilik
lahiriyah tersebut tidak terbatas. Hal itu dikarenakan bahwa tanggung jawab itu haruslah
setara dengan hak-hak yang diberikan, sebagai imbalan atas tanggung jawab itu. Demikian
juga, tanggung jawab itu haruslah diikuti oleh adanya suatu kekuasaan. Karena kekuasaan
individu bagi para pemilik lahiriyah tersebut tidak ada di dalam syirkah-syirkah
i`tibariyyah, maka hak-hak individu itu juga tidak ada, sebagai akibat dari tidak adanya
kekuasaan untuk menghasilkan hak-hak tersebut. Selama keduanya itu tidak ada, maka di
sana tidaklah diperkenankan adanya kewajiban yang tidak terbatas.
Sesungguhnya kewajiban-kewajiban itu, baik yang bersifat individu maupun kolektif,
haruslah diiringi dengan hak-hak yang disepakati. Di atas itu semua, tanggung jawab itu
haruslah sebanding dengan hak-haknya. Sebagai kaidah yang umum, harus tidak ada
pemaksaan kewajiban tanpa diiringi dengan hak yang sebanding dengannya, apakah hal itu
dalam bentuk keuangan, atau adab, atau yang serupa dengan itu. Hanya saja, pandangan
kami yang berbeda dengan pandangan yang kami isyaratkan pada paragraf sebelumnya
tidaklah mutlak, akan tetapi terbatas.
Sebab dari pembatasan kami terhadap pemikiran kami itu adalah mungkin saja terdapat
syakhshiyyah i`tibariyyah yang terpisah dari para pemilik lahiriyah tersebut disertai tidak
terbatasnya tanggung jawab para pemilik lahiriyah itu, apabila terwujud beberapa
persyaratan tertentu, yang di antaranya adalah:
Pertama, apabila karakter kegiatan syakhshiyyah i`tibariyyah itu menuntut tanggung
jawab.
Kedua, hendaknya terdapat kemaslahatan umum karena tidak adanya pembatasan tangung
jawab.
Ketiga, hendaknya ketiadaan pembatasan tanggung jawab itu bukannya bersifat mutlak
tanpa adanya batasan, tetapi harus tertentu dan teratur.
Keempat, haruslah ada pengetahuan terlebih dahulu, yang tegas dan jelas pada diri orangorang
yang ingin menanamkan sahamnya pada proyek-proyek seperti ini, mengenai
tanggung jawab yang tidak terbatas bagi syakhshiyyah i`tibariyyah tersebut. Apabila
persyaratan-persyaratan tersebut dapat diterapkan, kami memandang tidak ada halangan
bagi tidak adanya pembatasan tanggung jawab tersebut.
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
107
Di seputar bentuk sistem investasi yang ketiga, yang dikenal dengan istilah syirkah
musahamah, sesungguhnya hal ini tampak lebih jelas, karena undang-undang positip pun
telah menetapkan permasalahan ini. Hal itu karena syirkah musahamah dianggap telah
mempunyai syakhshiyah i`tibariyyah yang terpisah dari para pemiliknya. Dengan
demikian, syirkah tersebut telah mempunyai syakhshiyyah qanuniyyah yang terpisah pula
dari pribadi-pribadi para pemilik syirkah tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka syirkah
musahamah, baik yang umum (public company) maupun yang khusus (private or
proprietory company), benar-benar mempunyai syakhshiyyah qanuniyyah yang terpisah
dari pribadi-pribadi yang memegang saham-saham modalnya. Sebagai akibat dari bentuk
syirkah ini, maka syakhshiyyah qanuniyyah yang terpisah milik syirkah itu membolehkan
kepada pihak lainnya, dan ini mencakup juga para pemilik sahamnya, untuk menuntutnya.
Demikian juga, diperkenankan bagi syirkah itu untuk menuntut mereka, tanpa
mempengaruhi kondisi hukum pihak-pihak lain yang mempunyai hubungan perjanjian
atau bukan perjanjian dengan syirkah.
Adapun bentuk yang keempat dari bentuk-bentuk sistem investasi itu, seperti waqafwaqaf,
lembaga-lembaga pendidikan dan yang serupa dengan itu, baik yang bertujuan
mencari keuntungan maupun tidak, hal itu termasuk syakhshiyyah qanuniyyah yang
terpisah, sebagai akibat dari pandangan yang sebelumnya, yakni berdasarkan fiqh,
bahwasanya bentuk ini mempunyai syakhshiyyah i`tibariyyah, terpisah dari para
pendirinya. Bentuk ini termasuk lebih jelas dilihat dari segi penerapan konsep
syakhshiyyah qanuniyyah.
2. Wahdah Muhasabiyyah
Wahdah muhasabiyyah (kesatuan akuntansi), sebagaimana konsep syakhshiyyah
i`tibariyyah, kemudian syakhshiyyah qanuniyyah, bahwa ternyata di sana ada interferensi
di antara konsep-konsep ini, maka pembahasan tentang wahdah muhasabiyyah ini juga
tidak terlepas dari interferensi tersebut. Kalau diperhatikan, banyak kalangan yang
mempergunakan istilah syakhshiyyah muhasabiyyah, namun yang mereka maksudkan
adalah wahdah muhasabiyyah (kesatuan akuntansi). Sesungguhnya istilah syakhshiyyah
muhasabiyyah itu tidaklah tepat, karena istilah itu mengandung beberapa kerancuan yang
di antaranya kadang-kadang berkaitan dengan penafsirannya, ini dari satu sisi, dan dari sisi
yang lain hubungannya dengan tempat-tempat yang lainnya. Berdasarkan gambaran
tersebut, maka kami lebih menyukai penggunaan istilah wahdah muhasabiyyah
sebagaimana yang akan dibahas selanjutnya.
Sesungguhnya konsep mengenai wahdah muhasabiyyah itu adalah kerangka dasar yang
menentukan ruang lingkup kegiatan akuntansi, ditinjau dari sisi apa yang harus dimuat
oleh buku-buku akuntansi, dan apa yang harus diangkat oleh laporan keuangan, baik
berbentuk data keuangan yang sudah dikenal, ataupun yang lain. Oleh karena itu,
permasalahan yang harus dikaji untuk menentukan wahdah muhasabiyyah itu adalah
masalah kebutuhan terhadap informasi keuangan. Selama telah tertentu kebutuhan
tersebut, akan menjadi mudahlah penentuan kerangka dasarnya. Kebutuhan terhadap
informasi keuangan itulah yang akan terealisir pada akhirnya, yang diungkapkan dalam
laporan keuangan.
Berdasarkan gambaran tersebut, maka apabila wahdah muhasabiyyah itu telah tertentu
ruang lingkupnya, maka ruang lingkup tersebut tersebut akan ditetapkan oleh
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
108
kebutuhannya. Dari gambaran yang sebelumnya itu, maka wahdah muhasabiyyah itu akan
menjadi tertentu sebagai akibat dari kebutuhannya. Kebutuhan ini terbagi dua, yaitu yang
mempunyai karakter umum, dan yang mempunyai karakter khusus. Di samping itu semua,
adalah suatu hal yang mungkin bahwa di sana terdapat wahdah muhasabiyyah yang lebih
dari satu bagi suatu perusahaan itu sendiri, di samping juga merupakan sesuatu yang
mungkin adanya satu wahdah muhasabiyyah saja bagi beberapa macam perusahaan. Kami
akan menjelaskan permasalahan ini secara ringkas pada lembaran-lembaran mendatang.
Wahdah muhasabiyyah ini pada perusahaan-perusahaan, baik yang mempunyai karakter
individual, atau yang bukan individual seperti syirkah-syirkah yang ada di dalam sistem
Islam, syirkah-syirkah yang ada di dalam sistem non-Islam, dan syirkah musahamah
dalam segala bentuknya, atau yang berkaitan dengan dengan hibah-hibah, waqaf-waqaf,
dan kemaslahatan umum. Berkaitan dengan perusahaan-perusahaan atau lembaga-lembaga
yang seperti ini, apakah yang bersifat mencari keuntungan maupun tidak, maka kita dapati
bahwa setiap perusahaan, atau lembaga, atau syirkah, atau kemaslahatan, atau masjid, pada
dasarnya merupakan suatu wahdah muhasabiyyah yang sempurna dan integral. Adapun
yang dimaksud dengan kesempurnaan dan keintegralan wahdah muhasabiyyah bagi setiap
perusahaan dan lembaga yang telah kami sebutkan itu adalah adanya keharusan
memegang buku-buku akuntansi khusus bagi setiap perusahaan atau lembaga secara
tersendiri, dan buku-buku akuntansi ini mencerminkan hasil dari kegiatan wahdah
muhasabiyyah itu selama periodik waktu tertentu, serta posisi keuangan bagi wahdah
muhasabiyyah itu sendiri pada akhir periodik.
Dalam keadaan demikian, maka masjid, atau organisasi sosial, lembaga pribadi, atau
syirkah tadlamuniyyah', atau syirkah musahamah, atau kemaslahatan pemerintahan,
kesemuanya itu dikategorikan sebagai suatu wahdah muhasabiyyah yang berdiri sendiri.
Kadangkala, dia pun dinyatakan mempunyai sifat sempurna dan integral, karena seluruh
transaksi yang khusus tentang wahdah muhasabiyyah ini telah dicakup oleh buku-buku
wahdah muhasabiyyah. Demikian juga buku-buku wahdah muhasabiyyah ini dinyatakan
integral karena mengungkapkan tentang seluruh perusahaan, atau lembaga, atau syirkah,
atau kemaslahatan, atau waqaf. Kesempurnaan dan keintegralan ini, harus sejalan, karena
pada akhirnya, keduanya akan mengungkapkan tentang kegiatan dan posisi wahdah itu
dengan cara yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang diperkirakan dari penggunaan
informasi keuangan yang dihasilkan oleh wahdah muhasabiyyah, yang sebelumnya telah
ditentukan kerangka dasarnya, untuk dapat memenuhi tujuan ini, yaitu memenuhi
kebutuhan tertentu. Sampai sekarang, kalau diperhatikan bahwa kebutuhan yang teralisir
itu adalah yang mempunyai karakter umum, bukan yang khusus. Hal ini adalah yang telah
kami isyaratkan sebelumnya dengan informasi keuangan yang mempunyai tujuan umum,
yaitu ketika membahas tentang para pengguna informasi keuangan.
Di samping kebutuhan yang mempunyai karakter umum ini, seringkali timbul kebutuhan
terhadap informasi keuangan yang bersifat khusus. Sesungguhnya kebutuhan terhadap
informasi yang bersifat khusus itu akan mengantarkan kepada penentuan kerangka dasar
lain yang khusus, yang akan terlaksana dengan adanya penentuan dan pendefinisian
mengenai wahdah muhasabiyyah. Informasi khusus ini kadang-kadang berimplikasi pada
penyempitan atau perluasan ruang lingkup wahdah muhasabiyyah berdasarkan kebutuhan
terhadap informasi keuangan. Ruang lingkup wahdah muhasabiyyah akan menjadi sempit
apabila kebutuhan terhadap informasi itu terbatas pada ruang lingkup yang lebih kecil dari
keadaan yang sesungguhnya dari ruang lingkup wahdah muhasabiyyah yang berdiri
sendiri, bersifat sempurna dan integral, dan mewakili syakhshiyyah i`tibariyyah yang
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
109
berdiri sendiri. Misalnya, adalah apabila wahdah muhasabiyyah itu menjadi suatu bagian
saja dari syakhshiyyah i`tibariyyah. Ruang lingkup wahdah muhasabiyyah ini akan
menjadi luas apabila kebutuhan terhadap informasi keuangan itu melampaui ruang lingkup
wahdah muhasabiyyah yang berdiri sendiri itu, bersifat sempurna dan integral, dan
mewakili syakhshiyyah i`tibariyyah yang berdiri sendiri, misalnya adalah apabila wahdah
muhasabiyyah dalam keadaan ini menjadi beberapa syirkah
Dari pembahasan yang telah lalu, dapatlah dilihat bahwa wahdah muhasabiyyah itu
kadangkala bisa menjadi syakhshiyyah i`tibariyyah secara keseluruhannya. Ini khusus
terhadap informasi keuangan yang bertujuan umum. Hasil dari wahdah muhasabiyyah ini
menjadi laporan keuangan yang sempurna dan integral, yang mencerminkan hasil kegiatan
selama periodik waktu tertentu, dan posisi keuangan pada akhir periodik waktu itu.
Laporan keuangan ini tergambar di dalam perhitungan laba rugi yang menggambarkan
hasil kegiatan selama periodik waktu tertentu yang biasanya satu tahun keuangan.
Demikian juga, tergambar di dalam neraca umum, atau sebagaimana juga dinamakan
dengan Qa’imatul Markazil Mali (daftar posisi keuangan) yang akan mencerminkan
kondisi keuangan wahdah muhasabiyyah pada saat tertentu, yaitu pada akhir periodik yang
dicerminkan dalam perhitungan laba rugi.
Wahdah muhasabiyyah ini kadangkala juga bisa menjadi bagian tertentu atau bagianbagian
tertentu dari syakhshiyyah i`tibariyyah, dan ini khusus terhadap informasi
keuangan yang bertujuan khusus. Jadi informasi keuangan yang khusus bagi wahdah
muhasabiyyah yang parsial ini tidak bersifat sempurna dan integral, karena hanya
mengungkapkan sebagian atau beberapa bagian saja dari syakhshiyyah i`tibariyyah yang
sempurna dan integralitu. Pada keadaan yang seperti ini, kadangkala wahdah
muhasabiyyah itu merupakan manajemen produksi atau manajemen penjualan, atau
manajemen pergudangan.
Bahkan, wahdah muhasabiyyah ini kadangkala sedikit demi sedikit menjadi sempit.
Misalnya, yang tadinya adalah manajemen produksi secara keseluruhannya, lalu mulai
dibatasi menjadi manajemen bagi produksi tertentu saja dari hasil-hasil produksi
keseluruhannya. Informasi keuangan yang seperti ini memang membutuhkan biaya yang
tidak sedikit, namun mempunyai signifikansi yang besar untuk pengambilan keputusan
manajemen. Biaya ini dibenarkan oleh kebutuhan manajemen dalam membuat kebijakan
yang didasarkan pada informasi keuangan yang rinci dan detail tersebut.
Seringkali, laporan yang rinci ini selalu bersifat internal dan rahasia, dan tidak
diperkenankan bagi pihak lain yang berada di luar syakhshiyyah i`tibariyyah tersebut
untuk mendapatkannya. Akan tetapi, kerahasiaan ini kadangkala luntur sedikit demi
sedikit apabila informasi keuangan ini diminta oleh pihak pemerintah atau pribadi-pribadi
tertentu, apakah mereka itu dari kalangan biasa, ataukah orang-orang yang memang
berpengaruh, yang mempunyai signifikansi khusus dan pengaruh yang besar terhadap
syakhshiyyah i`tibariyyah.
Di samping kedua jenis wahdah muhasabiyyah yang telah lalu, masih ada lagi jenis yang
ketiga, yang mempunyai sifat khusus dan umum secara bersamaan. Juga mempunyai sifat
kesempurnaan, tetapi tidak objektif. Wahdah muhasabiyyah inilah yang digambarkan
dengan masuknya sejumlah syakhshiyyah i`tibariyyah dalam ruang lingkupnya. Sebagai
contoh, ada lima buah syirkah atau perusahaan yang bergerak dalam bidang-bidang yang
berbeda-beda, atau bidang-bidang yang integral, yang keseluruhannya didanai oleh satu
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
110
syirkah atau perusahaan, atau bagian yang tidak bisa diremehkan dari modal perusahaanperusahaan
individu ini berasal dari satu perusahaan. Pada keadaan yang seperti ini, dan
pada keadaan-keadaan yang serupa dengannya, maka perusahaan yang memegang atau
menguasai modal perusahaan-perusahaan tersebutlah yang akan menyiapkan qowa’im
maliyyah (daftar keuangan/neraca umum) yang terpadu bagi seluruh perusahaan-perusahan
itu, termasuk di dalamnya perusahaan pemegang modal tersebut, atau yang kadangkala
dinamakan sebagai perusahaan induk.
Wahdah muhasabiyyah itu, dalam rangka menutupi kebutuhan perusahaan induk tersebut
terhadap keuangan yang bersifat khusus, mengungkapkan hak-hak dan kewajibannya
kepada perusahaan tersebut. Apabila diperhatikan dari segi bentuk lahirnya, makawahdah
muhasabiyyah ini lebih sempurna dan integral daripada wahdah muhasabiyyah yang
khusus bagi satu syakhshiyyah i`tibariyah. Pada hakikatnya, permasalahannya tidaklah
demikian. Sebab, laporan keuangan wahdah muhasabiyyah ini, yang mencerminkan
seluruh syakhshiyyah i`tibariyyah yang ada di dalam ruang lingkupnya, hanyalah laporan
kumpulan yang bersandar pada laporan pribadi tiap syakhshiyah i`tibariyyah. Laporan
keuangan wahdah muhasabiyyah seperti ini, mencakup beberapa syakhshiyyah
i`tibariyyah, memberi manfaat di dalam pembuatan kebijakan umum dan dapat
mengeluarkan perkiraan keuangan umum.
F. Karakteristik Akuntansi Syariah
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa konsep akuntansi syariah
telah diimplementasikan lebih dulu oleh para pendahulu (dari negara Islam), bahwa
akuntansi yang ada sekarang hanya berasal dari nukilan (transcriber) sejarah yang
bersumber dari Al Qur’an dan Sunah Rasulullah SAW. Dengan demikian Akuntansi
Syariah yang menjelaskan tentang konsep pencatatan, perhitungan, pengukuran,
pengklasifikasian, penilaian, dan pelaporan terhadap kegiatan entitas ekonomi secara
periodik dan upaya untuk menandingkan antara biaya (upaya) dan hasil (prestasi), dengan
menggunakan prinsip bagi hasil berdasarkan prinsip syariah melalui kegiatan jual beli (Al
Muhasabah), ternyata telah menjadi kebutuhan sejak zaman dulu dan hingga sekarang.
Akuntansi yang diterapkan sekarang merupakan hasil rekayasa para orientalis setelah
menggali dan mengembangkan dari praktik yang sudah ada (terutama dari dunia Islam).
Selain itu, al muhasabah ini juga meliputi kegiatan-kegiatan jasa. Praktik tersebut
hendaknya didasarkan atas dalil atau nilai-nilai (nash) terkandung dalam Al Qur’anul
Karim (khususnya al.: Surah Al-Baqarah: 282: 2) dan hadits Rasulullah SAW. Hal ini
merupakan praktik Al Muhasabah, sebagai dasar untuk mengambil keputusan ekonomi
berdasarkan prinsip-prinsip dan tuntunan syariah dalam upaya mencapai laba yang diridhai
oleh Allah SWT. Dalam praktik bisnis konsep akuntansi syariah sekarang telah
diimplementasikan dalam kegiatan ekonomi (bisnis) seperti; Lembaga Keuangan Syariah
(LKS); Perbankan (Bank Syariah, BPRS), Asuransi (Ta’min, Takaful atau Tadhamun),
Koperasi (kopyah/BMT), Jasa (Hotel Syariah, Bengkel Syariah, Rahn, Obligasi Syariah,
Letter of Credit Syariah, SIMA, Al Sharf) dan kegiatan lainnya, meskipun PSAK yang
mengatur secara khusus baru PSAK No. 59/2003 dan diperberharaui dengan PSAK
59/2007 tentang Perbankan Syariah, Fatwa MUI (Dewan Syariah Nasional) dan Pedoman
Akuntansi Perbankan Syariah (PAPSI/2003) saja. Namun kita berkeyakinan bahwa konsep
dan praktik bisnis berbasis syariah ini pada masa mendatang akan mengalami
perkembangan yang cukup pesat dan menjadi sistem ekonomi pilihan yang tepat sebagai
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
111
alternatif dan dapat diandalkan.
1) Tujuan Akuntansi Syariah
Dalam Al Qur’an dan Sunnah Rasulllah SAW menempatkan keadilan sebagai tujuan
utama dalam syariah Islam. Al Qur’an Surah 57 ayat 25, menciptakan keadilan merupakan
tujuan utama mengapa Allah SWT mengirimkan Rasul-Nya ke muka bumi sebagai
khalifatullah. Di mana posisi keadilan hampir menduduki posisi yang sama dengan kadar
taqwa (Al Qur’an, 5:8). Dalam sejarah Islam bahwa unsur keadilan merupakan faktor
utama yang tidak dapat dipishakan dalam muhasabah dan muamallah. Abu Yusuf dalam
salah satu riwayat meletakkan penekanan yang kuat mengenai keadilan dalam suratnya
kepada Khlalifah Harun al-Rasyid; dengan menyatakan, “Berikanlah keadilan bagi mereka
yang teraniaya dan hapuskanlah ketidakadilan, tingkatkanlah penerimaan pajak,
selaraskan pembangunan dalam negara dan terimalah rahmat Allah sebagai ganjarannya
di hari akhir nanti.”
Dalam konteks yang luas, Islam memamdang hubungan atau interaksi antar makhluk
hidup, baik manusia, hewan ataupun keluarga tidak terlepas dari hubungan sosial ekonomi
ataupun politik. Hal ini merupakan perwujudan dari konsep hubungan sesama manusia.
Dalam bidang ekonomi bahwa keadilan merupakan tuntutan terhadap pengelolaan sumber
daya baik alam maupun manusia dengan cara yang baik dan berpegang pada prinsip
kemanusiaan. Karena dengan keadilan akan dapat dicapai tingkat pertumbuhan optimum,
pemerataan distribusi pendapatan dan kesejahteraan serta terwujudnya stabilitas ekonomi
yang mantap. Sehingga diperlukan strategi tertentu untuk mewujudkannya, salah satu
satunya adalah dengan memasukkan dimensi moral yang mengganntikan orientasi yang
bersifat materialitas dan hedonis dalam kapitalisme barat.
Oleh karena itu salah satu dimensi tersebut adalah perwujudan rasa kebersamaan dan
pengelolaan maal yang menuju pada keridlaan Allah SWT. Hal tersebut tercermin dalam
penetapan terhadap harta yang dimilikii maupun keuntungan bisnis yang hendaknya dapat
dikelola dan dihitung secara baik, agar dapat menentukan besarnya kewajiban yang harus
ditunaikan melalui zakat atau pun pajak kepada negara.
Sehingga berdasarkan uraian tersebut di atas maka pada dasarnya tujuan akuntansi syariah
adalah sebagai berikut:
· Dasar dalam perhitungan besarnya zakat.
· Dasar pembagian keuntungan, (berdasarkan revenue sharing dan atau profit and
loss sharing), dan distribusi kesejahteraan dan pengungkapan secara memadai.
· Agar usaha (bisnis) berjalan secara islam sesuai dengan prinsip syariah.
2) Ciri-ciri Akuntansi Syariah
Dalam ekonomi yang berbasis syariah maka kegiatan bisnis merupakan bagian dari
muamallah yang berkaitan erat dengan aqidah dan akhlak. Al Qur’an (Ibrahim: 24-26),
yang artinya:
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah membuat perumpamaan kalimat yang baik
seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya menjulang ke langit. Pohon itu
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
112
memberikan buahnya pada setiap musim dengan seijin Tuhannya. Allah membuat
perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya selalu ingat. Dan perumpamaan
kalimat buruk seperti pohon yang buruk, yang telh dicabut dengan akar-akarnya dari
permukaan bumi, tidak dapat tegak sedikitpun.”
Sehingga dalam akuntansi syariah hanya dapat dipakai secara lebih sempurna bila
berjalannya ekonomi islam yang berbasis syariah. Hal ini dapat dilihat dari
karakteristiknya yang berbeda dengan individualisme dan kapitalisme, dan berbeda pula
dengan sosialisme-komunisme. Karena akuntansi syariah dibangunan berdasarkan konsep
ekonomi islam dengan menggunakan empat landasan filosofis pokok yaitu: 1) Tauhid
(ilahiyah), 2) Keadilan, 3) Kebebasan, dan 4) Pertanggungjawaban. Empat hal tersebut bila
dijabarkan secara lebih luas adalah:
Tauhid; berarti mengesakan Allah SWT. Tauhid dijadikan sebagai fondasi yang
kokoh bagi muslim, bahwa semua yang ada adalah ciptaan dan milik-Nya dan hanya Dia
yang mengatur segalanya. Oleh karena itu dalam praktik bisnis yang berbasis syariah
tujuan utama hendaknya mencapai keridlaan Allah semata menuju taqwallah. Sebagai
penunjang tercapainya taqwallah tersebut adalah melalui kegiatan ekonomi yang tidak
bertentangan dengan syariat-Nya. Sehingga prisnisp etika dan nilai-nilai islam adalah
sebuah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, dan sudah menjadi kebutuhan yang
mendesak agar manusia (khususnya kaum muslim) dapat ‘kembali ke jalan yang benar’
atau hijrah untuk mengelola sumber daya dalam upaya memenuhi kebvutuhan hidupnya
secara berkeadilan dan bertanggunjawab sesuai dengan tuntunan Ilaihiyah dan Sunah
Rasulullahi Shallallahu alaihiwasalam.
Keadilan; adalah kunci dan dasar dari kesejahteraan hidup masyarakat. Keadilan
merupakan srana yang tepat dan terdekat untuk mencapai taqwallah yang merupakan
cerminan dari ketinggian akhlak seseorang (Al Maidah: 8). Kemudian Surah Luqman: 13,
bahwa tauhid sebagai fondasi ajaran islam merupakan makna dari keadilan sebagaimana
kemusyrikan adalah suatu bentuk kedzaliman. Nilai keadilan dalam Al Qura’an dan hadits
nabibahkan bukan menjadi salah satu tujuan pokok syariah (An-Nahl: 90). Kedailan dalam
kegiatan ekonomi, oleh para ulama telah ditetapkan dalam kaidah fiqih, yang bertujuan
untuk membentu merealisasikan kesejahteraan dan kemaslahatan umat. Salah satu kaidah
yang dirumuskan adalah, bahwa pengorbanan atau kerugian probadi mungkin harus
dilakukan untuk mengamankan pengorbanan atau kerugian masyarakat dan manfaat yang
lebih kecil mungkin harus dikorbankan untuk merealisasikan manfaat yang lebih besar
(Ibnu Khaldun).
Kebebasan; bahwa manusia bebas melakukan seluruh aktivtas ekonomi sepanjang
tidak bertentangan dengan ketentuan dan hukum Allah. Karena itu inovasi dan
kreativitas merupakan suatu keharusan. Pilar terpenting dalam keyakinan seorang muslim
adalah kepercayaan bahwa manusia itu diciptakan oleh Allahu Rabbul ‘Alamin. Ia tidak
tunduk kepada siapapun kecuali semata-mata karena Allah (Ar Ra’ad: 36). Bahwa
kebebasan individu dibatasi oleh kebebasan individu lainnya. Oleh karena itu, masalah
hak individu dalam kaitannya dengan masyarakat, para sarjana muslim sepakat bahwa:
- Kepentingan masyarakat lebih luas dan harus didahulukan di atas kepentingan pribadi.
- Melepas kesulitan harus diprioritaskan dibanding memberi manfaat, meskipun
keduanya sama-sama merupakan tujuan dalam syariah.
- Kerugian lebih kecil dibolehkan untuk menciptakan keuntungan lebih besar sepanjang
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
113
sesuai dengan prinsip syariah.
Pertanggunjawaban; bahwa manusia sebagai pemegang amanah memikul
tanggungjawab atas segala keputusan dan perbuatannya, meskipun hanya sekecil
biji jarah. Karena itu dalam akuntansi syariah hal ini menjadi salah stau prinsip yang
harus dilaksanakan, tanpa memandang tingkatan dan derajat manusianya. Bahwa manusia
yang terpuji dan mulia di sisi Allah adalah manusia yang bertaqwa kepada-Nya. Nilai-nilai
taqwa tersebut hanya dapat dimiliki oleh manusia yang mempunyai nilai etika moral dan
memandang semua ini hanya bersifat sementara sebagai titipan atau amanah dari Allah
SWT. Sehingga dalam ekonomi islam antara ekonomi dan islam merupakan dua hal yang
menyatu dan tidak dapat dipisahkan, sebagaimana ibadah juga merupakan hal yang tidak
dapat dihindari dan harus dilakukan oleh manusia. Ibadah dapat diwujudkan dalam bentuk
ritual keagamaan maupun dalam kegiatan atau kehidupan sehari-hari (muamallah), asalkan
mengikuti tuntutan-Nya dan Sunah Rasulullah SAW. Selain itu akhlak merupakan daging
dan urat nadi kehidupan islam, karena risalah akhlaq sehingga Rasulullah SAW bersabda,
“Sesungguhnnya tiadalah aku diutus, melainkan hanya untuk menyempurnakan akhlak.”
Secara lebih tegas Yuwono, (1997, 35) dan Akram (1992); berpendapat bahwa ciri-ciri
akuntansi syariah dalam praktik bisnis (maumallah al muhasabah) adalah:
a) Menggunakan nilai etika sebagai dasar akuntansi
b) Memberikan arah dan stimulasi perilaku etis
c) Adil dalam implementasinya
d) Keseimbangan antara nilai eqoistik dan altruistik.
e) Peduli atau ramah lingkungan
f) Penentuan bagi hasil (sharing) yang tepat.
g) Pelaporan dan pertanggujawaban secara transparan, akuntabel, dan jujur.
3) Prinsip Akuntansi Syariah
Ada tiga prinsip a dalam akuntansi syariah (merupakan landasan utama) sebagai
berikut:
a. Prinsip Pertanggungjawaban (responsibility principles)
Berkaitan secara langsung dengan amanah, yaitu wujud pertanggungjawaban terhadap
dana yang dikelola (mudharib) untuk dilaporkan kepada pemilik dana (shahibul maal)
dan stakeholder lainya. Laporan ini diwujudkan dalam bentuk hubungan antar manusia
dengan manusia lainnya dan antar manusia dengan Sang Pencipta Al Khaliq
(hablumminallah) sebagai perwujudan khalifah di muka bumi. Secara lebih spesifik
dalam bidang muamallah (khususnya bisnis/pencatatan/akuntansi) hal ini dapat
diwujudkan dalam bentuk pencatatan, pengklasifikasian dan pembuatan laporan
keuangan sebagai wujud pertanggungjawaban kepada sesama manusia
(hablumminannas).
b. Prinsip Keadilan (equity principles)
Dasarnya adalah keadilan dalam bertransaksi; yang mengandung unsur etika sosial yang
melekat pada diri manusia sebagai manusia yang suci dan kaffah.
Pada dasarnya manusia mempunyai kapasitas dan kekuatan untuk berlaku adil, terutama
dalam bisnis untuk menuju bisnis yang berbasis syariah, sesuai dengan 3 landasan
berikut:
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
114
1. Landasan moral adalah integritas dan kejujuran (al amin)
2. Landasan fundamental adalah nilai-nilai etika dan syariah sedanngkan
3. Landasan operasional adalah muamallah (muhasabah)
c. Prinsip Kebenaran (truth principles)
Berkaitan erat dengan prinsip keadilan, terutama dalam hal pengakuan, pengukuran, dan
pelaporan, yang obyektif dan relevan. Tidak didasarkan pada hawa nafsu. Berorientasi
tidak mencari keuntungan (oriented profit) semata, tetapi mengakui, mengukur, dan
melaporkan sebagai wujud muamallah untuk mewujudkan taqwallah dalam setiap
langkah dan bidang kehidupan.
HISAB MUAMALLAH (AL MUHASABAH)
Dalam bidang akuntansi, adalah diwujudkan dalam proses menghitung (to compute),
mengukur (to measure), dan melaporkan (to report), sehingga memerlukan seorang atau
lebih juru tulis/sekretaris (muhtasib). Hal ini diwujudkan dalam kegiatan berupa hasaba;
yahsaba (mencatat, menghitung, mengukur, dan melaporkan melalui persaksian).
Sehingga akan didapatkan pelaporan (akuntansi) yang sesuai dengan nash-nash dalam Al
Qur’anul Karim. Oleh karena itu, ciri-ciri pelaporan akuntansi tersebut hendaknya memuat
informasi sebagai berikut:
Tabel 7
CIRI-CIRI PELAPORAN
MAKNA LAPORAN SURAH/AYAT AL QURAN
1 Dilaporkan secara benar QS: 10:5
2 Cepat dan tepat pelaporannya QS: 2:202; 24:39; 3:19; 38:16; 5:4; 13:41;
40:17; dan 14:51
3 Dibuat oleh ahlinya (akuntan) QS:13:21; 13:40; 23:117: dan 88:26
4 Terang, jelas, tegas, dan informatif QS: 17:21; 14:41; dan 84:48
5 Memuat informasi menyeluruh (full disclousure) QS: 6:52; dan 39:10
6 Informasi disampaikan secara vertikal dan horizontal QS: 2:212: 3:27; 3:37; 13:18; 13:40; 24:38;
38:39, dan 69:26
7 Terperinci dan teliti QS: 65:8
8 Tidak terjadi manipulasi QS: 69:20; dan 78:27
9 Dilakukan secara kontinyu (tidak lalai) QS: 21:1; dan 38:26
G. Akuntansi Syariah dalam Perspektif Ontologis
Dasar munculnya muamallah (Al Muhasabah) diterangkan dalam Al Qur’anul Karim;
khususnya dalam Surah Al Baqarah ayat 282; 2, yang artinya:
”Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamallah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan hendaklah seorang penulis diantara kamu menulisnya dengan
benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah
mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berutang itu
mengimlakkan apa yang ditulis itu, dan hendaklah ia bertaqwa kepada Tuhannya, dan
janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada utangnya. Jika yang berutang itu orang
yang lemah akal atau keadaannya atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan dengan
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
115
jujur dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang laki-laki diantara kamu. Jika
tak ada dua orang laki-laki maka bolehlah seorang laki-laki dan dua orang perempuan
dari saksi yang kamu ridhoi, supaya jika sseorang lupa maka seorang lagi
mengingatkannya. Yang demikian itu lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan
persaksian dan lebih dekat kepada tidak menimbulkan keraguan. (tulislah muamallahmu
itu) kecuali jika muamallahmu itu perdagangan tunai yang kamu jalankan diantara kamu,
maka tak ada dosa bagi kamu berjual beli, dan janganlah penulis dan saksi saling
menyulitkan. Jika kamu lakukan yang demikian itu, sesungguhnya hal itu adalah suatu
kefasikan pada dirimu. Dan bertaqwallah kepada Allah. Allah mengajarmu dan Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Berdasarkan uraian di atas maka muammallah di sini dapat diartikan sebagai kegiatan jual
beli (market), utang piutang (agency relationship), dan sewa menyewa (leasing). Secara
lebih luas dalam kerangka bisnis muamallah ini dalam upaya mencari ridha Allah (ar
ridhain), melalui kegiatan dalam bentuk hablumminannas (hubungan antar manusia secara
horizontal) sebagai wujud penerapan time is opportunity (waktu adalah kesempatan),
terutama dalam kesempatan kegiatan bisnis (usaha). Salah satu bentuk bisnis yang
berkembang cukup pesat sekarang adalah praktik perbankan syariah, BPRS, BMT
(koperasi syariah), dan jasa keuangan lainnya, seperti: asuransi dan jasa.
Secara khusus menurut Harahap (1992, 4) dan Meidawati (1998, 201), mengemukakan
bahwa pencatatan dalam konteks agama (Islam) adalah:
1. Sebagai dasar untuk menjadi bukti dilakukannya transaksi.
2. Menjaga agar tidak terjadi manipulasi (rekayasa) dalam transaksi maupun penyusunan
pertanggungjawaban (keuntungan/bagi hasil).
Sedangkan dalam konsep Islam bahwa pada hakekatnya akuntansi (pencatatan) telah ada
sejak manusia ini ada dan mempunyai andil cukup besar dalam perkembangannya,
terutama dalam hal yang berkaitan dengan:
1. Muamallah/Muhasabah (transaksi)
2. Sebagai dasar pencatatannya adalah bukti (evidence).
3. Evidence diklasifikasikan secara teratur dan sistematis (sekarang diatur dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 59/2007, tentang Perbankan Syariah
kemudian diatur lebih lanjut dalam PAPSI 2003/Pedoman Akuntansi Perbankan
Syariah dan DSN (Dewan Syariah Nasional) melalui fatwanya tahun 2000/2001).
4. Bahwa untuk mendapatkan obyektivitas dan keandalan data akuntansi, maka laporan
keuangan harus diperiksa atau diaudit oleh ahlinya, yaitu pihak independen (akuntan
publik), khususnya untuk perbankan harus ada rekomendasi dari Dewan Syariah
Nasional (DSN), serta pengawasan dari Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan Bank
Indonesia.
H. Zakat dalam Perspektif Akuntansi Syariah
Dalam Islam telah ditegaskan bahwa manusia sebagai makhluk sosisal yang diciptakan
oleh Allah SWT (Robbul ‘Alamin), adalah semata-mata untuk mengabdi pada-Nya. Oleh
karena itu, setiap insan (muslim) selain mempunyai kewajiban individu (fardhu ain) juga
mempunyai kewajiban bersama (fardhu kifayah). Zakat merupakan perwujudan kewajiban
untuk kepetingan bersama dalam rangka untuk pemenuhan kebutuhan semua orang yang
tidak mampu (sesuai ashnaf-nya) dalam memenuhi kepentingan diri keluarga, dan
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
116
masyarakatnya. Perwujudan kepentingan bersama ini secara umum, antara lain
mengunjungi saudaranya bila tertimpa musibah, bertakziah, dan penunaian ibadah zakat.
Dalam hal ini menunaikan zakat, telah tertuang dalam Al Qur’an Surah At Taubah ayat
103 yang merupakan perpaduan dan perwujudan dari kepentingan individu dengan
kepentingan bersama sesuai konsep Islam. Dan hal ini hanya dapat terlaksana bila telah
dilakukan pencatatan, perhitungan, dan pembagian terhadap aset (harta) yang dimiliki,
baik oleh individu maupun entitas ekonomi (perusahaan), sesuai dengan kesepakatan
(akad) yang telah dibuat dan hokum yang berlaku.
Hal ini sejalan dengan beberapa pengertian (simpulan) tentang zakat oleh para peneliti atau
penulis di bawah ini:
o Saud (1976): zakat secara linguistik mempunyai makna ganda, yaitu pertumbuhan
(growth) dan pembersihan (purification).
o Siregar (1999, 58) dan Chapra (2000, 270): zakat mempunyai makna literal, yaitu
penyucian (thaharah), pertumbuhan (nama’), keberkatan (barokah), dan pujian (madh).
o Dalam Al Qur’an:
(Surat At-Taubat, 103); dasar pengenaan zakat adalah kekayaan: “Sesungguhnya bumi
ini kepunyaan Allah dipusakai-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya dari hamba-
Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertaqwa” (QS; 7, 128).
QS; 2, 29-30 menyatakan: bahwa sesungguhnya Allah akan menjadikan manusia
sebagai khalifah di muka bumi agar berlaku amanah dan mampu mengelola sumber
daya alam secara benar dan adil sebab Manusia itu sebagai khalifatullah (god’s
vicengerent).
Zakat dan Pajak
Zakat merupakan ibadah penyucian harta yang bersifat wajib dalam Rukun Islam ke-4
setelah mengucap syahadat, mendirikan shalat, dan menunaikan ibadah puasa. Tidak ada
sangsi atau hukuman, hanya sangsi moral dan di akhirat kelak akan dimintai
pertanggungjawaban di hadapan Allah. Zakat tidak tunduk pada prinsip perpajakan, ciri
dan tujuannya berbeda. Sedangkan pajak adalah kewajiban individu atau badan untuk
menyetorkan uang ke kas negara berdasarkan peraturan perundangan, dan sifatnya
memaksa disertai sangsi administratif dan atau kurungan badan.
EMPAT AZAS PEMUNGUTAN ZAKAT
Dalam pemungutan zakat harus sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan dalam Al
Qur’an atau pun Sunah Rasulullah SAW, yakni telah sampai haul dan nisabnya. Besarnya
persentase pengenaan zakatnya disesuaikan dengan jenis harta yang dimiliki, (misalnya
harta perdagangan 2,5% dari nilainya, hasil pertanian tanpa pengairan 20% dari hasil
panen yang diperoleh, harta temuan/qarun adalah 20% dari nilai temuannya). Dalam
distribusinya, zakat ini telah ditentukan pula pihak yang berhak menerimanya (8 pihak),
dalam konteks bernegara atau bermasyarakat dibentuk amil zakat (BAZIS) yang telah
diakui dan disahkan oleh masyarakat atau negara. Oleh karena itu, dalam pemungutan
zakat berbeda dengan pemungutan terhadap pajak dan hendaknya memperhatikan empat
azas berikut; Adam Smith dalam (Rahman, 1966, 333, dan Mannan, 1997, 275):
Tabel 8
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
117
PERBEDAAN ASAS ZAKAT DAN PAJAK
ASAS ZAKAT PAJAK
1. KESAMAAN Kewajiban setiap warga
berdasarkan harta kekayaan yang
dimiliki, untuk orang yang berhak
menerimanya sesuai dengan
tuntunan syariah.
Kewajian setiap warga berdasarkan
pendapatannya dengan sistem
perpajakan, untuk pembiayaan dan
pembangunan negara
2. KEPASTIAN Ditetapkan secara pasti dan tidak
dapat diubah berdasarkan ketentuan
syariah.
Ditetapkan secara pasti berdasarkan
ketentuan yang berlaku (UU
perpajakan + aturan lainnya) namun
dapat diubah oleh negara.
3. KESELARASAN
dan KETEPATAN
Dipungut pada saat terbaik sesuai
situasi dan kondisi atau telah
memenuhi batas nisabnya.
Dipungut pada saat tertentu sesuai
dengan kondisi si wajib pajak.
4. EKONOMI Tidak memerlukan sistem
organisasi yang lengkap dan tidak
memerlukan biaya yang besar.
Memerlukan sistem organisasi yang
lengkap dengan menggunakan prinsip
Cost Benefit Rratio
Apakah Standar Akuntansi Zakat diperlukan? Menurut hemat penulis, seyogyagyanya
standar ini perlu dibuat dan diterbirtkan oleh lembagapembuat standar/standard setting
body (Misalnya IAI dengan MUI, dan pihak terkait lainnya). Agar terdapat kepastian
hukum dan mempunyai standar yang pasti maka selayaknya ketentuan atau standar khusus
mengenai zakat ini mulai dipikirkan dan diterbitkan untuk kepentingan umat, terutama
dalam konteks pengelolaan negara berkaitan dengan pengumpulan dana masyarakat
(public money) untuk pembangunan dan program pengentasan kemiskinan. Dibandingkan
pajak yang cenderung memaksa dan mungkin sumbernya non halal, maka pajak dipungut
atau dikeluarkan atas kesadaran individu bahwa dibalik harta yang kita miliki terdapat hak
orang lain yang harus dikeluarkan yakni dalam bentuk zakat. Sedangkan pajak yang
terindikasi adanya kezaliman dalam proses pengumpulan dan distribusinya cenderung
tidak merata dan tidak sesuai dengan konsep keadilan, kebenaran, dan
pertanggungjawaban sesuai dengan prinsip muamallah dalam akuntansi syariah, sehingga
sulit untuk dipertanggungjawabkan secara akuntabel dan transparan.
Oleh karena itu, kalau pajak sudah ada peraturan maupun ketentuan yang mengaturnya
maka seyogyanya zakat juga demikian (terutama aturan dari pemerintah dan organisasi
profesi) misalnya: kewajiban untuk melaporkan pungutan zakatnya dan standar akuntansi
Zakat. Menurut Harahap (1997, 285), bahwa dalam penyusunan standar zakat hendaknya
memperhatikan hal-hal berikut:
1. Dasar penilaian adalah nilai tukar sekarang (current exchange value), berdasarkan harga
pasar yang berlaku.
2. Aturan periodik satu tahun, kecuali untuk zakat pertanian disesuaikan dengan musim
panen (masa produksinya)
3. Independensi aturan, zakat dihitung berdasarkan kekayaan akhir tahun, setelah sampai
nisabnya.
4. Menggunakan standar realisasi.
5. Menggunakan net total dan memerlukan net income.
6. Dasar pengenaan adalah kekayaan aset (maal).
I. Perbedaan dan Persamaan Antara Zakat dan Pajak
Zakat adalah prose penyucian harta dan merupakan kewajiban setiap individu muslim
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
118
sebagai sarana untuk mencapai taqwallah sedangkan Pajak adalah Iuran wajib (pungutan)
setiap warga negara (badan) yang pemungutannya dapat dipaksakan dan disertai adanya
sangsi (denda) atau kurungan badan. Selanjutnya dalam konteks kewajiban pada negara
maka pajak merupakan iuran wajib yang dapat diapaksakan dan dapat dikenakan sanksi
denda atau kurungan apabila warga negara tidak menunaikan kewajibannya. Pajak diatur
dan ditetapkan dengan peraturan pemerintah dan undang-undang (ketentuan lainnya) yang
berfungsi sebagai pemasukan pada kas negara untuk membiayai pembangunan dan
pembiayaan negara lainnya. Sedangkan zakat adalah kewajiban individu yang bersifat
amaliah. Penunaian kewajiban diserahkan kepada kesadaran insan yang bersangkutan.
Oleh karena itu, tidak ada sanski denda atau kurungan tetapi semata-mata didasari atas
kesadaran karena Allah SWT. Zakat ini ditarik dan dikumpulkan oleh Amil untuk
disalurkan kepada pihak yang berhak menerimanya (dalam Al Qur’an, ada 8 pihak).
Secara lebih jelas unsure persamaan dan perbedaan antara Zakat dan Pajak sebagai berikut:
Tabel 9
PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ZAKAT DAN PAJAK
No.
PERBEDAAN
Persamaan Perbedaan Zakat Pajak
1 Adanya unsur
kewajiban
Pengentian/
definisi
Penyucian harta dan
merupakan kewajiban setiap
individu muslim sebagai sarana
untuk mencapai taqwallah
Iuran wajib (pungutan) setiap
warga negara (badan) yang
pemungutannya dapat
dipaksakan dan disertai
adanya sangsi (denda) atau
kuruangan badan.
2 Harus
disetorkan ke
pihak yang
berwenang
menerimanya
Sasaran
orang/lembaga
yang
menerimanya
Ditentukan ada delapan
(ashnaf) kelompok masyarakat
(amilin, muallaf, fakir dan
miskin, gharim, jihad fi
sabilillah, dll.
Badan/lembaga yang telah
ditunjuk dan atau dibentuk
menurut ketentuan/peraturan
atau perundangan negara.
3 Memperoleh
imbalan/pahal
a baik secara
langsung
ataupun tidak
Pengelolaan/
manajemen
Dikelola secara sederhana oleh
individu dan atau badan yang
dibentuk oleh masyarakat atau
negara (BAZIS)
Dikelola secara terstruktur
dan sistematis oleh lembaga
yang ditunjuk. (misalnya:
Departemen Keuangan,
Dirjen Anggaran Pajak,
KPP,)
4 Berfungsi
untuk
kepentingan
sosial
(kemasyarakat
an), ekonomi,
dan keuangan.
Sisi
fungsi/manfaat
/kegunaan
Semata-mata untuk
kesejehteraan umat sebagai
wujud pelaksaanaan rukun
Islam yang ke-4
Untuk membiayai negara,
baik untuk kepentingan
sosial, ekonomi, politik,
agama maupun pertahanan
keamanan.
5 Adanya masa
manfaat atau
masa
penggunaan
Orientasi atau
tujuan
Menunaikan kewajiban dan
mensucikan harta dari hak
orang lain
Salah sumber pemasukan
yang potensial untuk
berjalannya program
pemerintahan.
6 Dibayar
setahun sekali
atau setiap
kejadian
(event) obyek
Besarnya tarif
(nisab)
Ditentukan sesuai dengan jenis
zakatnya (dalam Al Qur’an dan
Sunah Rasul) dan telah
mencapai haulnya
Ditentukan berdasarkan
ketentuan undang-undang
dengan menggunakan tarif
progresif secara proporsional
sesuai dengan jumlah
pendapatan.
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
119
7 Berfungsi
sebagai sarana
pengumpulan
dana
masyarakat
Dari asas atau
prinsip yang
digunakan
Persamaan (equalitas) untuk
semua individu
Ada batasan tertentu (sesuai
PKP/ penghasilan kena
pajak)
8 Asas/Dasar
yang pasti
4 asas Kepastian, keselarasan,
ketepatan, dan ekonomi
Kepastian, keselarasan,
ketepatan, dan ekonomi
9 Berdasarkan
ketentuan
yang pasti
Ketentuan
(Nash/Aturan):
QS. At Taubah: 5, 11, 18, 58,
60, 103; QS. Al Baqarah: 43,
110, 177, 254, 277; QS. As
Saba: 39; QS. An Nissa: 77;
QS. Maryam: 31; QS. Al
Mu’minum: 4; QS. Annur: 37,
56; QS. An Naml: 5; QS.
Luqman: 4; QS. Al Ahzab: 33
QS. Al Bayinah: 5, dll.
UU No. 1 Tahun 1983
diubah menjadi UU No. 17
tahun 2002: Pasal 23 Ayat 2
(khususnya)
UUD 1945 Pasal 23 Ayat 2
Surat Edaran dari Menteri
Keuangan dan aturan
lainnya.
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
120
BAB XI
SISTEM TANPA BUNGA (INTEREST FREE SYSTEM)
A. PENDAHULUAN
Dalam Sistem Ekonomi Islam, dijelaskan mengenai konsep dana, bahwa dana hanya
akan tersedia karena ada biaya, dan biaya terdapat dalam bagi hasil. Tingkat keuntungan
menjadi kriteria untuk pengalokasian sumber daya sekaligus untuk membuat
keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Seluruh risiko bisnis diserahkan kepada
pengusaha dan memastikan keuntungan bagi dirinya terlepas berapapun laba yang akan
diperoleh. Sedangkan dalam ekonomi islam, didasarkan pada akad (kesepakatan) antar
kedua belah pihak secara adil dan transparan, serta saling ridha (ar ridhain).
Sesungguhnya, sistem bagi hasil yang islam tidak hanya membuahkan efisiensi yang lebih
besar dalam pengalokasian sumber daya, melainkan sekaligus mengurangi pemusatan
kesejahteraan dan kekuasaan serta mendorong keadilan sosial.
Oleh karena itu, bahwa Islam mendorong praktik bagi hasil dan mengharamkan riba
(bunga). Hal ini sejalan dengan fatwa yang dikeluarkan MUI pada tahun tanggal 16
Desember 2003, yang menyatakan bahwa bunga bank tersebut identik dengan riba
dan hukumnya adalah haram. Di sisi lain Syariah Islam menghendaki sharing risk and
profit secara bersama-sama, dengan mengakui modal serta peranannya dalam proses
produksi atau jasa. Dengan demikian diharapkan akan dapat memberikan beban risiko
secara merata dan adil sesuai dengan akad dan kesepakatan yang telah ditetapkan pada
saat awal transaksi. Antara kedua sistem tersebut mepunyai perbedaan yang mendasar
dimana sistem bunga (interest) didasarkan pada tingkat bunga yang berlaku an dipengaruhi
oleh kebijakan moneter dan kurs (mata uang asing) dalam sistem ekonomi pasar bebas
(free liberalism economic) sedangkan sistem bagi hasil (profit and loss sharing)
didasarkan pada prinsip ekononi syariah dimana besarnya bagi hasil ataupun rugi
didasarkan pada kesepakatan pada saat akad dan tidak terpengaruh oleh berapapun tingkat
suku bunga yang berlaku. Sehingga dalam praktik bisnisnya akan selalu berpegang pada
prinsip-prinsip syariah (prinsip-prinsip muamalat), yang selalu mengutamakan kebenaran,
keadilan dan pertanggungjawaban dalam mencapai ridha Allah menuju taqwallah.
B. PERBEDAAN RIBA, BUNGA, DAN SISTEM BAGI HASIL
1) Riba dan Bunga
Secara konseptual antara dua hal, yaitu antara riba dan bunga seringkali tidak jelas.
Namun secara bahasa sebenarnya cukup jelas, bahwa riba adalah bermakna ziyadah
(tambahan). Dari sisi linguistik, riba berarti juga tumbuh dan membesar. Namun secara
teknis dalam praktik bisnis riba ini berarti pengambilan tambahan dari harga pokok atau
modal secara bathil atau bertentangan dengan prinsip syariah. Antonio, (2001),
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
121
mengungkapkan bahwa terdapat benang merah yang jelas bahwa riba adalah pengambilan
tambahan baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam, secara bathil atau
bertentangan dengan prinsip muamallah dalam Islam.
Dalam Al Qur’an Surah An-Nissa: 29, Allah SWT. berfirman yang artinya; al. “ Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamu dengan jalan bathil…”
Dalam kaitannya dengan pengertian bathil tersebut, Ibnu Al-Arabia al Maliki, dalam
kitabnya Ahkam Al-Qur’an berpendapat: “Pengertian riba secara bahasa adalah tambahan,
namun yang dimaksud riba dalam ayat tersebut yaitu setiap penambahan yang diambil
tanpa adanya satu transaksi pengganti penyeimbang yang dibenarkan syariat.”
Transaksi pengganti atau penyeimbang adalah transaksi bisnis atau komersial yang
melegitimasi adanya penambahan tersebut secara tidak adil dan cenderung merugikan
pihak yang lemah. Seperti dalam transaksi jual beli, gadai, sewa, atau bagi hasil proyek.
Dalam transaksi sewa, si penyewa membayar upah sewa karena adanya manfaat sewa yang
dinikmati termasuk menurunnya nilai ekonomis suatu barang karena pengunaan si
penyewa (lesse). Dalam transaksi jual beli pembeli membayar di atas harga atau imbalan
barang yang diterimanya. Demikian pula dalam proyek bagi hasil, para pihak berhak
mendapatkan keuntungan karena penyertaan modal dan turut menanggung risiko bisnis
yang mungkin terjadi setiap saat. Demikan pula dana, tidak akan berkembang dengan
sendirinya hanya karena faktor orang yang menjalankan dan mengusahakannya. Bahkan
ketika orang tersebut mengusahakan, hasil untung dapat pula tidak diperoleh, hal ini
tergantung kehendak Allah SWT. Pengertian senada juga disampaikan oleh mayoritas
ulama sepanjang sejarah Islam dari berbagai Mazhab Fiqhiyyah. Badr ad-Dii al-Ayni
pengarang Kitab Umdatu Qari Syarah Shahih Bukhari mengatakan, “ Prinsip utama
dalam riba adalah penambahan. Menurut syariah, riba berarti penambahan atas harga
pokok tanpa adanya transaksi bisnis riil.” Imam Sarakhsi dari Mazhab Hanafi berpendapat
bahwa, “Riba adalah tambahan yang diisyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya
iwadh atau padanan yang dibenarkan oleh syariah atas penambahan tersebut.”
Secara garis besar riba sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, terbagi dalam dua
kelompok besar yaitu: Riba Utang-Piutang (Riba Duyun) dan Riba Jual-Beli (Riba
Buyu’). Riba utang piutang terbagi dua yaitu Riba Qardh dan Riba Jahiliyah, sedangkan
Riba jual beli terbagi dalam dua bagian pula, yaitu Riba Fadhl dan Riba Nasi’ah.
2) Bunga dan Sistem Bagi Hasil
Bunga tersebut sebenarnya telah sejak lama dinyatakan tidak obyektif dan ada unsur
eksploitasi golongan kaya terhadap golongan miskin. Plato (427-347 SM), Bunga
menyebabkan perpecahan dan perasaan tidak puas dalam masyarakat. Bunga merupakan
alat golongan kaya untuk mengeksploitasi golongan miskin. Hal ini menunjukan bahwa
bunga tersebut hanya mendasarkan pada prinsip keuntungan semata yang cenderung
mengabaikan keadilan. Selain itu Aristoteles (384-322 SM), bahwa fungsi uang adalah
sebagai alat tukar (medium of exchange) bukan merupakan alat untuk menghasilkan
tambahan kekayaan melalui bunga.
Bahkan Bangsa Yahudi (Israel), telah pula menyatakan dalam beberapa Kitab Suci mereka
sebagai berikut:
· Kitab Eksodus (Keluaran) 22; 25, Jika engkau meminjamkan uang kepada salah
seorang umatku, orang yang miskin diantaramu, maka janganlah engkau berlaku
sebagai penagih utang terhadap dia, dan janganlah engkau bebankan bunga
terhadapnya.
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
122
· Kitab Deuteronomy (Ulangan) 23; 19, Janganlah engkau membungkan uang
kepada saudaramu, baik uang maupun bahan makanan, atau apapun yang dapat
dibungakan.
· Kitab Levicitus (Imamat) 35; 7, bahwa janganlah kamu mengambil bunga uang
atau riba darinya, melainkan engkau harus takut akan Allahmu, supaya Saudaramu
bisa hidup diantaramu. Janganlah engkau memberi uangmu kepadanya dengan
meminta bunga, juga makananmu janganlah kau berikan dengan meminta riba.
Umat Kristiani pada dasarnya dalam memandang bunga terbagi 3 bagian, yaitu:
Pandangan Pendeta Awal (Abad I-XII), bahwa larangan mengambil nuga merujuk
kepada Old Testament yang juga diimani oleh umat Kristiani (St. Basil; 329-379 M., St.
Gregory dary Nyssa; 335-395 M., St. John Chrysostom; 344-407 M., St. Ambrose, dll;
1033-1109 M.). Sedangkan dalam bentuk undang-undang (Canon) misalnya dalam
Council of Elvira di Spanyol tahun 306 M., dan Council of Vienne tahun 1311. Sehingga
mereka berkesimpulan bahwa:
1) Bunga adalah semua bentuk yang diminta sebagai imbalan yang melebihi jumlah
barang yang dipinjamkan diawal.
2) Mengambil bunga adalah suatu dosa yang dilarang baik dalam Kitab Perjanjian Lama
maupun Perjanjian Baru.
3) Keinginan atau niat untuk mendapat imbalan melebihi apa yang dipinjamkan adalah
suatu dosa.
4) Bunga harus dikembalikan kepada pemiliknya.
5) Harga barang yang tinggi untuk penjualan secara kredit juga merupakan bunga yang
terselubung.
Pandangan Para Sarjana Kristen (Abad XII-XV) antara lain; Robert of Courcon
(1152-1218 M.), William Auxxerre (1160-1220 M.), St. Raymond of Pennafore (1180-
1278 M.), St. Bonaventure (1221-1274 M.) dan St. Thomas Aquinas (1225-1274 M.),
mereka menyatakan bahwa:
1) Bunga dibedakan menjadi interest dan usury.
2) Niat atau perbuatan untuk mendapatkan keuntungan dengan memberikan pinjaman
adalah suatu dosa yang bertentangan dengan konsep keadilan.
3) Mengambil bunga dari pinjaman diperbolehkan, namun haram atau tidaknya
tergantung niat si pemberi utang.
Pandangan Para Reformis Kristen (Abad XVI-Abad XIX) antara lain; John Calvin
(1509-1564 M.), Charles du Moulin (1500-1566 M.), Claude Saummaise (1588-1653 M.),
Martin Luther (1483-1546 M.), Melancthon (1497-1560 M.) dan Zwingli (1484-1531 M.)
mereka berpendapat bahwa:
1) Dosa apabila bunga memberatkan peminjam.
2) Uang dapat membiak (kontra dengan pendapat Aristoteles)
3) Tidak menjadikan bunga sebagai sebagai dasar profesi
4) Jangan mengambil bunga dari orang miskin.
Berdasarkan hal tersebut di atas secara jelas bahwa sebagian besar ketentuan, dan pendapat
mereka tidak membolehkan praktik bunga yang berlebih-lebihan apalagi dengan orang
miskin di dalam masyarakat. Hal ini sejalan juga dengan ayat di bawah ini diambil dari
Kitab Injil; Lukas 6: 34-35, sebagai berikut:
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
123
“Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan
menerima sesuatu daripadanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun meminjamkan
kepada orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak. Tetapi kasihilah
musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak
mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan hakmu akan menjadi anak-anak
Tuhan Yang Maha Tinggi, sebab ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima
kasih dan terhadap orang-orang jahat”.
Bagaimana dengan pandangan Agama Islam? Dalam Islam sangat jelas hukum dan
ketentuannya berkaitang dengan bunga (riba) tersebut, antara lain sebagai berikut:
1) Pandangan Dunia Islam:
- Dewan Studi Islam Al Azhar, Cairo (Mesir), berpandangan bahwa Bunga dalam
segala bentuk pinjaman adalah riba yang diharamkan (Konferensi DSI Al Azhar,
Muharrom 1385 H/Mei 1965 M).
- Rabithah Alam Islamy, Bunga bank yang berlaku dalam perbankan konvensional
adalah riba yang diharamkan, (Keputusan No. 6 Sidang ke-9, Mekkah 12-19 Rajab
1406 H).
- Majma’ Fiqih Islamy, (OKI), Seluruh tambahan dan bunga atas pinjaman yang jatuh
tempo dan nasabah tidak mampu membayarnya, demikian pula tambahan (atau bunga)
atas pinjaman dari permulaan perjanjian adalah dua gambaran dari riba yang
diharamkan secara syariah, (Kep. No. 10 MMFI, Konferensi OKI ke-2, tanggal 22-28
Desember 1985, di Cairo Mesir).
2) Pandangan Ulama Indonesia:
- Nahdhatul Ulama, sebagian ulama mengatakan bunga sama dengan riba, sebagian lain
mengatakan tidak sama dan sebagian lain mengatakan hukumnya syubhat. Tetapi
dalam salah satu keputusannya, NU memberikan rekomendasi; agar PB NU
mendirikan bank Islam NU dengan sistem tanpa bunga (Bahtsul Masail), (Munas
Bandar Lampung, 1992).
- Muhammadiyah, bunga yang diberikan oleh bank-bank milik negara kepada
nasabahnya atau sebaliknya yang selama ini berlaku, termasuk perkara
“mustasyabihat”. Kemudian menyarankan kepada PP Muhamadiyah untuk
mengusahakan terwujudnya konsepsi sistem perekonomian khususnya lembaga
perbankan yang sesuai dengan qaidah Islam, (Lajnah Tarjih, Sidoarjo, 1968).
- Majelis Ulama Indonesia, berpendapat 1) Bunga bank sama dengan riba, 2) Bunga
bank tidak sama dengan riba, dan 3) Bunga bank humumnya sama dengan Syubhat,
tetapi MUI harus berupaya untuk mendirikan bank syariah sebagai alternatif.
- Di sisi lain menurut hukum fiqih, bahwa para ulama bersepakat bahwa hukum riba
adalah haram, namun persoalannya adalah apakah bunga bank sama dengan riba?
Karen Riba itu sebenarnya terbagi dalam empat bagian, yaitu: Riba Qard, Riba
Jahiliyah, Riba Fardl, dan Riba Nasiah. Jadi bila dilihat dari ketentuan fiqih-nya
bahwa bunga bank tersebut termasuk dalam kategori Riba Nasiah (Karena pertukaran
yang sejenis dan jumlahnya dilebihkan karena melibatkan jangka waktu).
3) Dalam Alqur’an dan Hadits Rasulullah:
Ketentuan tentang riba termaktub dalam Al Qur’an antara lain: dalam Surah Ali
Imran; 130, yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan
riba dengan berlipat ganda dan bertaqwallah kamu kepada Allah supaya kamu
mendapat keuntungan.” Dalam surah lain (Al Baqarah; 278-279), artinya: “Hai
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
124
orang-orang yang beriman, bertaqwallah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak
mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan RasulNya
akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu
pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.”
Dalam riwayat lain Rasulullah SAW. bersabda dalam beberapa hadits beliau tentang
riba antara lain: yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa SAW bersabda, “Riba itu
memiliki tujuh puluh tingkatan, adapun tingkat yang paling rendah (dosanya) sama
dengan seseorang yang melakukan zina dengan ibunya sendiri.” Selanjutnya ayat lain
dalam Al Qur’an dan Hadits Rasululaah SAW berkaitan dengan riba ini akan diuraikan
lebih jauh pada sub bab tersendiri.
Berdasarkan beberapa pandangan dan dalil naqli maupun aqli yang diuraikan di atas maka
seyogyanya pengambilan bunga perlu dipertimbangkan lebih jauh terutama dalam praktik
perbankan konvensional. Hal ini agar tercipta rasa keadilan dan eksploitasi golongan kaya
terhadap miskin tidak terjadi, seperti kondisi sekarang. Dalam ekonomi yang berprinsip
berdasarkan syariah, maka bunga harus dihindarkan dan diganti dengan sistem bagi hasil.
Mengapa demikian? Oleh karena hanya terdapat alasan-alasan lemah untuk membolehkan
bunga bank (pembenaran bunga) dan pada dasarnya dapat ditolak; seperti anggapananggapan
berikut bahwa:
· Bunga untuk konsumtif dilarang, tapi untuk kegiatan produktif dibolehkan.
· Oppurtunity cost yang hilang disebabkan penggunaan uang oleh pihak lain (time valeu
of money).
· Boleh mengambil buga karena alasan darurat.
· Pada tingkat wajar, tidak masalah bunga dibebankan (adh’afan mudha’afah/usury).
· Uang sebagai komodoti dapat disewakan, karena itu ada harganya (hasil sewa uang)
adalah bunga.
· Uang dapat dianggap sebagai komoditas bunga sebagai upah menunggu (abstinence
concept).
· Nilai uang sekarang (net present value) lebih besar daripada nilai uang pada masa
depan (future value) karena adanya penurunan nilai uang akibat inflasi dan bunga
sebagai penyeimbang laju inflasi.
· Di zaman Rasulullah SAW belum/tidak ada bank, dan bank bukan syakhsiyyah
mukallafah.
Oleh karena alasan-alasan lemah tersebut maka pembolehan bunga dalam praktik bisnis
(perbankan) dapat ditolak atau dibantah. Sebab kalau kita mempelajari lebih jauh lagi
ketentuan atau ayat-ayat tentang riba maka akan semakin nyata dampak (kerugian) bila
riba yang identik dengan bunga tersebut dibolehkan. Apalagi bila dikaitkan dengan konsep
oppurtunity cost, siapakah yang dapat menjamin bahwa masa yang akan datang itu pasti
untung (dalam konsep Oppurtunity Cost). Kemudian apakah selama ini kondisi ekonomi
atau perbankan dalam keadaan darurat terus? Ataukah terjadinya penurunan nilai uang atau
inflasi yang tidak mutlak terjadinya, karena dapat pula akibat adanya deflasi. Bisa jadi
bunga merupakan penyebab utama terjadinya inflasi. Demikan pula pembolehan bunga
dapat berakibat merusak moral, sebab bagi si berpiutang (kreditur) dapat menimbulkan
sifat egois, zhalim, bakhil (lebih mencintai harta), sedangkan bagi si berutang melahirkan
benih kebencian, beban yang besar, serta rasa permusuhan. Sehingga jauh rasa persudaraan
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
125
dan prisnip saling tolong menolong, hubungan bisnis semata-mata didasarkan pada prinsip
ekonomi (oriented profit) yang dipakai para kaum orientalis, hal ini sangat tidak sesuai
dengan prisnip ekonomi islam yang mendasarkan pada prinsip saling tolong menolong
(ta’awun), dalam menjalankan amanah (titipan) dari Allah SWT. menuju taqwallah
sehingga selamat di dunia dan akhirat. Dengan demikian konsep atau prinsip Sistem Bagi
Hasil menjadi satu-satunya pilihan, terutama dalam pengelolan perekonomian berbasis
syariah, khususnya dalam praktik bisnis (al muhasabah wal muamallah).
Selanjutnya dalam menciptakan sistem bagi hasil tersebut, sebagaimana yang digunakan
dalam konsep akuntansi konvensional maka dalam akuntansi syariah pun, khususnya untuk
LKS dapat pula menggunakan 2 (dua) sistem pencatatan (akuntansi/keuangan) seperti
Cash Basis dan Accrual Basis. Cash Basis yakni prinsip akuntansi yang mengharuskan
pengakuan biaya dan pendapatan pada saat terjadinya, sedangkan Accrual Basis; yakni
prinsip akuntansi yang membolehkan pengakuan biaya dan pendapatan didistribusikan
pada beberapa periodik dan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, (Fatwa
MUI, Nomor: 14/DSN-MUI/IX/2000 tentang Sistem Distribusi Bagi Hasil Usaha dalam
Lembaga Keuangan Syariah). Selanjutnya kedua sistem itu dapat digunakan dalam LKS,
tetapi demi untuk kemaslahatn (al-ashlah) umat MUI menyarankan dalam pencatatan
sebaiknya digunakan sistem basis akrual; akan tetapi dalam distribusi hasil usaha (profit
sharing revenue) hendaknya ditentukan atas dasar penerimaan yang benar-benar terjadi
(cash basis). Demikian pula dalam akad atau pemufakatan bisnis harus ditentukan dan
disepakati sistem mana yang dipilih.
Secara lebih jelas perbedaan bunga dan bagi hasil dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 10
PERBEDAAN BUNGA DAN BAGI HASIL
BUNGA (INTEREST) BAGI HASIL (PROFIT AND LOSS
SHARING)
PENENTUAN BUNGA DIBUAT PADA WAKTU AKAD
DENGAN ASUMSI SELALU UNTUNG (OPPURTUNITY
COST)
PENENTUAN BESARNYA NISBAH BAGI HASIL DIBUAT
PADA SAAT AKAD DENGAN MEMPERHATIKAN
KEMUNGKINAN UNTUNG ATAU RUGI.
BESARNYA PERSENTASE BERDASARKAN PADA
JUMLAH UANG (MODAL) YANG DIPINJAMKAN
BESARNYA NISBAH BAGI HASIL DISESUAIKAN PADA
KEUNTUNGAN/KERUGIAN YANG MUNGKIN AKAN
DIPEROLEH BERTDASARKAN PERSENTASE TERTENTU
PEMBAYARAN BUNGA TETAP SEPERTI YANG
DIJANJIJKAN OLEH PIHAK NASABAH (BAIK
UNTUNG ATAU RUGI)
RISIKO UNTUNG ATAU RUGI AKAN DITANGGUNG
OLEH KEDUA BELAH PIHAK.
JUMLAH PEMBAYARAN BUNGA TETAP SEKALIPUN
NASABAH UNTUNG (BOOMING)
JUMLAH PEMBAGIAN ATAU PEMBAYARAN SECARA
PROPORSIONAL.
KEBERADAAN BUNGA DIRAGUKAN
KEHALALANNYA, OLEH SYARIAH TERMASUK
ISLAM
TIDAK ADA KEABSAHAN MENGENAI BAGI HASIL
NAMUN DAPAT DIIMPELEMTASIKAN DALAM PRAKTIK
BISNIS.
CENDERUNG EKSPLOITATIF DAN TIDAK ADIL DIDASARKAN AKAD DAN KESEPAKATAN KEDUA
BELAH PIHAK
TERJADI NEGATIVE SPREAD TIDAK ADA NEGATIVE SPREAD
Sumber: diadaptasi dari Triyuwono, 2001, 43
C. Konsep Kepemilikan dan Penilaian Aset
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
126
Ciri utama dalam konsep kepemilikan menurut syariah adalah legitimasi kepemilikan
tergantung pada unsur moralitas. Dalam kepemilikan aset (asset) umumnya didasarkan
pada konsep historis dan dicatat sebesar harga perolehannya sesuai dengan harga pada saat
pembelian atau perpindahan hak antara penjual dengan pembeli dengan mengutamakan
pada prinsip amanah-Nya. Oleh karena Allah SWT-lah semata-mata merupakan pemilik
mutlak terhadap aset atau harta yang kita miliki. Manusia hanya sebagai penerima titipan,
terhadap aset untuk dipergunakan sebagaimana mestinya sesuai dengan tuntunan syariah.
Sebab Allah SWT. akan meminta pertanggungjawaban terhadap pengelolaan dan
penggunaan aset tersebut, secara adil dan benar. Sekecil apapun aset yang dimiliki tidak
akan lepas dari pertanggungjawaban di hadapan pengadilan Allah SWT. yang Maha Adil
tersebut (kelak di hari akhir). Dalam Al Qur’an dan hadits Rasulullah dijelaskan sebagai
berikut:
o Surah Ali Imran; 189, artinya: “Kepunyaan Allah lah kerajaan langit dan bumi,
Allah Maha Perkasa atas segala sesuatu.”
o Surah Al Baqarah; 29, artinya: “Dia-lah Allah yang menjadikan segala yang ada
dibumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya
tujuh langit. Dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.”
o Dalam Hadits Rasulullah SAW: “Orang yang menguasai tanah yang tidak bertuan
tidak lagi berhak atas tanah itu jika setelah tiga tahun menguasainya ia tidak
menggarapnya dengan baik”.
Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan sumber daya yang tidak efisien dan tidak
produktif harus dihindarkan agar mampu menciptakan tingkat produktivitas, dan efisiensi
dalam upaya untuk menciptakan kemaslahatan dan kesejahteraan umat, berdasarkan
konsep dan prisnip syariah. Sehingga dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya
atau asset tersebut hendaknya selalu memperhatikan hal-hal (prinsip) berikut:
1. Kekayaan atau kepemilikan harus tetap tersebar (QS. Al Hasyr: 7) secara terus
menerus diantara semua lapisan masyarakat.
2. Pembayaran zakat harus sebanding dengan kekayaan yang dimilikinya.
3. Penggunaan yang berfaedah, penekanan penggunaan ‘dijalan Allah SWT’.
4. Pengunaan yang tidak merugikan, menghindari kepemilikan mutlak.
5. Kepemilikan yang sah. (QS, An-Nisa: 29)
6. Adanya keseimbangan pemanfaatan (QS, Al-isra: 29 dan An Nisa: 36-37).
7. Penggunaan yang sesuai hak, untuk kemaslahatan umat.
8. Pemanfaatan untuk kehidupan manusia dalam mencapai ridha Allah, mengedepankan
hukum waris bila yang bersangkutan telah meninggal dunia.
D. DASAR PENILAIAN HARTA (ASET)
Dalam penilaian harta (aset) adalah masa atau periodik satu tahun (telah sampai
haulnya), terutama untuk dasar penilaian dan pengenaan zakat dan pajak. Sebagai dasar
utama adalah ditekankan dengan mekanisme perhitungan zakat yaitu mencapai nisab dan
haul-nya. Dalam QS, Adz-Dzaariyaat: 19, artinya: “Dan pada harta-harta mereka untuk
orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak bahagian." Demikian pula dalam
hadits Rasulullah SAW, “Tidak ada zakat yang dikenakan terhadap harta benda yang
dimiliki kurang dari satu tahun.” Berdasarkan hal tersebut maka dasar penilaian harta
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
127
dalam praktik bisnis (muhasabah) berdasarkan syariah adalah telah sampai haulnya
(periodik satu tahun), dan setiap akhir periodik dilakukan penilaian berdasarkan prinsip
akuntansi untuk menentukan besarnya zakat maupun pajaknya.
Hameed (2000; 20): Value at current (market price) and then pay zakah (on it). Hal ini
menunujukkan bahwa current value akan lebih sesuai dibandingkan dengan historical cost
dalam pembayaran zakat, karena dalam konsep current value telah memperhitungkan atau
menyesuaikan dengan kondisi (inflasi maupun deflasi) ekonomi pada masa tersebut.
Jadi dasar penilaian utama yang digunakan dalam Islam adalah historical cost, namun
dengan tetap memperhatikan unsur current value dan hal berikut:
· Sistem ini didasarkan atas dasar transaksi perolehan aset.
· Menggunakan konsep kehati-hatian (prudent concept) atau konservatisme dan
pertanggungjawaban (responsibility) sebagai wujud pengelolaan terutama kepada
Allah SWT. dan pemilik modal (investor).
· Dalam realisasinya dikaitkan dengan konsep penandingan (matching principles).
· Menggunakan dasar periodically sebagai dasar penilaian dan alokasi aset secara wajar
dan obyektif (fair).
E. Laba Dalam Konteks Sistem Ekonomi Tanpa Bunga
Riba adalah salah satu hal yang dilarang dalam Islam. Larangan riba telah jelas dimuat
dalam Al Qu’ran dan Hadits Rasulullah SAW. sebagai berikut:
· (QS; 3; 130), “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba
dengan berlipat ganda dan bertaqwallah kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan.”
· (QS; 2; 275-279), “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang kemasukan syetan lantaran (tekanan) penyakit
jiwa. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat) sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari Tuhan-Nya, lalu terus berhenti dari mengambil riba, maka
baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan), dan urusan
terserah kepada Allah. Orang-orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang
itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan
menyuburkan sedekah dan Allah tidak menyukai setiap orang kekafiran, dan selalu
berbuat dosa. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal shaleh,
mendirikan sembayang, dan menunaikan zakat, mereka mendapatkan pahala pada sisi
Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran padanya dan tidak pula mereka bersedih hati. Hai
orang-orang yang beriman, bertaqwallah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman, maka jika kamu tidak
mengerjakannya (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-
Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka
bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.”
· (QS; 4; 161), “Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir diantara mereka itu
siksa yang pedih.”
· (QS; 30; 39), “Dan sesudah riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah
pada harta manusia, maka riba itu tidak akan menambah pada sisi Allah. Dan jika
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
128
apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mendapatkan
keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang
meliptakangandakan pahalanya.”
· QS. An Nissa: 160-161, “Maka disebabkan kezhaliman orang-orang yahudi, Kami
haramkan atas mereka yang (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya)
dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari
jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka
telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang-orang yang
kafir diantara mereka itu siksa yang pedih.”
· QS. Al Baqarah: 278-279, “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada
Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang
beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka
ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat
(dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan
tidak pula dianiaya.”
Selanjutnya dalam hadits Rasulullah SAW. dijelaskan antara lain sebagai berikut:
· Dari Usamah bin Zaid, Rasulullah SAW. bersabda: “Sesungguhnya riba itu bisa
terjadi pada jual beli secara utang (kredit). (HR. Bukhari, Muslim, dan Ahmad).
· Dari Abu Said Al Khudri, Rasulullah SAW. bersabda: “Jangan melebih-lebihkan satu
dengan yang lainnya, jangan menjual perak untuk perak kecuali keduanya setara,
dan jangan melebih-lebihkan satu dengan yang lainnya, dan jangan menjual sesuatu
yang tidak tampak.” (HR. Bukhari, Muslim, Tarmidzi, Masa’i dan Ahmad)
· Dari Ubada bin Sami, Rasulullah SAW bersabda: “Emas untu emas, perak untuk
perak gandum untuk gandum. Barang siapa membayar lebih atau menerima lebih dia
telah berbuat riba. Pemberi dan penerima sama saja (dalam dosa).”
· Jabir berkata bahwa Rasullah SAW. Mengutuk orang yang menerima riba, orangh
yang membayarnya dan orang yang mencatatnya, dan dua orang saksinya, kemudian
beliau bersabda, “Mereka semuanya sama.” (HR. Muslim).
· Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasullah SAW berkata, “Pada malam
perjalananku Mi’raj, aku melihat orang-orang yang perutnya seperti rumah,
didalamnya dipenuhi oleh ular-ular yang kelihatan dari luar. Aku bertanya kepada
Jibril, siapakah mereka itu. Jibril menjawab bahwa mereka adalah orang-orang yang
memakan riba.”
· Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa SAW bersabda, “Riba itu memiliki tujuh
puluh tingkatan, adapun tingkat yang paling rendah (dosanya) sama dengan
seseorang yang melakukan zina dengan ibunya sendiri.”
Di sisi lain Al Qur’an juga memberikan anjuran bagi pemberi pinjaman (kreditur) untuk
memberikan keringanan jika peminjam (debitur) mengalami kesulitan dalam membayar.
Hal ini ditegaskan dalam QS; Surat Al Baqarah ayat 280: “Jika orang berutang itu dalam
kesukaran, maka beri tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan sebagian
atau seluruh utang, itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahu.” (QS; 2; 280).
Sebagai mana diuraikan sebelumnya, riba dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu Riba
Utang Piutang (riba duyun) dan Riba Jual Beli (riba buyu’). Dalam Ilmu Fiqih bahwa riba
adalah identik dengan bunga, termasuk riba utang piutang ini, yang dikelompokkan
menjadi Riba Nasi’ah adalah riba karena pertukaran yang sejenis dan jumlahnya
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
129
dilebihkan karena adanya tenggang waktu/jangka waktu, sedangkan Riba Fadhl, yaitu bila
pertukaran barang yang sejenis, tapi jumlahnya tidak seimbang (mistlan bi mitslin) atau
suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berutang.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui fatwa yang dikeluarkan tanggal 16 Desember
2003, telah menyatakan bahwa bunga bank tersebut identik dengan riba dan riba itu
hukumnya haram. Sehingga dalam perekonomian khususnya di bidang perbankan dan
sektor riel lainnya untuk mewujudkan konsepsi sistem perekomian islam atau sesuai
dengan aqidah Islam tersebut, telah didirikan beberapa perbankan syariah dan beberapa
unit usaha syariah lainnya seperti, asuransi syariah, pembiayaan syariah, pegadaian
syraiah, reksadana syariah, dan koperasi syariah. Hal ini sesuai dengan rekomendasi
Munas NU di Bandar Lampung dan Bogor; agar PBNU mendirikan bank Islam dengan
sistem tanpa bunga (Batsul Masail, Munas Bandar Lampung, 1992).
F. Konsep Time Value of Money (TVM) dalam Islam
Konsep TVM (positive preference) menyebutkan bahwa nilai komoditas saat ini lebih
tinggi dibanding masa depan (Achsien, 2000, 43). Karena konsep ini merupakan pola
ekonomi yang normal, sistematis dan rasional. Diskonto dalam masalah ini berkaitan
dengan tingkat bunga. Padahal dalam Islam sistem bunga dilarang, terutama dalam
penilaian investasi, diskonto, dan sebagai cost of capital.
Selanjutnya dalam Islam uang dan kekayaan harus digunakan untuk kebiasaan
baik bukan untuk eksploitasi, dalam pemanfaatannya tidak boleh berlebih-lebihan dan
tidak boleh dibiarkan sia-sia menganggur. Sehingga capital budgeting yang didasarkan
pada diskonto untuk menilai proyek atau investasi bertentangan dan tidak dibenarkan
menurut syariat Islam. Selain itu sistem bunga (interest) sebagai salah satu faktor diskonto
yang dilarang merupakan bentuk praktik riba. Sehingga sebagai alternatif penggantinya
adalah menggunakn tingkat pengembalian (rank of return), bukan rate of return. Sebagai
contoh untuk saham (investasi) dengan memperhatikan EPS (earning per share), dengan
tetap memperhatikan konsep profit and loss sharing.
G. RELEVANSI KONSEP LABA BERBASIS HISTORIS DENGAN BUSINESS INCOME
Bahwa konsep business income lebih relevan dari pada konsep laba berbasis historis,
karena nilai historis yang dijadikan dasar penilaian dan pengukuran atas aset atau
transkasi yang akan dikenakan zakat tidak bisa mengakui transaksi pada nilai wajarnya,
yang ditunjukkan dengan nilai saat ini. Historical cost juga gagal mengatasi prinsip
realisasi, karena historical cost tidak bisa mengakui kenaikan nilai yang belum direalisasi
atas aset yang dimiliki perusahaan pada periodik tertentu.
Sedangkan konsep laba business income lebih relevan karena kesesuaiannnya dengan
mekanisme zakat yang mengakui dan meniali aset (harta) berdasarkan nilai sekarang
(current value) dan sistem tanpa bunga yang ada dalam Islam. Current value dalam praktik
akuntansi dapat digunakan sebagai dasar penilaian dan pengukuran dengan menggunakan
net realizable value (replacement cost). Current value ini didasarkan pada nilai masukan
dan nilai keluaran. Bila nilai masukan dinyatakan dalam satuan kini maka perhitungan laba
sama dengan historical cost, tetapi laba yang dihasilkan mencakup penahanan keuntungan
dan kerugian ini direalisasi atau tidak melalui penjualan atau pertukaran.
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
130
Lebih lanjut Hendriksen dan Van Breda (2000, 306) memberikan rumusan secara aljabar
tentang laba dengan dasar current cash equivalent sebagai berikut:
Laba = NSUM + NSUP*)
*) NSUM = Nilai satuan usaha dalam satuan harga masukan kini
NSUP = Nilai satuan usaha dalam satuan nilai pasar dari masing-masing aset
Namun perlu diingat bahwa untuk memperolah laba tersebut harus memperhatikan prinsip
ekonomi (berkorban seefisen mungkin untuk mencapa laba yang proporsional) sesuai
dengan prinsip syariah (prinsip muamalah) dalam Islam sebagai berikut:
1. Saling ridha (‘an taradhin)
2. Halal-Thayib (halalan thayiban)
3. Bebas riba dan eksploitasi (dzulm)
4. Bebas manipulasi (ghoror)
5. Saling menguntungkan (ta’awun)
6. Tidak membahayakan (mudharat)
7. Anti monopoli dan spekulasi (masyir)
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
131
BAB XII
PENILAIAN DAN PENGUKURAN
DALAM AKUNTANSI SYARIAH
A. Pendahuluan
Dalam pembahasan bagian ini, akan digunakan akun-akun laporan keuangan syariah yang
sesuai dengan tujuan zakat, terutama adalah aset. Sedangkan akun-akun tersebut meliputi
aset yang digunakan sebagai modal kerja, dimana aset tetap bukan merupakan subjek
zakat, sebagaimana yang dinyatakan oleh AAO-IFI (1998) dalam penjelasan atas
Statement of Financial Accounting No 9 tentang zakat.
Sedangkan S.A. Siddiqui (1962, 31) seperti yang dikutip oleh Rahman (1996, 264-65)
mengungkapkan jenis-jenis harta yang bebas zakat yaitu: rumah kediaman, pakaian yang
dikenakan, perkakas rumah, binatang tunggangan, senjata yang digunakan, makanan,
barang perhiasan emas dan perak, uang selain yang terbuat dari emas dan perak, yang
digunakan untuk berbelanja pribadi, buku-buku, alat-alat dan mesin yang digunakan untuk
proses produksi, dan binatang-binatang untuk mengolah pertanian. Dalam UU RI No. 38
tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, pada pasal 11 ayat (2) menyatakan bahwa: harta
yang dikenai zakat adalah:
a. Emas, perak dan uang;
b. Perdagangan dan perusahaan;
c. Hasil pertanian, hasil perkebunan, dan hasil perikanan;
d. Hasil pertambangan;
e. Hasil peternakan;
f. Hasil pendapatan dan jasa;
g. Rikaz (barang terpendam/temuan).
Aset tetap yang digunakan untuk proses produksi selanjutnya pada sebuah perusahaan
tidak menjadi bagian aset yang dikenakan pajak. Adapun kriteria harta (aset) yang
memenuhi kewajiban zakat adalah:
1) Kepemilikan atas aset tersebut tidak sedang dicadangkan (unencumbered
possession). Tidak ada kewajiban zakat bagi pemilik aset atas aset yang dicadangkan
atau dijaminkan.
2) Mengalami pertumbuhan atau dengan estimasi. Pertumbuhan dalam bentuk riil timbul
akibat adanya reproduksi atau dimaksudkan untuk diperdagangkan. Pertumbuhan
dengan estimasi timbul jika sebuah aset memiliki potensi untuk menghasilkan
keuntungan dan termasuk kas dan setara kas, juga termasuk emas dan perak
walaupun tidak diinvestasikan.
3) Mencapai Nisab. Nisab adalah batas minimum tidak dikenai kewajiban zakat. Hal ini
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
132
dimaksudkan untuk membebaskan kepemilikan harta dari ketentuan minimum
dikenakannya zakat.
4) Telah melewati haul (tahun). Kewajiban zakat atas aset harus sudah melewati tahun
kalender bulan (hijriyah), yang dimulai pada saat nisab ditentukan.
Adapun yang termasuk dalam aset yang dikenai kewajiban zakat (selain aset tetap)
adalah:
1. Kas dan setara kas, adalah:
Kas terdiri dari saldo kas (cash on hand) dan rekening giro, sedangkan setara kas
(cash equivalent) adalah investasi yang sifatnya sangat liquid, berjangka pendek dan
yang dengan cepat dapat dijadikan kas dalam jumlah tertentu tanpa menghadapi
risiko perubahan nilai yang signifikan.
2. Piutang
Piutang adalah klaim terhadap pihak lain atas penyerahan barang atau jasa dalam
rangka kegiatan usaha perusahaan. Piutang di sini adalah piutang netto setelah
dikurangi provisi untuk piutang ragu-ragu.
3. Aset yang diperoleh untuk diperdagangkan (misalnya persediaan, surat-surat
berharga, real estate dan lain-lain).
Aset yang diperoleh untuk untuk diperdagangkan harus diukur pada nilai ekuivalen
tunainya pada saat zakat sampai haul dan nisabnya.
4. Aset pembiayaan (misalnya Mudharabah, Musyarakah, Salam, dan Istisna’ dan
lain-lain)
Aset pembiayaan haruslah netto merupakan aset bersih (netto) dari semua provisi
untuk semua nilai atau non-collectibility-nya. Dana-dana yang digunakan untuk
mendapatkan aset tetap yang berhubungan dengan aset pembiayaan harus
dikurangkan.
B. KONSEP PENILAIAN DAN PENGUKURAN AKUN-AKUN (POS)
Penilaian dan pengukuran akun-akun laporan keuangan syariah berkaitan erat dengan
metoda pengukuran zakat. Adapun metoda pengukuran zakat ada dua metoda, yaitu:
metoda aset bersih (net assets) dan dana yang diinvestasikan bersih (net invested fund).
Dasar pengukuran zakat dengan metoda aset neto adalah aset yang bisa dikenakan zakat
dikurangi kewajiban yang jatuh tempo yang harus dibayar pada akhir tahun laporan
keuangan, dikurangi ekuitas rekening investasi tidak terbatas, saham minoritas, ekuitas
yang dimiliki oleh pemerintah dan dikurangi ekuitas yang dimiliki oleh dana hibah,
kemudian dikurangi ekuitas yang dimiliki badan sosial dan ekuitas yang termasuk pada
organisasi nirlaba tidak termasuk yang dimiliki individu.
Sedangkan dasar pengenaan zakat menggunakan metoda dana yang diinvestasikan netto
adalah modal disetor ditambah cadangan, ditambah provisi ditambah provisi yang tidak
dikurangkan yang jatuh tempo untuk dibayarkan selama tahun yang berakhir pada tanggal
laporan posisi keuangan, dikurangi aset tetap neto, dikurangi investasi yang tidak dibeli
untuk diperdagangkan, misalnya real estate untuk disewakan dan akumulasi kerugian.
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
133
Tabel 11
DASAR PENILAIAN AKUN – AKUN LAPORAN KEUANGAN SYARIAH
DASAR ZAKAT DENGAN METODA BERSIH (NET ASSETS METHODS)
Nama Akun Dasar Penilaian
Aset
Kas dan setara kas
Piutang
Pembiayaan Mudharabah
Pembiayaan musyarakah
Salam
Istisna’a
Aset perdagangan
Persediaan
Surat berharga
Real estate
Lain – lain
Kewajiban :
Kewajiban lancar
Kewajiban jangka panjang
Kewajiban lain
Ekuitas rekening investasi yang tidak terbatas
Ekuitas yang dimiliki oleh pemerintah, ekuitas yang
dimiliki oleh dana hibah, ekuitas yang dimiliki lembaga
sosial, ekuitas yang dimiliki oleh organisasi nirlaba
tidak termasuk yang dimiliki individu
Saham minoritas (minority interest)
Nilai setara kas (cash equivalent value)
Nilai setara kas (cash equivalent value)
Nilai setara kas (cash equivalent value)
Nilai setara kas (cash equivalent value)
Nilai setara kas (cash equivalent value)
Nilai setara kas (cash equivalent value)
Nilai setara kas (cash equivalent value)
Nilai setara kas (cash equivalent value)
Nilai setara kas (cash equivalent value)
Nilai setara kas (cash equivalent value)
Nilai buku (book value)
Nilai buku (book value)
Nilai buku (book value)
Nilai buku (book value)
Nilai buku (book value)
Nilai buku (book value)
Sumber : Aao – IFI (1998, 288)
Dasar Penilaian Atas akun-akun Laporan Keuangan Syariah sebagai dasar pengenaan
Zakat dengan metoda Net Invested Funds Method, sebagai berikut:
Tabel 12
METODA DANA YANG DIINVESTASIKAN BERSIH
(NET INVESTED FUNDS METHOD)
Nama akun Dasar Penilaian
Aset tidak untuk diperdagangkan:
Real estate untuk disewakan
Lain-lain
Aset tetapi (netto)
Cadangan yang tidak dicadangkan dari aset
Kewajiban yang belum jatuh tempo yang harus
dibayarkan pada periodik laporan keuangan yang akan
datang
Ekuitas pemilik:
Tambahan modal disetor
Cadangan
Laba ditahan
Laba bersih periodik berjalan
Nilai buku (book value)
Nilai buku (book value)
Nilai buku (book value)
Nilai buku (book value)
Nilai buku (book value)
Nilai buku (book value)
Nilai buku (book value)
Nilai buku (book value)
Nilai buku (book value)
Sumber: AAO–IFI (1998, 288)
Dalam metoda aset bersih perusahaan nampak bahwa aset atau aset yang dinilai adalah
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
134
aset lancar. Dimana sesuai pada pembahasan sebelumnya bahwa aset yang wajib dikenai
zakat adalah aset lancar yang akan diolah (diproses) untuk menghasilkan pendapatan.
Jadi jelaslah bahwa aset yang dikenai kewajiban zakat bagi perusahaan adalah aset dalam
kategori aset lancar (kas setara kas, piutang, barang perdagangan, dan aset pembiayaan),
yang dinilai berdasarkan prinsip–prinsip current value dengan menggunakan metoda cash
equivalent value.
C. KONSEP LABA AKUNTANSI SYARIAH
Pembahasan konsep laba akuntansi syariah akan dilakukan dengan tiga pendekatan dalam
teori akuntansi, yaitu pendekatan sintaksis, semantis, dan pragmatis. Laba secara sintaksis
yaitu melalui aturan-aturan yang mendefinisikannya; secara semantis yaitu melalui hubungan
pada realitas ekonomi yang mendasari; dan secara pragmatis merupakan penggunaan laba
oleh para pemakainya tanpa memperhatikan bagaimana hal itu diukur atau apakah itu artinya
(Hendriksen dan Van Breda 2000, 329).
1) LABA AKUNTANSI SYARIAH PADA TINGKATAN SINTAKSIS
Konsep laba dalam tingkatan memberikan aturan–aturan yang merupakan interpretasi
dunia nyata atau dampak perlakuan laba yang didasarkan pada prinsip dan premis yang
terjadi. Ketentuan dan aturan itu dibuat logis dan konsisten dengan mendasarkan pada
premis dan konsep yang telah dikembangkan dari praktik yang telah ada.
Akuntansi konvensional cenderung untuk menerima dan menggunakan konsep-konsep
tersebut sebagai suatu interpretasi dalam dunia nyata. Para pemakai konsep laba pada
tingkatan sintaksis harus memahami bahwa arti laba akuntansi hanya dapat dimengerti
dengan mengetahui bagaimana laba diukur yaitu bagaimana operasionalisme atas laba
yang bersangkutan, di mana pemakai harus memahami operasi yang digunakan akuntansi
untuk menghasilkan jumlah laba.
Pendekatan transaksi pada pengukuran laba adalah pendekatan lebih konvensional yang
digunakan oleh akuntansi saat ini. Dalam pendekatan ini melibatkan catatan penilaian
aset dan kewajiban hanya bila ini merupakan hasil dari transaksi. Istilah transaksi
digunakan dalam pengertian luas untuk mencakup baik transaksi internal maupun
eksternal. Transaksi eksternal berasal dari melakukan bisnis dengan pihak luar dan transfer
aset atau kewajiban ke atau dari perusahaan itu. Sedangkan transaksi internal berasal dari
penggunaan atau konversi aset di dalam perusahaan.
Sedangkan pendekatan aktivitas dalam pengukuran laba berbeda dengan pendekatan
transaksi, di mana pendekatan aktivitas lebih memuaskan pada deskripsi aktivitas sebuah
perusahaan dan bukan pada pelaporan transaksi. Laba diasumsikan timbul bila aktivitasaktivitas
atau kejadian-kejadian tertentu terjadi, tidak hanya sebagai hasil dari transaksi
spesifik. Perbedaan utama adalah bahwa pendekatan transaksi didasarkan pada proses
pelaporan yang mengukur suatu kejadian eksternal yaitu transaksi, sedangkan pendekatan
aktivitas didasarkan pada konsep aktivitas atau dunia nyata dalam pengertian yang lebih
luas.
Untuk lebih memahami konsep laba dalam akuntansi syariah dalam tingkatan sintaksis
maka juga harus dipahami dengan mengetahui bagaimana operasionalisme untuk
mengukur laba, yaitu bagaimana proses yang dilakukan untuk menghasilkan laba. Seperti
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
135
halnya konsep laba dalam akuntansi konvensional, konsep laba akuntansi syariah juga
mengenal dua pendekatan dalam pengukuran laba yaitu pendekatan transaksi dan
pendekatan aktivitas dalam proses pengukuran laba.
Kedua pendekatan digunakan dalam akuntansi syariah karena masing-masing sebenarnya
mempunyai posisi yang saling melengkapi dan berada dalam proses yang berurutan,
sehingga faktor waktu pencatatan (timing) dan penilaian (valuation) memegang peranan
penting. Dengan penggunaan kedua pendekatan dalam tingkatan sintaktis dalam konsep
akuntansi syariah, maka komponen laba dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa cara
misalnya berdasarkan produk, golongan pelanggan, supplier atau dikelompokkan menurut
segmen lain. Keuntungan yang diperoleh dengan mekanisme seperti itu adalah laba yang
berasal dari berbagai sumber seperti dari operasi dan penyebab eksternal dapat
dilaporkan secara terpisah, sehingga informasi yang dihasilkan akan sangat bermanfaat
bagi para pemakainya.
Kedua pendekatan dalam tingkatan sintaksis akuntansi syariah tersebut dapat diturunkan
dalam realitas dunia nyata dalam memenuhi salah satu rukun Islam yaitu pelaksanaan
kewajiban zakat. Zakat merupakan realitas amanah yang ditransformasikan pada skala
yang lebih kecil dalam internal sebuah organisasi.
2) LABA AKUNTANSI SYARIAH PADA TINGKATAN SEMANTIK.
Laba akuntansi pada tingkatan semantik memusatkan perhatian kepada hubungan–
hubungan antara fenomena (objek atau peristiwa) dengan simbol yang mewakili fenomena
tersebut (Hendriksen dan Van Breda 2000, 329). Untuk memberikan makna interpretatif
pada laba, akuntansi konvensional menggunakan konsep ekonomi sebagai titik tolak, yaitu
konsep perubahan kesejahteraan dan maksimalisasi laba.
Laba dalam akuntansi syariah dalam tingkatan semantik sangat berkaitan erat dengan
tujuan akuntansi syariah itu sendiri. Adnan (1999, 4) menyatakan bahwa tujuan akuntansi
syariah jika dilihat dari idealisme syariah dapat dibagi menjadi dua tingkatan yaitu
tingkatan ideal dan tingkatan praktis.
Secara umum dapat diketahui bahwa tujuan laba dalam akuntansi syariah adalah untuk
memenuhi salah satu rukun Islam yaitu kewajiban menunaikan zakat. Oleh karena itulah
laba dalam akuntansi syariah diperlukan untuk menilai jalannya operasional usaha,
apakah sudah dilakukan secara efisien atau belum, untuk melakukan pertanggungjawaban
baik pertanggungjawaban kepada pemilik (pemegang saham) maupun
pertanggungjawaban kepada sang maha pemilik Allah SWT.
Oleh karena itu, laba dalam akuntansi syariah juga harus bisa digunakan untuk menilai
efisiensi atas kegiatan investasi perusahaan. Efisiensi tersebut akan tercermin dalam
tingkat pengembalian atas investasi, yang dihitung dengan laba bersih dibagi jumlah
modal yang diinvestasikan.
3) LABA AKUNTANSI SYARIAH PADA TINGKATAN PRAGMATIS.
Konsep pragmatik dari laba berkaitan dengan proses keputusan yang dilakukan oleh
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
136
pihak-pihak yang menggunakan informasi laba tersebut atau peristiwa–peristiwa yang
dipengaruhi oleh informasi atas laba tersebut. Secara singkat laba pragmatik merupakan
pengkajian mengenai hubungan antara simbol (Tuanakotta 1984, 4). Simbol-simbol yang
berbeda akan merangsang tanggapan-tanggapan yang berbeda dari pemakai tertentu
sekalipun simbol-simbol itu mempunyai makna yang sama. Pemakai yang berbeda juga
mungkin menafsirkan simbol yang sama dalam pengertian yang berbeda-beda.
Konsep laba pragmatik dalam akuntansi syariah memusatkan perhatian pada relevansi
informasi yang dikomunikaskan kepada pembuat keputusan dan prilaku dari pribadi–
pribadi atau kelompok–kelompok pribadi sebagai akibat disajikannya informasi akuntansi.
Konsep laba pragmatik dalam akuntansi syariah harus mencerminkan nilai-nilai etika
Islam, di mana pihak-pihak pemakai laporan laba harus berperilaku secara Islam. Oleh
karena itu, konsep laba pada tingkatan ini dapat dibahas dengan pendekatan etis.
Pendekatan etis dalam teori akuntansi memberikan penekanan kepada konsep keadilan
kebenaran, dan kelayakan (Tuanakotta 1984, 15). Oleh karena itu, informasi atas laba
seharusnya memperhatikan hal-hal berikut:
1. Menggunakan prosedur–prosedur akuntansi yang dapat memberikan perlakuan yang
sama kepada semua pihak.
2. Laporan laba–rugi harus menyajikan pernyataan yang benar dan akurat.
3. Data akuntansi harus layak, tidak bias, dan tidak memihak pada kepentingan–
kepentingan tertentu.
Kelayakan, keadilan, dan tidak memihak, sebenarnya merupakan pandangan bahwa
laporan keuangan syariah tidak boleh terjangkit oleh pengaruh atau bias yang tidak
seharusnya terjadi. Konsep laba pragmatis dalam akuntansi syariah dapat dibagi dalam
beberapa tujuan yaitu: laba sebagai penentu besarnya kewajiban zakat, sebagai dasar
pengambilan keputusan dan kontraktual, dan laba sebagai alat peramal.
D. LABA SEBAGAI SARANA PENGHITUNGAN ZAKAT
Zakat merupakan hal yang sangat asasi dalam Islam, dimana zakat merupakan salah
satu rukun Islam, tidak hanya wajib bagi Rasulullah tetapi juga bagi seluruh umat, dan
diwajibkannya penunaian zakat itu ditegaskan oleh ayat-ayat Qur’an yang tegas dan jelas,
dan oleh sunnah Rasulullah yang disaksikan semua orang mutawatir, dan oleh konsensus
(ijma’) seluruh umat semenjak dulu sampai sekarang (Qardawi 1991, 86).
Laba yang diperoleh dengan menggunakan akuntansi syariah sebagai dasar penyusunan
laporan keuangannya, harus dapat dipakai sebagai dasar untuk memenuhi rukun Islam
tersebut. Sehingga tujuan akuntansi syariah salah satunya adalah sebagai dasar
penghitungan zakat (Hameed 2000, 17; Triyuwono 1997a, 14).
Zakat dimaksudkan sebagai upaya untuk mengaktualisasikan ke-Islam-an jati diri
manusia pada dimensi etis dan moralitasnya yang terkait dengan realitas sosial sebagai
khalifah Allah di muka bumi (Mas’ud, 1991, 35). Kaitannya dengan konsep laba
akuntansi syariah secara pragmatis adalah informasi laba harus dapat dijadikan dasar
penghitungan zakat. Zakat atas pendapatan harus terlebih dahulu dikurangkan biaya dan
ongkos-ongkos untuk memperoleh pedapatan tersebut, berdasarkan peng-qias-an
terhadap hasil bumi dan sejenisnya, bahwa biaya harus dikeluarkan terlebih dahulu baru
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
137
zakat dikeluarkan dari sisa (Qardawi 1991, 486).
Informasi laba secara pragmatis dalam akuntansi syariah harus bisa dijadikan dasar
penghitungan zakat. Sebab zakat merupakan sarana atau institusi yang akan membedakan
antara seorang mu’min dari seorang munafik yang dijelaskan oleh Allah dalam Al-Qur’an
(9, 67).
E. LABA SEBAGAI DASAR PENGAMBILAN KEPUTUSAN DAN KONTRAK
Keluaran (output) laporan keuangan berdasrkan prinsip syariah ditujukan untuk semua
pemakai laporan keuangan tanpa membedakan latar belakang para pemakainya. Informasi
laba biasanya digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Sama seperti investor
yang akan menggunakan informasi atas laba tersebut untuk memprediksikan tingkat
pengendalian atas modal yang akan ditanamkan, pihak manajemen juga berkepentingan
dengan rencana di masa depan. Keputusan-keputusan yang diambil tersebut berimplikasi
atau mempengaruhi kejadian masa mendatang.
Pengambilan keputusan atas dasar informasi laba juga menjadi dasar dari banyak
hubungan hukum dan kontraktual dalam masyarakat. Kekuatan dari pendekatan
kontraktual adalah bahwa hal itu tidak menuntut intepretasi semantik atas perubahan
akuntansi (Hendriksen dan Van Breda 2000, 345). Dalam sistem ekonomi Islam tidak
dikenal adanya sistem bunga, sistem ekonomi Islam dilaksanakan dengan sistem bagi
hasil (profit loss sharing). Oleh karena itu, kaitannya dengan konsep laba akuntansi
syariah adalah bahwa laba akuntansi syariah dapat dijadikan dasar dalam melaksanakan
transaksi secara Islam, misalnya laba atau estimasi dari laba (keuntungan) dijadikan dasar
dalam beberapa produk pembiayaan syariah.
F. LABA SEBAGAI ALAT PERAMAL
Laba sebagai alat peramal biasanya digunakan sebagai dasar keputusan investasi,
misalnya laba digunakan untuk memprediksi harga per lembar saham. Nilai sebuah
perusahaan dan nilai saham dalam perusaahaan itu tergantung pada aliran distribusi masa
depan yang diharapkan kepada pemegang saham. Berdasarkan pengharapan ini, pemegang
saham saat ini dapat memutuskan untuk menjual saham itu atau terus menahannya.
Informasi laba yang diprediksikan harus mempunyai signifikasi dunia nyata, atau konsep
laba akuntansi syariah yang diproyeksikan relevan dengan proses keputusan investor.
Sebagian besar investor menghendaki agar prediksi masa depan yang dilaporkan relevan
bagi evaluasi saham suatu perusahaan dalam keputusan jual beli. Oleh karena itu, prediksi
atas laba harus didasarkan pada penilaian dan pengukuran secara tepat.
Zaid dan Tibbits (1999, 16) lebih jauh menyatakan bahwa salah satu prinsip sebagai dasar
pertimbangan dalam akuntansi syariah adalah kebenaran dan keterbukaan laporan
kepengurusan. Prinsip keterbukaan ini berasal dari prinsip al mu’amalat´ di mana setiap
transaksi, peristiwa-peristiwa ekonomi atau keputusan yang dibuat harus halal
(diperbolehkan) dalam Islam.
Laba akuntansi syariah sebagai alat peramal banyak digunakan dalam pembuatan kontrak
kerjasama pembiayaan Islam. Mannan (1997, 168) menyatakan bahwa transaksi
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
138
pembiayaan mudharabah dan musyarakah memerlukan prediksi atas keuntungan sebagai
dasar pembagian hasil atas investasi yang yang dilaksanakan. Dari pembahasan di atas
dapat disimpulkan bahwa konsep laba akuntansi syariah dapat ditinjau dari tiga tingkatan
yaitu konsep lana akuntansi syariah pada tingkatan sintaksis, simantik, dan pragmatis.
Pada tingkatan ini konsep laba akuntansi syariah menggunakan pendekatan aktivitas dan
pendekatan transaksi secara berurutan. Pendekatan aktivitas dan transaksi mempunyai
posisi yang saling melengkapi dan berada pada proses yang berurutan, sehingga faktor
waktu (timing) dan penilaian (valuation) memegang peranan penting.
Pada tingkatan semantis, laba akuntansi syariah menjelaskan bagaimana hubungan antara
fenomena (obyek atau peristiwa) dengan simbol yang mewakili fenomena tersebut.
Konsep laba akuntansi syariah pada tingkatan semantis ini berkaitan erat dengan tujuan
akuntansi syariah itu sendiri. Sedangkan pada tingkatan pragmatis konsep laba akuntansi
syariah dapat digunakan untuk menjelaskan relevansi informasi yang dikomunikasikan
kepada pembuat keputusan dan perilaku dari pribadi atau kelompok sebagai akibat
disajikannya informasi atas laba.
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
139
LAMPIRAN : LAPORAN KEUANGAN PERBANKAN SYARIAH
Tujuan Laporan Keuangan: menyediakan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja
dan perubahan posisi keuangan untuk pengambilan keputusan ekonomi yang rasional dan
sesuai dengan prinsip syariah.
Elemen laporan keuangan:
1. Neraca
2. Laporan Laba Rugi
3. Laporan Perubahan Ekuitas
4. Laporan Arus Kas
5. Laporan Perubahan Investasi Terikat (Mudharabah Muqayyadah)
6. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana ZIS
7. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Qardh (Qardhul Hasan)
8. Catatan Atas Laporan Keuangan
Pemakai yang berkepentingan atas laporan keuangan:
1. Pemilik dana (shahibul maal)
2. Kreditur
3. Pembayar zakat (muzaki), infaq, dan sadaqah
4. Pemegang saham (investor)
5. Otoritas pengawasan (Dewan Pengawas Syariah)
6. Bank Indonesia
7. Pemerintah
8. Lembaga penjamin pinjaman (trustee) dan
9. Masyarakat (PAPSI, 2003, 1.2).
Pedoman Penyusunan Pengungkapan Laporan Keuangan Perbankan Syariah:
1. Peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia
2. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Umum, Kerangka
Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Perbankan Syariah, PSAK
umum, PSAK Perbankan Syariah No.59/2003 dan Interpretasi Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (ISAK).
3. Accounting, Auditing, and Governance Standards for Islamc Financial Institutions
yang diterbitkan oleh AAOIFI Bahrain tahun 2001.
4. International Accounting Standard (IAS), SFAS yang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah.
5. Peraturan perundang-undangan yang relevan dan praktik akuntansi yang berterima
umum, sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
(PAPSI, 2003, 1.3)
Prinsip Dasar Penyajian Laporan Keuangan:
1. konsistensi penyajian
2. materialitas dan agregasi
3. saling hapus (offsetting).
4. periodik pelaporan
5. informasi komparatif.
6. relevansi.
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
140
Keterbatasan Laporan Keuangan (PAPSI, 2003, 11.17):
1. bersifat historis,
2. bersifat umum,
3. bersifat konservatif,
4. bentuk formalitas,
5. menggunakan istilah bahasa teknis,
6. menggunakan pertimbangan dan estimasi
7. melaporkan informasi material saja,
8. beragammnya metode akuntansi, hingga menimbulkan variasi pengukuran sumber
daya ekonomis, dan.
9. informasi bersifat kualitatif dan fakta tidak dapat dikuantifikasikan umumnya
diabaikan.
BANK SYARIAH MEMILIKI FUNGSI SEBAGAI BERIKUT:
1. Manajer Investasi, dapat mengelola investasi atas dana nasabah,
menggunakan akad mudharabah atau sebagai agen investasi.
2. Investor, melakukan investasi dana bank syariah atau dana nasabah,
berdasarkan prinsip bagi hasil.
3. Penyedia jasa keuangan dan lalulintas pembayaran.
4. Pengemban fungsi sosial, dalam bentuk pengelolaan dana ZIS dan pinjaman
kebajikan (qardhul hasan) sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang
berlaku.
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
141
NERACA
BANK SYARIAH …………………………
Per 31 Desember 2007-2008
2007
(Rp)
2008
(Rp)
2007
(Rp)
2008
(Rp)
ASET:
1. Kas
2. Penempatan pada Bank Indonesia
3. Giro pada bank lain
4. Penempatan pada bank lain
5. Investasi pada efek/surat berharga
6. Piutang:
a. Murabahah
b. Salam
c. Istishna
7. Pembiayaan Mudharabah
8. Pembiayaan Musyarakah
9. Pinjaman Qard
10. Penyaluran Dana Investasi Terikat
(Executing)
11. Penyisihan keugian
penghapusbukuan aset produktif
12. Sediaan
13. Tagihan atas kewajiban akseptasi
14. Ijarah
15. Aset istishan dalam penyelesaian
16. Penyertaan pada entitas lain
17. Aset Tetap dan Akumulasi
Penyusutan
18. Piutang pendapatan bagi hasil
19. Piutang pendapatan Ijarah
20. Aset lainnya
KEWAJIBAN, INVESTASI
TERIKAT, DAN EKUITAS:
1. Kewajiabn segera
2. Bagi hasil yang belum
dibagikan
3. Simpanan:
a. Giro Wadiah
b. Tabungan Wadiah
4. Simpanan dari bank lain:
a. Giro Wadiah
b. Tabungan Wadiah
5. Utang:
a. Salam
b. Istishna
c. Kewajiban lain
6. Kewajiban dana investasi terikat
(Executing)
7. Utang Pajak
8. Estimasi kerugian komitmen
dan kontijensi
9. Pinjaman yang diterima
10. Pijaman Subordinasi
INVESTASI TIDAK TERIKAT:
1. Investasi tidak terikat dari
bukan bank:
a. Tabungan Mudharabah
b. Deposito Mudaharabah
2. Investasi tidak terikat dari bank:
a. Tabungan Mudharabah
b. Deposito Mudaharabah
EKUITAS:
1. Modal disetor
2. Tambahan modal disetor
3. Saldo laba/rugi
TOTAL ASET xxx xxx
TOTAL KEWAJIBAN, INVESTASI
TIDAK TERIKAT DAN EKUITAS xxx xxx
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
142
LAPORAN LABA RUGI
BANK SYARIAH ………………………………..
Untuk periodik yang berakhir s.d. 31 Desember 2008
Pendapatan Operasi Utama:
1) Pendapatan dari jual beli:
a. Pendapatan margin murabahah
b. Pendapatan salam paralel
c. Pendapatan istishna paralel
i) pendapatan istishna
ii) harga pokok istishna
Pendapatan bersih istishna paralel
xxx
(xx)
xxx
xxx
xxxxx
2) Pendapatan dari sewa:
a. pendapatan sewa
b. keuntungan pelepsan aset ijarah
c. keuntungan lainnya
TOTAL PENDAPATAN SEWA
d. Beban penyusutan aset ijarah
e. Beban pemeliharaan aset ijarah
f. Beban sewa aset ijarah
g. Rugi pelepasan aset ijarah
TOTAL BEBAN SEWA
Pendapatan bersih sewa
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxxx
xxxx
xxxx
3) Pendapatan dari bagi hasil
a. Pendapatan bagi hasil murabahah
b. Pendapatan bagi hasil musyarakah
Total pendapatan dari bagi hasil
xxxx
xxxx
xxxx
4) Pendapatan operasi utama lainnya
a. Pendapatan bonus SWBI
b. Bagi hasil Sertifikat IMA
c. Surat berharga syariah lainnya
Total pendapatan operasi utama
Total pendapatan operasi utama
xxx
xxx
xxx
xxx
xxxx
5) Hak pihak ketiga atas bagi hasil investasi tidak terikat
Pendapatan bank sebagai mudharib
(xxx)
xxxx
6) Pendapatan operasi lainnya:
a. Pendapatan fee hiwalah
b. Pendapatan fee rahn
c. Pendapatan fee kafalah
d. Pendapatan fee wakalah
e. Pendapatan fee investasi terikat
f. Penerimaan kelebihan qard
g. Pendapatan adminsitarsi
Total pendapatan operasi lainnya
xxx
xxx
xxx xxx
xxx
xxx
xxx
xxxx
7) Beban operasi lainnya:
a. Beban bonus wadiah
b. Beban bagi hasil sertifikat IMA
c. Kerugian penurunan aset
d. Beben penyisihan kerugian aset produktif
e. Beban penyusutan aset tetap
f. Beban transaksi valuta asing
g. Beban premi dalam rangka penjualan
h. Beban sewa
i. Beban promosi
j. Beban administrasi dan umum
Total beban operasi lainnya
xxx
xxx
xxx xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
(xxx)
8) Pendapatan non-operasi xxxx
9) Beban non-operasi (xxx)
10) Zakat (xxx)
11) Pajak (xxx)
Laba bersih setelah zakat dan pajak xxxxx
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
143
LAPORAN ARUS KAS
BANK SYARIAH …………………………………
Untuk periodik yang berakhir s.d. 31 Desember 2007 dan 2008
2007 2008
Arus kas dari Aktivitas Operasi: xxxx xxxx
Laba/rugi bersih
Penyesuaian untuk merekonsiliasi laba/rugi bersih menjadi kas bersih dari
kegiatan operasi:
Penyusutan aset tetap
Penyisihan kerugian (pembalikan atas penyisihan) untuk:
Giro pada bank lain
Penempatan pada bank lain
Efek-efek
Pembiayaan
Sediaan
Aset
Penyertaan
Aset lain
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
Penyisihan atas penurunan nilai pasar surat-surat berharga
Laba penjualan aset tetap
Pendapatan dividen
Amortisasi biaya emisi saham
Amortisasi aktiv tidak berwujud
Selisih kurs karena penjabaran laporan keuangan
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
Perubahan aset dan kewajiban operasi:
Penempatan pada bank lain
Surat berharga
Pembiayaan
Aset lain-lain
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
Simpanan:
Giro
Tabungan deposito berjangka
Sertifikat deposito
Kewajiban segera lainnya
Utang pajak
Kewajiban lain
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
Kas bersih diperoleh (digunakan untuk) kegiatan operasi xxxx xxxx
Arus kas dari Aktivitas Investasi:
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
Penyertaan saham
Perolehan aset tetap
Selisih kurs penjabaran lap. keuangan untuk aset tetap
Hasil penjualan aset tetap
Penerimaan dividen
Kas bersih diperoleh (digunakan untuk) kegiatan investasi xxxx xxxx
Arus kas dari Aktivitas Pendanaan:
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
Kenaikan (penurunan) pinjaman yang diterima
Hasil penerbitan saham
Pembayaran dividen
Kas bersih diperoleh (dugunakan untuk) kegiatan pendanaan xxxx xxxx
Kenaikan bersih kas dan setara kas xxxx xxxx
Kas dan setara kas awal tahun xxxx xxxx
Kas dan setara kas akhir tahun xxxx xxxx
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
144
LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS
BANK SYARIAH ……………………………………..
Untuk periodik yang berakhir s.d. 31 Desember 2007 dan 2008
Uraian
Cat. Modal
Saham
ditemp
atkan
dan
disetor
(Rp)
Tamba
han
modal
disetor
(Rp)
Selis
ih
penil
aian
kem
bali
aset
tetap
(Rp)
Selisih
penilai
an
wajar
efek yg
tersedi
a untuk
dijual
(Rp)
Pendap
atan
kompre
hensif
lain
(Rp)
Selis
kurs
karena
penjab
aran
laporan
keuang
n
(Rp)
Saldo laba
yang telah
ditentukan
pengunaanny
a
Saldo
laba yg
belum
ditentu
kan
penggu
nannya
(Rp)
Total
mod
al
bersi
h
(Rp)
Cad.
Tuju
an
(Rp)
Cad.
Umu
m
(Rp)
Saldo pada tanggal
31 Januari 2007
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
Penyesuaian
sehubungan dengan
penerapan kebijakan
akuntansi baru atas PPh
xxx
xxx
Saldo pada tanggal 1
Januri 2007, disajikan
kembali
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
Pengunaan selama
tahun berjalan
(xxx) (xxx)
Ditentukan untuk
cadangan tujuan
xxx xxx (xxx)
Ditentukan untuk
cadangan umum
(xxx)
Pembagian dividen (xxx) (xxx)
Rugi bersih selama
tahun berjalan
(xxx) (xxx)
Saldo pada tanggal 31
Desember 2007 xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
Hasil penerbitan saham
dari penawaran umum
terbatas kepada para
pemegang saham
xxx
xxx
Penambahan selama
tahun berjalan
xxx
Ditentukan untuk
cadangan tujuan
xxx xxx (xxx)
Rugi bersih selama
tahun berjalan
(xxx) (xxx)
Saldo pada tanggal 31
Desember 2008
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
145
LAPORAN PERUBAHAN DANA INVESTASI TERIKAT
BANK SYARIAH ………………………………………..
Untuk periodik yang berakhir s.d. 31 Desember 2007 dan 2008
Uraian
Portofolio A Portofolio B Total
2008 2007 2008 2007 2008 2007
Saldo awal xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx
Jumlah unit investasi awal periodik unit unit unit unit unit unit
Nilai per unit investasi xx/unit xx/unit xx/unit xx/unit xx/unit xx/unit
Penerimaan dana xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx
Penarikan dana (xxxx) (xxxx) (xxxx) (xxxx) (xxxx) (xxxx)
Keuntungan (rugi) investasi xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx
Biaya administrasi (xxxx) (xxxx) (xxxx) (xxxx) (xxxx) (xxxx)
Fee bank sebagai agen/manajer investasi (xxxx) (xxxx) (xxxx) (xxxx) (xxxx) (xxxx)
Saldo investasi pada akhir periodik xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx xxxx
Jumlah unit investasi akhir periodik unit unit unit unit unit unit
Nilai unit investasi akhir periodik xx/unit xx/unit xx/unit xx/unit xx/unit xx/unit
LAPORAN SUMBER DAN PENGGUNAAN DANA ZIS
BANK SYARIAH ………………………………………
Untuk Tahun 2007 dan 2008
Uraian Catatan 2008
(Rp)
2007
(Rp)
Sumber dana ZIS
Zakat dari bank
Zakat dari luar bank
Infaq dan shadaqah
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
Total sumber dana xxxx xxxx
Pengunaan dana ZIS:
Fakir
Miskin
Amil
Orang yang baru masuk islam (muallaf)
Orang yang terlilit utang (gharim)
Hamba sahaya (riqab)
Orang yanmg berjihad (fisabillillah)
Orang yang dalam perjalanan (ibnusabil)
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
Total penggunaan xxxx xxxx
Kenaikan (penurunan) sumber atas penggunaan
Sumber dana ZIS pada awal tahun xxxx xxxx
Sumber dana ZIS pada akhir tahun xxxx xxxx
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
146
LAPORAN SUMBER DAN PENGGUNAAN DANA QARD
BANK SYARIAH …………………………………….
Untuk Tahun 2007 dan 2008
Uraian Catatan
2008
(Rp)
2007
(Rp)
Sumber dana Qard
Infaq dan shadaqah
Denda
Sumbangan/hibah
Pendapatan non halal
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
Total sumber dana xxxx xxxx
Pengunaan dana Qard:
Pinjaman
Sumbangan
xxxx
xxxx
xxxx
xxxx
Total penggunaan dana Qard xxxx xxxx
Kenaikan (penurunan) sumber atas penggunaan
Sumber dana Qard pada awal tahun xxxx xxxx
Sumber dana Qard pada akhir tahun xxxx xxxx
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN
Unsur catatan atas laporan keuangan perbankan syariah, terdiri dari:
1. Gambaran Umum Bank Syariah
o pendirian bank syariah
o riwayat ringkas bank
o nomor dan tanggal akte pendirian
o bidang usaha utama sesuai anggaran dasar dan rumah tangga
o tempat kedudukan bank syariah
o tanggal mulainya operasi
o karyawan, direksi, dan dewan komisaris
o Dewan Pengawas Syariah (DPS)
o struktur kepemilikan bank syariah
o hubungan kepemilikan anak perusahaan dengan bank syariah
2. Ikhtisar kebjakan akuntansi:
o Dasar pengukuran dan penyusunan laporan keuangan
o Kebijakan akuntansi (judgment of accounting)
o Perubahan kebijakan akuntansi, estimasi, dan kesalahan mendasar
3. Penjelasan atas akun (pos-pos) laporan keuangan
4. Informasi penting lainnya (informasi material).
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
147
DAFTAR PUSTAKA
APB, 1970. Basic Concepts and Accounting Principles Underlying Financial
Statements of Business Enterprises, APB Statement No. 4, New York:
AICPA
Bank Indonesia, 2006. Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan Syariah, DPS, Jakarta
Bank Indonesia, 2003. Biro Perbankan Syariah, Pedoman Akuntansi Perbankan
Syariah Indonesia (PAPSI), Jakarta
Bank Indonesia, SK Direksi Bank Indonesia, No: 32/34/Kep/Dir., Tanggal 12 Mei
1999, tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah
Bank Indonesia, SK Direksi Bank Indonesia, No: 32/36/Kep/Dir., Tanggal 12 Mei
1999, tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah
Belkaoui, Ahmed, 1999. Accounting Theory, Terjemahan: Erwan Dukat, AK Group
Yogyakarta
DEPAG Republik Indonesia, 2004. Al Qur’an nul Qarim, Toha Putra, Semarang
DSN-MUI dan Bank Indonesia , 2003. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional,
PT. Intermasa, Jakarta
Echols, John M. dan Hasan Shadily, 1996. Kamus Inggris-Indonesia, Penerbit PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
FASB, 1978. Statement of Financial Accounting Concept No. 1, Objectives of
Financial Reporting by Business Enterprises, Stamford, Connecticut
FASB, 1980. Statement of Financial Accounting Concept No. 2, Qualitative
Characteristics of Accounting Information, Stamford, Connecticut
FASB, 1980. Statement of Financial Accounting Concept No. 3, Element of Financial
Statement of Business Enterprises, Stamford, Connecticut
FASB, 1984. Statement of Financial Accounting Concept No. 5, Recognition and
Measurement in Financial Reporting of Business Enterprises, Stamford,
Connecticut
FASB, 1985. Statement of Financial Accounting Concept No. 6, Element of Financial
Statement: A Replacement of FASB Concepts Statement No. 3, Stamford,
Connecticut
Gade, Muhammad, 2002, Akuntansi Syariah, Penerbit Salemba Empat, Jakarta
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
148
Flamholtz, E.G., 1988. Developing Human Resources Accounting as a Human
resources Decision Support System, Accounting Horizons, September, pp.
1-9
Godzali, Imam, dan Anis Chariri, 2003. Teori Akuntansi, Penerbit BP Undip
Semarang
Harahap, Sofyan Syafri, 2007, Teori Akuntansi (Edisi Revisi), Raja Grafindo Persada,
Jakarta
Hendriksen, Eldon S., 1997, Teori Akuntansi, Terjemahan oleh Marianus Sinaga, Edisi
Keempat, Penerbit Erlangga, Jakarta
http://www.tazkiaonline.com/mail.php3/recipient=redaksi@tazkia.com
IAI, 2007. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan, Salemba Empat, Jakarta
Jumirin, Asyikin, 2000, Perubahan Harga dan Pengungkapannya dalam Laporan
Keuangan menurut Pendekatan Dolar Konstan dan Akuntansi Biaya
Berjalan, Artikel (tidak dipublikasikan).
Kam, V., 1990. Accounting Theory, 2nd Ed., New York: John Wiley and Sons
Kusnadi, Kertahadi, dan Lukman Samsudin, 1985. Teori Akuntansi, Penerbit Usaha
Nasional, Surabaya, Indonesia
Pusat Pengembangan Bahasa, 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,
Jakarta
Paton, W.A, Littleton, A.C, 1970, An Introduction to Corporate Accounting
Standards, AAA, Monograph No. 3, Michigan, USA
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 10 tahun 1998, tentang Perbankan, Jakarta
Saroso, dan Hasbi Ramli, 2003. Biro Perbankan Syariah, Jakarta, Modul Pelatihan, di
Banjarmasin
Salomon, D., 1978, The Politization of Accounting, Journal of Accountancy
(Novemper), Spring
Scott, William R., 1997. Financial Accounting Theory, Prentice Hall Inc., New Jersey
USA
Tuanakotta, Theodorus M, 1986. Teori Akuntansi, Penerbit FE Universitas Indonesia,
Jakarta
Wolk, Harry L., dan Tearney, Michael G., 1998. Accounting Theory, A Conceptual
and Institutional Approach, Fourth Edition, South Western Publishing Co.,
Ohio
Teori Akuntansi; Jumirin Asyikin (STIE Indonesia Banjarmasin)
149
Yuwono, Iwan Tri, 2002, Akuntansi Syariah, Penerbit Salemba Empat, Jakarta
Zimmerman, et. all, 1970. A Statement of Basic Accounting Postulates and Principles,
University of Illinois